Pada saat musim menikah, aku kadang menerima 5-10 undangan pernikahan setiap bulanya. Di setiap datang ke pernikahan, pertanyaan orang-orang padakau hanya satu, “kapan nyusul?” sebuah pertanyaan klise yang sebenernya lebih kepada ejekan, bukan murni pertanyaan. Selain ejekan, kadang pertanyaan “kapan nikah?” juga mengandung penyemangat supaya kita segera menikah. Ya tapi, lama-lama baper juga kalau ditanyain itu sebulan 10 kali.
Di lain sisi, aku juga punya pertanyaan pada orang-orang yang datang ke pernikahan tersebut, kepada pengantinnya juga. Pertanyaanku sederhana dan juga rumit. Kalian yang sedang tersenyum seperti bahagia dan saling menyelamati itu sebenarnya sedang merayakan apa?
Bukan pernikahanya, tapi pestanya yang membuatku sering bertanya-tanya.
ADVERTISEMENTS
Jika ini merupakan sebuah perayaan, lalu apa yang sedang dirayakan?
Banyak orang bilang bahwa pesta pernikahan itu adalah sebuah perayaan, tapi apa yang sedang dirayakan? Mereka hanya menikah. Mereka akan memasuki fase terberat nomer dua dalam hidup, nomer satunya tentu saja menjadi orang tua. Analoginya sederhana aja. Katakanlah sebuah tim sepakbola masuk ke babak semifinal, kira-kira perayaannya sebelum pertandingan semifinal atau sesudah pertandingan final? Bagaimana mungkin merayakan sesuatu yang bahkan kita belum tahu hasilnya? Kalau akhirnya kalah bertanding gimana? Jika sebuah pernikahan disebut perayaan, pertanyaanku adalah ini sedang merayakan apa?
Aku memang belum pernah menikah dan tidak tahu seperti apa kehidupan pernikahan, yang aku tahu hanya satu, itu tidak mudah. Aku hanya takut ternyata aku dan istriku tidak setangguh perkiraanku dan akhirnya gagal dalam “pertandingan” ini. Jika kami gagal setelah berfoya-foya, apakah itu bukan aib?
ADVERTISEMENTS
Jika ini sebuah pengumuman, apakah perlu sampai berlebihan seperti ini?
Orang bilang bahwa pesta pernikahan adalah pengumuman. Kalau begitu apakah skalanya harus seperti ini. Menghamburkan uang puluhan bahkan ratusan juta hanya untuk mengumumkan sesuatu, bukankah itu mubazir? Kita bisa saja mengabari orang-orang yang penting dan berpengaruh di hidup kita dengan social media. Bukankah itu sudah cukup mengumumkan? Aku tahu ini sebuah peristiwa yang membahagiakan dan tentu saja aku juga ingin sekali mengabarkan ke pada orang-orang terdekatku, tapi bukan seperti ini caranya, tidak berlebihan seperti ini.
ADVERTISEMENTS
Jika ini adalah ekspresi rasa syukur, apakah tidak ada wujud rasa syukur lain yang bisa kita lakukan?
Orang bilang pesta pernikahan adalah sebuah wujud rasa syukur karena telah mampu menjalankan salah satu sunah hidup yang paling besar. Well, aku setuju jika kita memang harus beryukur, tapi apakah perwujudan rasa syukur harus seperti ini? Tidak bisakah kita bersykur dengan hidmat ditemani rasa teriamakasih yang tulus dari hati kita masing-masing? Tuhan adalah penguasa kesunyian, dia tidak ada di teriakan-teriakan di jalan-jalan, Dia ada di hati yang sunyi semua mahluk yang dengan tulus berterimakasih atas segala hal yang sudah Dia berikan.
Bukanya aku tidak menyetujui pernikahan dan pestanya, aku hanya penasaran dan bertanya. Suatu saat jika memang diharuskan untuk berpesta, aku juga akan berpesta meskipun mungkin tidak akan sebesar pesta orang-orang. Aku akan mengundang orang yang benar-benar aku kenal dan tulus mengenalku dan istriku. Kami akan berdoa bersama demi kelangsungan pernikahan kami yang bisa saja tidak akan panjang, atau mungkin selamanya.