Konsep kesetaraan gender saaat ini menjadi semakin bias ketika orang-orang—khususnya cewek—nggak bisa memposisikan dirinya sebagaimana mestinya yang diharapkan mereka sendiri pada mulanya. Pada faktanya, saat ini justru banyak yang posisinya sudah tidak setara lagi. Salah satu contoh kasusnya adalah dalam hal pelecehan seksual. Kenapa semua orang, bahkan kaum laki-laki sendiri, banyak berfikir bahwa pelaku pelecehan seksual selalu cowok? Bukankah ini pandangan yang sangat bias? Apakah kesetaraan hanya berlaku saat hal tersebut menguntungkan buat cewek? Sangat jarang ada berita atau kasus yang diangkat ke publik dengan menggunakan cowok sebagai objek kekerasan seksual. Tapi begitu marak kasus cewek yang menjadi korban. Apakah semua itu adil?
Artikel ini bukan berisi ratapan atau keluhan, tapi pertanyaan dan pernyataan mengenai bias gender yang ternyata masih sangat terasa di kehidupan kita. Jika memang cita-cita semua orang adalah kesetaraan gender, maka tidak boleh lagi ada bias gender. Tapi beda ceritanya saat tujuannya adalah dominasi gender. Kali ini Hipwee Boys akan membahas tentang gimana sih kesetaraan gender berpengaruh pada kaum laki-laki terutama dalam ranah pelecehan seksual. Disimak yuk!
Kalau cowok godain cewek dengan siulan, mereka bisa dilaporkan karena perbuatan tidak menyenangkan. Nah, kalau cowok yang digodain?
Nggak sedikit kasus cowok godain cewek dengan siulan atau panggilan genit ketika mereka melintas di hadapan para cowok. Mungkin ini emang terkesan nggak sopan dan kurang ajar. Tapi sebenarnya cowok melakukan hal itu karena cari perhatian. Bukan maksud untuk melecehkan, apalagi sampai melakukan hal-hal yang nggak diinginkan. Sebenarnya nggak semua cowok seperti itu kok. Dan, gara-gara hal ini pula, banyak cowok yang terjerat kasus perdata hingga pidana karena perbuatan tidak menyenangkan.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya KUHP Serta Komentar-komentarnya, hal ini bukan termasuk pelecehan seksual, melainkan sebuah perbuatan cabul, sebab godain cewek dengan siulan itu nggak menimbulkan nafsu birahi. Sementara menurut Ketua Bidang UKM, Wanita Pekerja, Pengusaha, gender & Sosial DPN Apindo, Nina Tursinah, S.Sos, M.M. dalam apindo.or.id, menyatakan yang sebaliknya. Dia mengatakan hal itu juga merupakan bentuk pelecehan seksual, selain kontak fisik (mencubit, mencium, menatap dengan nafsu), isyarat tubuh, tulisan, gambar (foto pornografi), dan psikologis-emosional.
Nah, kalau perbuatan godain ini ternyata dilakukan juga oleh cewek kepada cowok, bagaimana? Bukan nggak mungkin, hal ini juga pernah terjadi, meski nggak sesering cowok. Tapi, cowok nggak pernah mempermasalahkan hal itu, ‘kan?
Masih ingat dengan kasus pelecehan seksual oleh dua penumpang pesawat pada seorang pramugari pada Mei lalu?
Menurut berita yang meluap di berbagai media nasional, kedua penumpang (cowok) pesawat ini dilaporkan ke pihak berwajib setelah melakukan sexual harassment kepada seorang pramugari ketika menawari mereka minuman (susu). Kedua cowok itu dengan santainya bercanda dengan kalimat, “Susu kanan atau kiri?” dan dilanjutkan dengan tawa yang nggak jelas. Merasa dilecehkan, sang pramugari lantas melaporkannya kepada Captain dan Flight Service Manager (FSM/Purser). Sepanjang perjalanan, kedua cowok itu diintrogasi oleh para kru pesawat. Bahkan, sesampainya di bandara, mereka berdua udah ditunggu para penjaga keamanan di bandara.
Kalau kasus ini, emang salah si penumpang. Harusnya mereka tahu kapan dan di mana harus melontarkan candaan seperti itu. Apalagi hubungan mereka cuma sebatas penumpang dan pramugari. Salah kaprah! Tapi, kalau hal ini terjadi pada cowok, bagaimana, Guys?
Di Amerika dan Inggris, ada sebelas persen cowok yang mengalami kekerasan seksual. Dari mulai anak di bawah umur hingga pria dewasa
Dikutip dari esai Heru Susetyo, Staf Pengajar Viktimologi dan Hukum Perliundungan Anak, Universitas Indonesia, penelitian yang dilakukan Lara Stemple mengungkapkan bahwa Center for Disease Control and Prevention dan National Justice Institute Amerika Serikat menemukan fakta bahwa 92.700 pria dewasa telah diperkosa secara paksa tiap tahunnya. Sementara statistik dari National Crime Victimization-Bureau of Justice menemukan bahwa 11 persen korban dari data itu merupakan cowok. Untuk Inggris dan Wales, kasus kekerasan seksual pada cowok sebesar 7,5 persen dari total kasus pemerkosaan setiap tahunnya. Dan ini nggak cuma terjadi pada cowok usia matang. Kasus ini juga terjadi pada anak di bawah umur dan pria dewasa.
Sayangnya, hukum di Indonesia ini justru selalu menjadikan cowok sebagai subjek. Sementara cewek selalu menjadi korban
Bahkan, hal ini dimaktubkan dalam pasal 285 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ini jelas bahwa orang-orang hanya memberlakukan hukum negara kepada cowok. Sementara untuk cewek, nggak ada yang namanya hukum yang berdiri adil. Semua seolah memenangkan cewek dalam urusan kekerasan seksual.
Tapi untungnya, masih ada pasal yang menyebutkan bahwa ada kesamaan gender atas perlakuan nggak menyenangkan ini. Pasal 289 KUHP, berbunyi:
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pembahasan diatas adalah sebuah potret dari masih bias-nya pandangan banyak orang terhadapa kekerasan seksual. Di banyak kitab hukum di dunia, masih banyak yang menganggap bahwa cewek tidak mungkin melakukan kekerasan seksual atau pelecehana. Jika memang yang dituntut dulu adalah kesetaraan, harusnya hal semacam ini tida terjadi.