Setelah pensiunnya Suzana dari perfilman Indonesia, masyarakat seperti begitu merindukan sosok seram nan menegangkan seperti beliau. Tak ayal, banyak produser film yang merilis berbagai film horor dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Mereka berlomba untuk menghibur kerinduan masyarakat lewat film horor yang lebih segar dan ‘menantang’ dari Suzana.
Ada satu hal yang menarik ketika kita sadar ada kata ‘menantang’ dalam film horor produksi paska pensiunnya legenda film horor Indonesia, Suzana. Kata ini menegaskan bahwa adanya beberapa (bahkan sebagian besar) adegan ‘menegangkan’ bagi penonton cowok. Ya, apalagi kalau bukan adegan syur yang dibawakan oleh para aktor cewek. Inilah yang menjadi permasalahan kita. Film horor kita seperti dua sisi mata uang, kadang dipuja karena membludaknya penonton, kadang pula dihina karena banyaknya adegan nggak senonoh.
Bagi para sineas, tentu idealisme menjadi hal yang harus disisihkan. Pasar menjadi tolok ukur yang sangat harus diperhatikan
Setiap orang memiliki idealisme atau keyakinannya masing-masing tentang kehidupan ini. Begitu pula dengan para sineas yang bergelut di bidang perfilman. Tapi sebelum ini, mereka seolah mengaburkan ideologi mereka dalam memproduksi film. Mereka nggak peduli dengan genre film yang akan mereka ciptakan. Selama pasar menyukainya, mereka akan menyajikannya. Sayangnya, saat sebelum tahun 2014, masyarakat begitu menggandrungi film beraliran horor. Sayangnya lagi, bukan film horor yang setiap adegannya membuat penonton jantungan, melainkan film horor yang senantiasa membuat penonton bergairah secara seksual. Ya, seksualitas menjadi bumbu bahan utama dalam film horor macam ini. Selera masyarakat inilah yang menjadi prioritas pembuatan film horor.
Masalah selera, masyarakat Indonesia cukup variatif dalam menanggapi genre film dalam negeri. Produser film tentu nggak mau bertaruh akan hal ini
Kalau berbicara mengenai selera, tentu setiap orang memiliki hasrat yang berbeda-beda. Masalah selera penonton, kita tahu selera masyarakat Indonesia itu beragam. Sementara itu, khusus film horor rasanya seperti pengobat rindu yang selalu dirindukan masyarakat setelah pensiunnya Suzana dari layar kaca. Singkatnya, film horor seolah menjadi selera hampir semua orang di masa itu. Dan seperti yang kita tahu, para produser nggak pengen menyia-nyiakan momen seperti ini. Mereka nggak berani gambling atas produksi yang mereka lakukan.
Dengan begitu, semua orang secara nggak langsung mengakui bahwa wanita memiliki sisi marketing yang bagus: tubuhnya
Dari semua data yang terkumpul atas jumlah penonton film horor Indonesia yang menyajikan cewek seksi sebagai bumbunya, kita bisa mengambil satu kesimpulan yang mendasar. Nggak bisa dimungkiri bahwa ternyata cewek memiliki sisi marketing yang bagus untuk dijual. Ingat film Arwah Goyang Karawang yang diperankan oleh Jupe dan Depe? Jumlah penonton mencapai angka 727ribu lebih. Sebuah pencapaian yang fantastis untuk sebuah film yang katanya horor itu. Sementara untuk film Air Terjun Pengantin yang dibintangi Tamara Bleszynski (2009), diklaim mencapai angka yang lebih besar.
Dengan begitu sudah jelas, bukan, bahwa cewek memiliki sisi marketing yang menjanjikan. Apalagi kalau mereka berani tampil sedikit lebih syur dalam setiap adegan.
Tapi beberapa tahun terakhir, Indonesia telah melahirkan banyak film berkualitas yang digandrungi masyarakat
Balik lagi ke perfilman. Kalau masih mempertahankan slogan klasik “kalau nggak vulgar, nggak akan laku”, masa depan bangsa ini nggak bisa dijamin. Sebab kalau melihat dari usia, penonton film di bioskop-bioskop tanah air selalu beragam. Kita nggak bisa menyaring dan memilah masyarakat yang datang ke bioskop dengan membedakan usia mereka untuk menonton sebuah film. Meski sebenarnya sudah ada kode peringatan dalam film, seperti R (remaja), BO (dengan bimbingan orangtua), D (dewasa), hingga SU (semua umur).
Tapi untungnya, saat ini sudah banyak sineas kece dari Indonesia yang menelurkan film-film dengan kualitas yang jauh lebih baik, jauh dari keseksian yang menjadi bagian dari strategi pemasaran. Inilah yang sebenarnya kita harapkan. Film-film berkualitas yang benar-benar mengedepankan pesan moral dan grafik animasi yang baik.
Lalu setelah itu, mari berdoa bersama. Semoga nggak ada lagi film horor dari Indonesia yang membalutnya dengan perban yang dapat merangsang gairah seksual cowok, dan juga nggak ada lagi eksploitasi tubuh cewek sebagai bumbunya. Semoga.