Sejak sabtu (15/8), jagat maya Indonesia dihebohkan dengan video yang menampilkan aksi seorang pesepeda yang menghadang dan menegur konvoi Harley Davidson di Yogyakarta. Sambil menuntun sepedanya, Elanto (32) mengingatkan para pengendara moge untuk mematuhi peraturan lalu lintas (dalam kasus ini lampu merah) yang secara terang-terangan diterobos oleh konvoi sehingga menciptakan kemacetan di perempatan Condong Catur, Yogyakarta.
ADVERTISEMENTS
Elanto tidak hanya bermodal nekat saja, dia dan rekan tahu betul pasal-pasal hukum yang diduga dilanggar oleh konvoi moge.
“Saya bayar pajak. Ini (motor) polisikah? Rotator? Mana penindakan? Pasal UU No. 22!” seru Elanto dan rekan-rekan dalam mengkritisi penggunaan rotator dan sirine.
Memang, di akhir pekan menjelang peringatan 70 tahun kemerdekaan RI ini jalanan Yogyakarta diramaikan oleh komunitas moge. Mereka hadir dalam rangka memeriahkan Jogja Bike Rendezvous 2015. Namun pemberian pengawalan khusus (Patwal) dari pihak kepolisian dan tindakan semena-mena menerobos lampu merah tidak bisa diremehkan bagi Elanto cs.
Patwal & APILL sptnya sepele. Tp prinsip hukum tk bs ditawar. Jgn berharap polisi bs urusi hal bsr jk hal dasar diremehkan! ##JBR2015 #Jogja
— Elanto Wijoyono (@joeyakarta) August 15, 2015
Jika mau ditelusuri lebih lanjut, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang mengatur perihal kendaraan yang mendapatkan hak utama, yakni pada pasal 134 dan 135.
Pada pasal 134, disebutkan sejumlah pengguna jalan yang memperoleh hak untuk didahulukan:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
d. Kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
f. Iring-iringan pengantar jenazah
g. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara.
Hak spesial yang diperoleh pengguna jalan di atas adalah pengawalan petugas kepolisian dan/atau penggunaan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene. Hal ini tertuang di dalam pasal 135.
Kata “kepentingan tertentu” dalam pasal 134 (g) memang terdengar rancu. Untuk itu, kita harus membaca dengan seksama penjelasan yang juga disajikan dalam UU tersebut. Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain, kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk bencana alam.
Bisakah kamu menemukan kata “konvoi moge” dalam penjelasan tersebut?
ADVERTISEMENTS
Aksi Elanto bukan didasari kebencian terhadap komunitas moge. Aksinya adalah bentuk kritik pada pihak kepolisian.
Meskipun perihal pengawalan terhadap konvoi sudah diatur dalam undang-undang, menurut Elanto, pemberian perlakuan khusus terhadap moge tetaplah tidak patut, karena konvoi yang sifatnya rekreasi itu bukan prioritas.
“ini acara negara!” kata pengendara harley dg kasar kepada mas @joeyakarta cc @aisyahhilal A photo posted by sw (@_suryo_) on
“Saya tidak benci dengan motor gede. Sasaran saya sesungguhnya adalah aparat kepolisian, karena izin yang digunakan untuk mengawal itu adalah salah satu penyalahgunaan, sehingga mengganggu”, ujar Elanto.
ADVERTISEMENTS
Aksi Elanto dan rekan mengingatkan kita semua bahwa kemerdekaan bukan berarti kita bisa “merdeka” melangkahi kepentingan publik demi kepentingan pribadi dan/atau kelompok.
Apa yang dilakukan Elanto memang bukan tindakan spontan melainkan aksi yang sudah direncanakan sebelumnya. Sebagai warga, Elanto merasa terpanggil untuk saling mengingatkan warga lain (sesama pembayar pajak) bahwa ada aturan yang harus dipatuhi; bahwa ada hak-hak pengguna jalan lain yang terkesampingkan pada sore itu.
ADVERTISEMENTS
Kini baik pihak kepolisian maupun komunitas moge bisa saling klaim pembenaran, tapi Elanto Wijoyono sudah terlanjur menjadi juara di hati warga dan netizen; a working class hero.
Bangga pada @joeyakarta yg berani kritik dan aksi terbuka pd moge yg makin tak tahu aturan & malah dilindungi polisi. http://t.co/NH8eAbuOLJ
— Yanuar Nugroho (@yanuarnugroho) August 16, 2015
ini orang keren banget! Lindungi hak orang lain. Polisi ada bukan utk melindungi yg punya duit. pic.twitter.com/Xcl7VbqZft — San Hasan (@MisterKopi) August 15, 2015
2 thumbs up for pak @joeyakarta elanto. No compromise for ‘moge ngeyel’ in yogykarta. Lawan kepongahan. @JogjaUpdate pic.twitter.com/ITrJUEG8jk
— Prada (@adimuliapradana) August 15, 2015
Kedua foto, walau berbeda – punya kesamaan. pic.twitter.com/VDgmItbcQu
— Poltak Hotradero (@hotradero) August 16, 2015
Sekarang (orang yang bertugas mengurusi) humas komunitas moge sedang pontang-panting mengklaim kalau HDCI adalah klub motor yang mencintai Yogya. Komjen (Purn) Nanan Soekarna selaku ketua HDCI juga telah berjanji akan menindak tegas anggotanya yang terbukti melanggar aturan. Secara tidak mengejutkan pula Kapolri Jendral Badrodin Haiti menjustifikasi tindakan lembaganya dengan mengakatakan bahwa boleh-boleh saja konvoi moge menerobos lampu merah, selama dalam pengawalan petugas.
Siapa yang salah, siapa yang benar biarlah netizen (termasuk kamu sendiri) yang menentukan. Untuk sekarang nikmati saja dulu sosok pahlawan yang ada dalam diri Elanto Wijoyono dan rekan-rekannya.