Ephemeral #7 – The Irony of Fate

ephemeral chapter 7 honey dee

Sikap Ben membuat Ivy nyaman bercerita tentang permasalahan rumah tangganya dengan Oliver. Satu demi satu kenangan ia sibak, hingga akhirnya Ivy mulai memahami dari mana semua masalah ini bermula.
***

“Aku bukan istri yang baik.” 

Ben tersenyum dan bernapas dalam. “Aku suami yang amat sangat buruk.”

“Aku serius.”

“Apa kamu pikir aku bercanda?” Ben memotong kuenya dengan sendok, lalu menekan potongan kecil itu sampai gepeng, penyet menempel dengan piring. “Aku baru tahu kalau inilah yang dimaksud dengan ‘kita hanya punya kesempatan satu kali untuk mencintai seseorang’.”

Ivy tertegun menatap lelaki itu. Dia merasa lelaki itu sedang menyindirnya, bukan menceritakan tentang hidupnya sendiri.

“Apa yang terjadi pada mereka?” tanya Ivy dengan keingintahuan tinggi seperti biasa.

Ben mengunyah kue di dalam mulutnya, lalu menumpuk tangan di meja. “Tidak. Tidak,” katanya sambil tersenyum dan menggeleng sampai diikuti oleh Delilah. “Ini bukan giliranku. Ini giliranmu. Kenapa kamu mengatakan kamu bukan istri yang baik?”

“Kamu berbohong padaku,” kata Ivy serius. “Kamu bukan arsitek. Kamu pasti agen FBI. Caramu menginterogasi orang sangat mengerikan.”

Ben tergelak. Dia mendadak tertawa keras sampai Delilah terkejut dan menjatuhkan kuenya. Anak itu menangis keras. Buru-buru Ivy menggendongnya untuk menenangkannya.

“Aku akan menjadi polisi jahat yang mengikatmu di kursi. Akan kututup wajahmu dengan handuk basah dan kusiram dengan air di ember besar. Kamu akan tenggelam dalam keadaan duduk. Air akan masuk ke dalam paru-parumu dan kepalamu akan sakit sekali. Kamu akan mati perlahan karena paru-parumu penuh dengan air.”

“Hentikan!” Ivy menutup telinganya. “Tolong hentikan!”

Ben berhenti, menatap Ivy yang masih menutup telinga dengan ekspresi senang. Dia memang benar-benar senang. Sudah lama sekali dia tidak merasa sesenang ini. Sudah lama sekali dia tidak merasa senang hanya dengan melihat seorang perempuan. Di dalam dirinya ada keinginan untuk menyentuh Ivy, keinginan yang sudah lama tidak dia rasakan. Kini, dia merasa seperti mengingat lagi hal yang asing dan membingungkan. Jika boleh jujur, Ben merasa malu sekali, seperti anak sekolah yang pertama kali merasa ingin dekat dan menyentuh temannya.

Lucunya, Ivy merasakan hal ini juga. Dia berpaling mencari hal lain untuk dilakukan di dapur kecil itu atau di mana saja asal jangan duduk berpandangan dengan lelaki itu. 

“Kamu tidak bekerja?” tanya Ivy setelah kehabisan alasan untuk mengelak dari Ben.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis yang telah menghasilkan lebih dari 30 judul karya ini masih berusaha menjadi orang baik. Kalau bertemu dengannya di media sosial, jangan lupa tepuk bahunya dan ingatkan kalau dia juga butuh pelukan.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi