Kapan nikah?
Semakin tua, maka cobaan hidup menjadi semakin naik tingkat. Saat masih kecil, masalah hidup mungkin hanya persoalan nilai rapor. Namun sekarang tak cuma itu, jodoh yang tak kunjung datang juga jadi beban pikiran.
Bahkan gak jarang orangtua mulai mengejar-ngejar untuk menikah saat usaimu mulai matang. Bukan berarti kamu tak ingin nikah, jodoh yang tepat hanya belum datang. Nah, jika kamu pernah dikejar-kejar orang tua untuk segera berkeluarga, maka kisah hidup ini pasti kamu pahami.
ADVERTISEMENTS
1. Umurmu sekarang mungkin sudah lebih dari seperempat abad atau bahkan mendekati akhir usia 20-an.
Kamu bukan anak-anak lagi. Umurmu sudah kepala 2 atau bahkan hampir kepala 3. Bisa dibilang kejayaanmu sebagai seorang remaja single memang seharusnya segera dilepas.
ADVERTISEMENTS
2. Atau mungkin kamu akan sulung, anak bungsu, sudah lulus kuliah, cukup mapan, lengkap deh. Tapi sayangnya, belum ada tanda-tanda kehadiran calon pasangan.
- Umur? Udah mateng
- Kuliah? Udah lulus
- Kerjaan? Udah mapan
- Tampang? Gak jelek-jelek amat
- Pasangan? Masih belum ada
ADVERTISEMENTS
3. Bisik-bisik “mana calon pendamping?” mulai berkumandang dari mulut orang tua.
Dengan kondisi ini, gak bisa dipungkiri, orang tua mulai panik dengan masa depanmu. Kamu mulai betah dengan pertanyaan-pertanyaan :
Kapan nikah?
Mana pendampingnya?
Kamu itu jangan kerja terus, rencana menikah juga kudu dipikirin lho ya.
Cewek kalau gak keburu nikah, susah punya anak.
ADVERTISEMENTS
4. Apalagi jika teman-teman seumurmu sudah pada menggendong anak, sungguh– kamu tak bisa lari dari kenyataan. Pertanyaan “kapan nikah?” selalu membuntuti di belakang.
Percakapan suatu pagi
Mama : Mau kemana?
Kamu : Kondangan, Pris hari ini nikah.
Mama : Apaaaa? Pris? Teman kamu yang sering main kerumah itu?
Kamu : Iyaa
Mama : (berkata lirih, pergi, sambil pasang muka sendu) Pris udah nikah, anak mama malah belum punya pacar .
Dalam hatimu : Yaaah, akunya aja fine-fine aja, kok Mama sedih sih. Nyesel deh tadi bilang mau kondangan.
ADVERTISEMENTS
5. Bahkan tiap pulang dari perantauan, disela-sela perbincangan, gak jarang terselip “kapan bawa mantu buat Ibu?”
Lama diperantauan, sekalinya pulang yang ditanya,
“Gimana udah ketemu jodoh belum dirantauan? Kapan nih bawa mantu buat Mama Papa?
ADVERTISEMENTS
6. Apalagi kalau ada acara keluarga besar, rasanya kamu pengen mangkir atau mending disulap jadi tatakan cangkir.
Om : Apa kabar kamu? Denger-denger sudah naik jabatan?
Kamu : Alhamdulilah Om
Om : Terus kapan nikahnya? Udah ada calon?
Kamu : (Nyengir) Belum om.
Om : Loh, kamu harus bla bla bla…..
Lelah, rasanya pengen disulap jadi tatakan cangkir aja biar gak ditanya-tanya.
7. Sense of mantu orang tua udah gak ada tandingannya. Sampai-sampai kalau kamu deket sama teman lawan jenis, dikira itu pacarmu.
Papa : Tadi itu Doni ya?
Kamu : Iya Pa
Papa : Dia itu baik ya, ganteng, pinter, sholeh.
