Media sosial awalnya memang hadir sebagai wadah untuk mengekspresikan diri masing-masing penggunanya. Bisa melalui teks, suara, foto, hingga video. Media sosial juga berkembang menjadi media untuk penyambung relasi. Melalui media sosial, kita bisa bertemu kembali dengan teman-teman lama atau bahkan menjalin relasi baru.
Kini, media sosial pun dimanfaatkan lebih jauh lagi dan nggak jarang berkaitan dengan dunia kerja atau profesionalisme. Beberapa perusahaan turut memantau media sosial calon pekerja sebelum mereka menerima orang tersebut. Karena media sosial dianggap lebih “real” dalam menunjukkan jati diri seseorang. Nggak cuma itu, media sosial juga bisa jadi bumerang bagi para pekerja itu sendiri. Dianggap sama sekali nggak berhubungan dengan dunia pekerjaan, banyak yang curhat atau melakukan “kesalahan” lewat media sosial mereka. Dan akhirnya, yang terjadi adalah seperti yang dialami oleh pekerja ini.
ADVERTISEMENTS
Seorang wanita asal Skotlandia mungkin nggak akan menyangka kalau dirinya dipecat hanya karena persoalan ‘sepele’
Kayleigh Mc Gheek, wanita asal Inverurie, Skotlandia, mungkin nggak akan menyangka jika cuitan-cuitannya di Twitter akan berdampak besar bagi kehidupan pekerjaannya. Kayleigh merupakan seorang customer service di sebuah perusahaan. Entah karena jenuh atau bosan dengan pekerjaannya, Kayleigh sering membuat cuitan yang berkaitan dengan pekerjaannya itu. Tentu saja niat Kayleigh hanya pengen melepaskan uneg-unegnya. Tapi ternyata, semua cuitan yang berhubungan dengan pekerjaannya tersebut dipantau oleh perusahaan.
ADVERTISEMENTS
Perusahaannya tersebut menunjukkan barang bukti berupa cuitannya yang mengeluh soal pelanggan
Dan akhirnya, sesuatu yang ditakutkan pun terjadi. Kayleigh dipecat oleh perusahaannya beberapa hari lalu. Ia mengumumkannya melalui akun Twitter-nya @kayleighmcgheek. Ia mengunggah bukti cuitan-cuitannya selama ini yang dicetak dalam sehelai kertas dan menyatakan kalau itu adalah alasan dia dipecat oleh perusahaan. Dalam kertas tersebut terdapat beberapa cuitan Kayleigh yang berhubungan dengan pekerjaannya, seperti dia berharap pelanggannya mati, curhat soal pelanggan yang sangat menyusahkan, dan lain sebagainya. Dengan bukti-bukti tersebut, tentu Kayleigh nggak bisa mengelak lagi. Akhirnya ia resmi menjadi pengangguran hanya karena cuitan-cuitannya di media sosial.
ADVERTISEMENTS
Nggak hanya di luar negeri, di Indonesia juga pernah terjadi hal yang serupa. Oleh karena itulah kamu harus lebih waspada menggunakan media sosial
Dampak cuitan atau unggahan di media sosial terhadap kehidupan pekerjaan ini nggak hanya terjadi di luar negeri saja. Pada akhir Desember lalu, seorang wartawan tabloit sepak bola juga harus menerima kenyataan kalau dirinya dipecat lantaran cuitannya yang dianggap menyinggung seorang pemuka agama. Cuitannya tersebut melahirkan tagar (tanda pagar) yang berisi seruan untuk memboikot perusahan tempat ia bekerja. Tentu saja hal ini sangat berisiko terhadap perusahaan. Hingga akhirnya dia pun dipecat.
Banyak dari kita yang mungkin nggak menyangka jika apa yang kita unggah di media sosial bisa berdampak sebesar ini, bahkan menyangkut masa depan. Nggak kebayang, kan, ketika kamu melamar pekerjaan lalu dalam sesi wawancara ada sebuah unggahan di media sosialmu yang dipertanyakan oleh pihak perusahaan?
Atau seperti kejadian di atas yang membuatmu harus kehilangan mata pencarian hanya karena cuitan-cuitanmu di media sosial? Bebas menggunakan media sosial bukan berarti kita mengabaikan batasannya. Kamu yang suka nyinyir di media sosial tentang orang lain, apalagi menyangkut profesionalitasmu, bisa jadi bumerang di kemudian hari. Jadi pandai-pandailah bermedia sosial. Jangan dikit-dikit nyinyir soal hal-hal yang nggak penting.