Saat ini sedang sangat berkembang ajaran-ajaran kesetaraan dimana wanita adalah setara dengan pria. Well, tidak ada yang salah dengan ajaran itu. Bahkan, dalam beberapa sisi ajaran itu bisa dibilang sangat bagus dan menguntungkan bagi pria. Pria sudah tidak diharuskan lagi untuk jadi makhluk super tangguh yang nggak boleh gagal. Memang benar dalam beberapa ribu tahun terakhir pria memang seperti menang sendiri dan tidak menempatkan wanita pada posisi yang layak, namun ajaran moral tentang kesetaraan sejatinya bukan tentang mengambil alah mahkota kerajaan, namun menyuarakan suara yang dulu tidak pernah didengarkan oleh siapapun.
Namun pada pengaplikasiannya, banyak wanita yang cenderung kebablasan. Kesetaraan adalah tentang keadilan, namun banyak hal yang menunjukkan bahwa para wanita modern ini seperti aji mumpung. Ada banyak keyakinan sosial baru yang sangat tidak mencerminkan kesetaraan sosial, malah justru cenderung menunjukan kediktatoran. Apa saja sih hal sehari-hari yang bisa dijadikan contoh kesalahkaprahan perkembangan kesataraan pria dan wanita ini. Yuk langsung disimak aja!
ADVERTISEMENTS
Paham aneh yang bilang “uang istri ya uang istri, uang suami ya uang istri”. Logika macam apa ini?
Ada banyak hal aneh yang bisa kita temukan di kehidupan sehari-hari salah satunya adalah paham yang menyatakan bahwa uang suami adalah uang istri, namun uang istri yang miliki si istri sendiri. Entah dari mana pemikiran ini berasal, yang jelas adalah bahwa pemikiran ini sudah sangat bertentangan dengan logika dan ajaran moral kesetaraan. Saat sudah menjadi suami istri, berarti kedua orang itu sudah menjadi satu, uang istri adalah uang keluarga dan uang suami juga adalah uang keluarga.
Pemikiran macam ini adalah sebuah pemikiran yang sangat kebablasan. Setara artinya seimbang. Dari mana imbangnya saat suami dituntut memberi uang istri tapi istri tidak mau berkeringat demi keluarga. Ya kalau si prianya adalah anak orang kaya yang hartanya tidak habis dimakan 7 turunan, silahkan saja seperti itu. Tapi, jika suaminya adalah karyawan biasa, ya pingsan kalau kayak gitu. Sudah jelas bahwa ini tidak seimbang, namun wanita maunya diperlakukan secara seimbang, apa nggak aneh?
ADVERTISEMENTS
Kalau yang enak bilangnya “ladies first” kalau yang nggak enak bilangnya “kamu kan cowok, nggak malu kalau cewek duluan?”. Gila!
Ini satu lagi keanehan dan praktik aji mumpung yang sering dilakukan oleh cewek modern. Contoh saja saat di antrian, pasti cewek pengen didahulukan. Kalau memang mau setara ya harus mau ngantri dong, kan harus seimbang. Kalau urusan yang mengenakkan, cewek selalu bilang ladies first, tapi kalau urusan yang memang agak kurang mengenakkan, cewek selalu bilang kalau mereka cewek dan harus dilindungi. Kalau mau setara ya nggak bisa setengah-setengah gini.
Memang mungkin kaum pria di masa dahulu sebegitu salahnya, tapi kalau pemikiran modern seperti emansipasi hanya digunakan sebagai media balas dendam. Jika para wanita memperlakukan pemikiran Ibu “kita” Kartini dengan sebegitu dangkalnya, emansipasi akhirnya hanya akan jadi alat atau sarana untuk menancapkan dominasi perempuan. Ini bukan pengembangan kesetaraan, tapi ini adalah proses kudeta tahta. Asal para wanita tahu, sudah banyak pria yang saat ini tidak merasa sebagai penguasa namun lebih sebagai teman, nah lalu apalagi yang mau digulingkan jika yang dianggap sebagai raja saja bahkan tidak sadar.
ADVERTISEMENTS
Kalau berantem maki-maki pria seenaknya, giliran dibentak, eh si pria hanya berani sama cewek katanya
Bukannya mau ngajak berantem sih namun cewek suka nggak adil kalau lagi berantem sama cowok. Bukan hanya cewek sih yang nggak adil, namun masyarakat kita yang sering nggak adil. Kalau memang menuntut kesetaraan, ya pandanglah pria dan wanita dalam persona yang sama. Kalau pria gebukin wanita dibilang jahat, tapi kalau ada wanita gebukin cowok, eh dibilang cowoknya cupu, masa sama cewek kalah. Lah, kalau kaya gitu nggak setara dong namanya?
Kalau memang mau setara, apakah cewek bisa dibentak oleh cowok dan nggak ngerasa sedang didiskriminasi? Kalau memang tidak bisa, berarti kata-kata setara tadi tidak lebih dari sekedar retorika kosong yang pada parkateknya tidak mungkin dilakukan oleh mayoritas wanita. Sekali lagi ini bukan tentang pria ingin melakukan kekerasan pada pria, namun kesetaraan harus berlaku penuh, di semua hal, nggak bisa kalau hanya dilakukan di ruang-ruang khusus saja dimana wanita jauh lebih diuntungkan dibandingkan laki-laki
Kesetaraan antara pria dan wanita itu baik, sangat baik bahkan. Wanita berhak bekerja, bersekolah, berpolitik, atau bahkan memimpin seperti halnya para pria. Tetapi, para wanita, yang mungkin karena saking lamanya ditekan oleh pria terus jadi lupa, kesetaraan adalah sebuah kata yang memiliki konotasi sangat positif. Oleh karena itu hal ini tidak bisa dipraktikkan dengan usaha-usaha yang tidak positif dan cenderung manipulatif seperti yang banyak kita temui saat ini. Kesetaraan adalah sebuah kosakata mewah dalam konteks kemanusiaan modern saat ini yang memang sedang dalam kondisi yang memprihatinkan.
Di satu sisi, para pria juga sudah harus meninggalkan pemikiran kuno yang menganggap bahwa wanita ada hanya untuk melayani pria, itu sudah basi. Di sisi lain, wanita juga jangan jadi keblinger dan membuat kata “kesetaraan” sebagai senjata untuk melakukan serangan pada kaum pria, itu keliru dan bahkan jahat namanya.