Indonesia Raya, merdeka, merdeka
Hiduplah Indonesia Raya…
Pada bait-bait terakhir tersebut, wajah Tontowi haru. Matanya berkaca-kaca. Dan bagi seluruh bangsa Indonesia, tak ada yang lebih menggetarkan hati pada momen 17 Agustus 2016, selain menyaksikan lagu Indonesia Raya dikumandangkan di belahan dunia sana.
Benar, ini tentang Indonesia yang kembali menorehkan prestasi membanggakan di Olimpiade. Setelah pada gelaran sebelumnya, London 2012, Indonesia nihil medali emas, kini kita kembali berjaya pada cabang olahraga andalan, apa lagi kalau bukan bulu tangkis. Medali emas yang disumbangkan oleh pasangan Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir jadi hadiah terbaik bagi perayaan kemerdekaan RI ke-71.
ADVERTISEMENTS
‘Kemenangan Tontowi dan Liliyana Jadi Bukti RI Bangsa Pemenang’, asalkan semua orang mau bekerja keras untuk itu
Keberhasilan Tontowi dan Liliyana memang membuat sebagian besar bangsa Indonesia larut dalam euforia. Kita adalah bangsa yang selalu rindu dengan prestasi. Nggak heran kalau banyak media sangat mengagungkan kemenangan Indonesia di Brazil. Dalam sebuah berita, Viva News menulis judul ‘Kemenangan Tontowi dan Liliyana Jadi Bukti RI Bangsa Pemenang’.
Ketua Komisi Olimpiade Indonesia, Erick Thohir, pun angkat bicara dalam berita tersebut. Dia mengatakan bangsa Indonesia bangga terhadap prestasi Tontowi dan Liliyana yang berhasil mengembalikan tradisi emas di cabang bulu tangkis.
“Banyak sejarah terjadi di setiap perhelatan Olimpiade dan bukan hal yang tidak mungkin bagi Indonesia untuk menorehkan sejarah baru ke depannya. Kita harus terus menjadi bangsa yang optimistis,” kata Erick.
ADVERTISEMENTS
Nggak cuma nilai sejarah, ada nilai penting lain yang bisa diangkat dalam momen kemenangan tersebut
Pada rilis yang dikirim Erick Thohir, Viva News hanya menekankan soal prestasi dan sejarah. Namun, ada lagi hal yang mungkin dilupakan dan nggak diperhatikan di balik duet Tontowi dan Liliyana.
“Owi berkata pada saya, ‘Nggak apa-apa, cik. Saya siap back-up di belakang. Cik Butet tenang aja jaga di depan. Cici lebih unggul kok (permainan) depannya’,” kata Liliyana menirukan kata-kata yang disampaikan Tontowi saat sempat goyah di set kedua.
Kamu pasti paham apa yang saya tekankan dalam kutipan di atas jika berbicara kebhinekaan. seperti yang diketahui banyak orang, Tontowi adalah seorang bumiputera, sedangkan Liliyana adalah Tionghoa. Nggak cuma itu, ada perbedaan lain yang ada dalam diri duo Tontowi dan Liliyana, yaitu soal agama. Tontowi adalah seorang Islam, sedangkan Liliyana sendiri adalah seorang Katolik.
Namun dengan adanya mereka, dengan prestasi-prestasi yang telah ditorehkan, kita dibuktikan bahwa perbedaan bukanlah masalah. Perbedaan bukan penghalang untuk kita bisa bersatu dan berprestasi. Tontowi dan Liliyana bahu-membahu dan saling mendukung satu sama lain demi satu Indonesia.
Saya akan memberi dua jempol bagi kamu yang hidup penuh dengan rasa hormat terhadap semua perbedaan. Tapi saya punya pertanyaan buat kamu yang sedikit-sedikit selalu mempermasalahkan perbedaan,
“Sudah punya prestasi apa kamu untuk Indonesia?”.
ADVERTISEMENTS
Hormati dan pahami sejarah. Sejatinya Indonesia adalah sebuah negara yang memang ada untuk merangkum perbedaan
Seorang peneliti dari Setara Institute for Democracy and Peace, Bonar Tigor Naipospos, dengan mantap mengatakan bahwa kisah Tontowi dan Liliyana merupakan simbol keberagaman Indonesia. Bila berbicara soal perjuangan Indonesia, kata Bonar, apapun agamanya, dan apapun etnisnya, tak relevan lagi.
“Sekali menjadi WNI, semua setara dan memiliki hak yang sama dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya untuk bersama-sama berjuang ke depan,” kata Bonar dikutip dari BBC Indonesia.
“Kita lupa bahwa atlet-atlet kita berasal dari agama dan etnis yang berbeda dan kita tidak persoalkan hal ini. Kalaupun keturunan Tionghoa tidak dipersoalkan tetapi begitu urusan politik dipertanyakan,” tambahnya.
Kemenangan Tontowi dan Liliyana bisa menjadi tamparan keras bagi mereka yang terlibat dengan berbagai jenis konflik yang terjadi di Indonesia. Perbedaan adalah keniscayaan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, dan toleransi adalah sebuah keharusan. Hidup di sebuah negeri yang penuh dengan kebhinekaan, toleransi dan sikap menghormati perbedaan adalah sebuah keharusan.
Di mana pun kita hidup, baik di negeri yang homogen atau heterogen, peganglah selalu prinsip; saling asah, saling asih dan saling asuh. Sebab pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Tak bisa hidup sendiri.
Sudah saatnya seorang Indonesia memakai jaket bernama Indonesia, meskipun kaos dalamnya punya logo, warna, corak hingga merek yang berbeda-beda.