Zaman yang kian maju dan berkembang ini ternyata seperti dua sisi mata uang logam. Dua buah sisi yang memiliki dampak baik dan buruk bagi peradaban manusia. Sudah pasti, perkembangan era modern ini memberikan kebaikan bagi para generasi bangsa agar melek teknologi. Sementara sisi buruknya adalah penurunan nilai moral para remaja masa kini. Hal yang paling kentara adalah moral orang-orang yang entah bagaimana bisa berpikiran untuk menciptakan media untuk memudahkan orang lain berfantasi perihal seksualitas.
Contoh paling konkret adalah sebuah produsen dari Jepang yang menciptakan boneka seks. Fenomena adanya ‘boneka seks’ aja udah bentuk dari sebuah gebrakan yang menunjukkan penurunan moral. Nah, kali ini adalah boneka seks yang berbentuk anak-anak, tapi sasaran pembeli adalah orang dewasa! Gilak! Maraknya kasus pedofilia di tanah air dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini mau tidak mau harus diperhatikan karena peningkatan jumlah cukup signifikan. Sebagai anak muda, bagaimana pendapat kalian tentang langkah pembuatan boneka ini?
Trottla, perusahaan sex toys Jepang, menciptakan boneka seks berwujud anak usia 5 tahunan. Wait…what??
Ya, pada akhir tahun lalu, perusahaan sex toys Jepang, Trottla, menciptakan dan meluncurkan secara resmi boneka seks buat masyarakat. Yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat adalah bentuk boneka yang mereka pasarkan. Adalah boneka seks dengan wujud anak usia 5 tahunan! Apa maksudnya sih? Hal inilah yang bikin orang-orang heran dan kesel dengan perusahaan pimpinan Shin Takagi itu.
Konon katanya, boneka ini diplot sebagai media agar melindungi anak-anak dari pelaku pedofilia yang kian merajalela. Seriusan?
I am helping people express their desires, legally and ethically. It’s not worth living if you have to live with repressed desire.
– Shin Takagi
Pemilik Trottla, Shin Takagi dalam wawancaranya melalui Independent mengaku bahwa dia menciptakan boneka ini untuk ‘menyelamatkan’ orang yang memiliki kelainan perilaku seksual yang kian merajalela di dunia ini. Mungkin maksud dari Takagi benar, karena dia sering mendapatkan surat dari para pembelinya, seperti:
Thanks to your dolls, I can keep from committing a crime.
Setelah Trottla dari Jepang, belum lama ini perusahaan serupa dari Cina juga memproduksi boneka seks dengan usia sekitar 12 tahun
ShengYi, perusahaan asal Cina yang fokus pada produksi boneka seks, belum lama ini menciptakan mainan baru untuk para maniak. Yang menjadi keresahan masyarakat, khususnya netizen di dunia maya adalah bentuk dan wajah boneka ini. Sebab, boneka ini ditaksir berusia 12 tahun. Boneka yang dibanderol Rp15juta ini memiliki wajah gadis cantik berusia 12 tahun, tinggi 70cm, dan memiliki bentuk tubuh yang proporsional alias montok. Mungkin terinspirasi dari sebuah pesan Takagi yang menyatakan bahwa pembeli boneka seks dari Trottla mengaku ‘sembuh’ dari kelainannya itu, maka ShengYi pun menciptakan barang serupa yang lebih ‘tua’ dalam usia. Entahlah.
Bagaimana pandangan masyarakat global tentang hal ini? Inilah saatnya orang harus memandang sesuatu dari berbagai perspektif
Begitu berita tentang boneka seks di bawah umur ini merebak ke internet, banyak pihak yang merasa diuntungkan, dan banyak pula pihak yang menyayangkan ‘fenomena’ ini. Mereka yang tergolong sebagai pedofil merasa terhibur dan beruntung, karena ada pihak yang masih memperhatikan keberadaan mereka. Tapi di sisi lain, mereka yang nggak setuju mengatakan bahwa boneka ini justru akan menguntungkan orang-orang yang punya kelainan seksualitas aja, dalam artian lain, bisa mengancam anak-anak dan masyarakat lain yang emang menentang perilaku dan kelainan mereka. Bagaimana menurutmu, Boys?
Menurut psikolog sekaligus seksolog dari Universitas Toronto, boneka seks anak-anak di bawah umur dapat memengaruhi kaum pedofil
Seorang Psikolog dan Seksolog dari Universitas Toronto, Michael Seto mengatakan bahwa boneka seks berbentuk anak kecil ini dapat memberikan dua pengaruh pada para pedofil. Pertama, mereka bisa keluar dari kelainannya itu dengan berhubungan dengan boneka seks berbentuk anak kecil. Dan juga bisa memperparah ketergantungannya pada kepuasan akan berhubungan seksual dengan anak kecil.
Ya, begitulah peradaban saat ini. Selalu ada hal baru yang kadang masih sulit untuk bisa diterima. Kita nggak pernah tahu, bukan, mana yang salah dan mana yang benar. Sejatinya, setiap orang berhak mengapresiasi setiap pilihan orang lain, bukan? O, ya, sebagai bahan diskusi, bagaimana menurut kalian tentang fenomena ini? Share di kolom komentar, ya!