“Memangnya nggak bisa, ya, aksi damai tanpa ada anarki kayak gitu? Nggak perlu merusak fasilitas umum bisa, kali!”
“Lha mau gimana lagi, kalau memang jalan satu-satunya biar didenger sama pemerintah juga cuma lewat kayak gini?! Lagian namanya pun juga aksi massa.”
Perdebatan dua hal tersebut rupanya menjadi topik panas yang terus bergulir di media sosial sejak beberapa hari belakangan. Bukan tanpa sebab, hal itu terjadi setelah ramainya pemberitaan tentang arus demonstrasi di berbagai kota yang berakhir dengan ricuh.
Mau bagaimanapun, nggak dimungkiri lagi bahwa persoalan ini menjadi pembahasan yang nggak mudah, karena setiap pihak punya argumennya sendiri-sendiri. Bagi sebagian orang, terjadinya kericuhan dalam beberapa hari ini adalah bentuk puncak dari kemarahan masyarakat, sedangkan sebagian lagi tetap bersikeras mengutuk hal tersebut.
ADVERTISEMENTS
Padahal udah sejak lama kita melakukan aksi damai. Salah satunya rutin digelar di depan Istana Negara tiap hari Kamis
Kalau dipikir-pikir ke belakang, sebenarnya kita juga nggak selalu demo dengan berakhir ricuh kok. Kalau kamu tahu, banyak orang di luar sana yang rajin menggelar aksi massa dan menuntut keadilan dalam momen “Kamisan”. Pernah dengar, kan? Aksi yang dilakukan di depan Istana Negara setiap hari Kamis yang dilakukan oleh para korban pelanggaran Hak Asasi Manusia ini telah berlangsung selama belasan tahun lo. Selama itu pula aksi ini diabaikan dan nggak pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Bayangin, belasan tahun menggelar aksi damai, tapi nggak pernah didengar. 🙂
ADVERTISEMENTS
Bingung nggak sih gimana caranya menarik perhatian pemerintah, kalau kita itu udah marah? Lha wong ada benturan dikit aja udah dinyinyirin
Persoalan ini tentu membuat banyak orang jadi bingung dan terpecah belah. Belasan tahun menggelar aksi damai, hampir selalu minim kontak fisik bahkan verbal dengan aparat pun masih nggak didengar sama pemerintah. Apa kabar yang aksinya lebih kalem lagi? Ingat, belasan tahun itu bukan waktu yang sebentar lo, kita aja nggak dengar kabar orang tercinta seharian aja udah bingung setengah mati. Ini mereka menunggu kabar orang-orang tercintanya yang bahkan sampai sekarang nggak tahu nasibnya selama itu. Nggak semua orang kuat~
ADVERTISEMENTS
Tapi ingat, mereka yang nggak setuju adanya kerusuhan itu bukan berarti setuju sama kekerasan aparat. Marah karena halte dibakar, bukan berarti nggak peduli kerusakan lingkungan
Terkait dengan perdebatan di atas, yang perlu dipahami adalah ketika ada yang nggak setuju dengan adanya kerusuhan demonstran, bukan berarti mereka terus setuju dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat. Begitu juga dengan mereka yang marah karena fasilitas publik dirusak dan dibakar, bukan berarti mereka juga nggak peduli kerusakan lingkungan yang ada. Cara melihatnya nggak gitu, ya. Kerusakan fasilitas publik, kerusakan lingkungan, dan aksi protes UU Cipta Kerja ini semuanya punya fokus yang berbeda. Jangan sampai isu-isunya tercampur sehingga aksi massa yang dilakukan esensinya dikaburkan.
Apalagi namanya aksi massa yang diikuti oleh banyak orang, nggak menutup kemungkinan juga bakal ditumpangi orang-orang nggak bertanggung jawab. Kalau dipikir-pikir juga semuanya nggak pengin terjadi kerusuhan, sekarang siapa sih yang nggak pengin tercipta rasa damai? Udah jelas nyebarin cinta dan kasih sayang lebih asyik dibanding nyebar gas air mata atau saling lempar batu. Iya, kan?
ADVERTISEMENTS
Kita juga nggak suka kalau ada kerusuhan seperti itu. Jalan satu-satunya adalah pemerintah harus belajar untuk mendengar suara dari rakyat
Aksi damai udah sering dilakukan, aksi yang berujung ricuh pun kadang nggak dapat terhindarkan. Lagi-lagi kita sebagai masyarakat yang akhirnya sama-sama jadi korban. Saling tuduh sana-sini, saling benci satu sama lain, dan bahkan ujungnya juga saling berdebat hingga memusuhi. Kesel nggak tuh kitanya ribut-ribut, tapi yang bikin ribut pertama malah asyik-asyik nontonin kita sambil liburan.
Iya, para demonstran juga nggak suka dan nggak pengin ada kerusuhan waktu turun aksi kok. Apalagi kita tahu kalau kerusuhan bisa jadi topik gorengan pihak yang nggak suka sama aksi ini untuk mengaburkan esensi protesnya. Sekali lagi perlu diingatkan, kerusuhan yang terjadi dan tujuan aksi penolakan UU Cipta Kerja ini dua hal yang berbeda. Jangan sampai tujuan aksinya jadi kabur, ya.
Apalagi khusus untuk aksi tolak UU Cipta Kerja ini, seandainya prosedur pembuatan UU dilakukan dengan transparan dan nggak tergesa-gesa, yakin deh masyarakat nggak bakal menolak sampai segininya. Pemerintah harus mau mendengar suara hati rakyat juga dong. Masa pas pemilu aja datang ke kita, giliran didatengin balik nggak pernah ada? 🙂
Semoga Indonesia lekas sembuh dan semakin membaik, ya, biar nggak ada lagi rusuh di sana-sini. Udah cukup deh yang beginian bikin kita saling membenci, sekarang saatnya membangun cinta kembali. Kalau mereka-mereka yang duduk di atas nggak bisa ngajarin kita tentang kasih sayang dan menghargai, kita bisa melakukan sendiri kok~