Kamu : *Diem
Papa: Cocok tuh dia jadi kepala keluarga dan bla bla bla (Mengharap dia adalah pacarmu).
Kamu : Udah punya pacar Pa. Kita juga cuma teman.
Segitunyakah engkau mengidam-idamkan mantu?
8. Kalau tanda-tanda calon mantu masih belum terlihat, gak jarang mereka juga mulai mencoba menjodohkamu dengan yang lain.
Setelah sekian lama bersabar menunggumu bawa calon pasangan, gak jarang orang tua mulai menyerah dan putus asa. Sampai-sampai kamu mulai dijodohkan dengan sosok pilihannya.
Misalnya, dijodohin sama anak temannya tetangganya atasannya saudara perempuannya temannya Papa.
Kalau ternyata gak cocok,
Maaf Pa, kamu tak cocok, belum sreg, gak mantep.
9. Bahkan, gak jarang meraka menakut-nakutimu dengan hambatan keberlanjutan keturunan kalau kelamaan nikah.
Nanti kalau kelamaan nikah, susah punya anak.
Nanti ini
Nanti itu
Ini itu~
10. Dalam hatimu yang terdalam, kamu sebenarnya juga ingin membahagiakan meraka dengan kehadiran seorang menantu.
Tanpa harus disuruh-suruh, sebenarnya kamu juga ingin menikah. Kamu ingin ada pendamping disamping. Kamu pengen memberikan teman ngobrol lain untuk oran gtua tercinta.
-
Tapi mungkin, sekarang ini kamu gak ingin cepat-cepat melepas masa lajang. Kamu berfikir menggapai cita-cita jadi hal utama.
-
Atau mungkin kamu sudah terlalu lelah mencari cinta sejati yang entah dimana dia sekarang ini.
-
Atau mungkin kamu masih merasa belum siap untuk mempunyai pendamping hidup.
11. Maka, seringkali kamu merasa marah, sedih, kesal dengan semua ini. Jenuh juga dikejar-kejar untuk menikah. Menurutmu, mencari jodoh juga kadang gak gampang.
Sesekali kamu merasa putus asa, sempat juga bertengkar kecil dengan orang tua :
Kamu : Jodoh itu udah ada yang ngatur Pa, yaudah sih sabar aja.
Papa : Iya tapi juga harus kamu cari juga, inget umur.
Kamu : Ah mama dan papa gak tahu kan berapa kali aku patah hati? diputusin cewek? ditolak? di PHPin? Sakit Paaaa
Papa : (Aelah, gitu doang, belum tahu kamu dulu papa ngejar mama sampe jungkir balik)
12. Tapi lambat laun, kamu menyadari : orang tua memaksamu menikah bukan ingin bikin kamu tertekan. Mereka hanya ingin memastikan masa depanmu baik-baik saja. Ada pasangan, punya anak, dan tak hidup sendirian.
Dikejar-kejar buat suruh nikah sama orang tua memang menyebalkan. Kadang hal ini bikin kamu merasa tertekan dan tak nyaman. Padahal, dibalik itu, mereka hanya ingin memastikan masa depanmu baik-baik saja. Dan tak selamanya mereka bisa mendampingimu sampai tua.
Mereka hanya ingin kamu bahagia.
13. Mereka hanya berharap, darah keturunan bisa dilanjutkan, dan kamu tak akan melewati masa tua sendirian.
Bukan apa-apa, orang tua menyuruhmu lekas menikah hanya ingin kamu bisa merasakan indahnya berumah tangga. Punya pasangan, punya anak yang lucu-lucu, dan kamu tak pernah kesepian dalam melewati masa tua nanti.
Dikejar-kejar orang tua untuk segera menikah memang sering bikin kesal, tapi dibalik itu semua kamu justru sedang diingatkan untuk mengejar apa yang bikin kamu bahagia di masa depan. Jadi gak ada salahnya, kamu berterima kasih mulai saat ini.