Demi menunjang eksistensi dan aktualisasi diri, orang-orang senantiasa untuk mengambil foto dirinya, di manapun, kapanpun, dan diunggah ke media sosial masing-masing. Hal yang sangat lumrah untuk kita temui di era modern seperti saat ini. Tapi nggak sembarang foto yang mereka pamerkan, melainkan beragam pose yang unik hingga gila. Tujuannya sama, untuk mengundang minat orang-orang untuk memberikan kesan tertentu pada foto tersebut.
Tapi akan beda ceritanya ketika kita melihat ribuan tahun lalu, zaman di mana foto dan pose bukanlah hal utama dalam hidup mereka. Di lain sisi, ketika orang sudah bisa melakukan pengabadian gambar, mereka akan melakukan hal yang sama; mengabadikan diri mereka lewat potret. Yang unik adalah mereka nggak pernah foto dengan pose tersenyum. Kira-kira kenapa sih, mereka nggak pernah mau senyum saat di foto? Berikut ulasan dari Hipwee Boys!
ADVERTISEMENTS
Orang nggak kuat buat nahan senyum bahkan tawa ketika difoto. Sekali jepret butuh waktu hingga semenit lebih!
Adalah Louis Jacques Mande Da Guerre, seorang penemu tentang proses fotografi yang dia beri nama Daguerreotype tahun 1837. Beberapa tahun sebelumnya, dia menciptakan sebuah alat untuk mengabadikan sesuatu yang memerlukan waktu hingga 30 menit untuk mendapatkan hasil. Sementara proses pengambilan gambar diperlukan waktu hingga beberapa menit. Di tahun 1837 itu, kamera pertama tersebut memerlukan waktu 60-90 detik sekali jepret. Kira-kira ada nggak orang yang kuat menahan senyum atau tawa selama itu?
ADVERTISEMENTS
Selain prosesnya yang lama, mungkin orang nggak bisa tersenyum saat difoto karena kehidupan saat itu nggak semerdeka sekarang!
Menurut sejarah yang ada, zaman dulu memang masih begitu banyak perang yang terjadi di mana-mana. Mungkin orang yang hendak berpose untuk foto pun kepikiran oleh kondisi dan keadaan yang mengerikan. Alhasil, wajah-wajah ketakutan dan was-was pun terbawa sampai di depan kamera. Lagipula, mereka berfoto hanya untuk mengabadikan diri, bukan momen saat foto diambil.
ADVERTISEMENTS
Karena masalah etiket dan standar kecantikan, semua orang lebih baik menutup mulut mereka saat difoto. Era Victoria aneh banget, ya?
Kalau mau menilik jauh ke belakang, tepatnya pada periode 1837-1901 atau era Victoria, senyum nggak berlaku bagi siapa saja. Bukannya nggak boleh , tapi di masa itu, senyum biasanya ditemukan pada anak-anak kecil, orang-orang yang nggak berpendidikan, masyarakat kelas bawah, hingga para pemabuk atau berandalan. Sementara kelas bangsawan atau orang yang dipandang, mengatupkan bibir atau cewek dengan bibir mungil merupakan bentuk sopan santun dan kecantikan cewek pada masa itu. Makanya mereka nggak pernah tersenyum di sembarang tempat.
ADVERTISEMENTS
Sementara untuk sekali jepret pun seorang fotografer memasang harga tinggi. Hanya orang-orang kaya yang mampu buat foto
Ya, selain masih langka dan proses foto yang ribet, bukan nggak mungkin seorang fotografer memasang harga tinggi untuk sekali jepret. Maka dari itu, hanya orang-orang kayalah yang bisa melakukan pemotretan di dalam studio. Mungkin karena budaya bibir mengatup dan asas sopan santun, mereka beranggapan bahwa tersenyum atau tertawa bisa merusak momen pemotretan. Ya, jadinya datar gitu deh mukanya.
Begitulah orang-orang zaman dulu yang tampak begitu menyedihkan ketika difoto. Jadi, sudah nggak heran, ya, kenapa orang dulu seolah pelit buat ‘ramah’ dalam berpose. Dari teknologi yang belum memadai, budaya tersenyum, hingga keadaan sulit yang mereka alami yang memengaruhi pose mereka dalam berfoto. Harusnya kamu bersyukur karena saat ini, foto bukanlah barang mewah seperti zaman dulu.