Bukan hal yang luar biasa lagi kalau saat ini masyarakat sudah sangat gemar berkirim barang. Menjamurnya toko online hingga tersedianya banyak jasa kirim yang menjangkau seluruh Indonesia jadi faktor yang memudahkan mobilitas kirim barang. Namun layaknya dua sisi mata uang, kemudahan ini juga terkadang membawa banyak problematika di dalamnya.
Belum lama ini, warganet dihebohkan dengan viralnya video dari seorang pelanggan jasa kirim barang yang protes kepada kurir setelah mengetahui paketnya diterima dalam keadaan kardus yang robek hingga berlubang. Pelanggan ini kemudian merekam bagaimana dia komplain terhadap kurir yang mengantarkan barang dan mengunggahnya ke media sosial. Namun, niat memviralkan ini justru jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Selengkapnya di uraian Hipwee Hiburan berikut!
ADVERTISEMENTS
Awalnya pelanggan menerima barang dengan keadaan kardus yang robek hingga berlubang. Kemudian dia menanyakan pada kurir, namun kurir nggak mampu memberikan alasan
Melalui sebuah video yang dibagikan, pengunggah tampak sedang protes karena kardus pembungkus dari paket yang dia terima berlubang. Ketika mencoba menanyakan pada kurir, kurir nggak mampu memberikan alasan karena dia hanya bertugas mengantar barang. Seorang perempuan yang diduga sebagai istri pengunggah kemudian terus menanyai kurir sampai dia masuk rumah karena merasa kecewa. Namun kemudian pengunggah justru marah dan melontarkan kalimat bernada keras dan kasar terhadap sang kurir.
ADVERTISEMENTS
Perselisihan antara kurir dengan pelanggan ini bahkan terekam cukup lama. Pengunggah juga sempat memberikan ancaman untuk memviralkan kasus ini di media sosial
Karena merasa dikecewakan, pelanggan jasa kirim ini kemudian merekam perselisihannya dengan sang kurir. Kurir yang merasa nggak tahu apa-apa sempat menyarankan untuk mengecek isi paket jika ditakutkan ada item yang hilang. Namun pelanggan justru meminta kurir untuk menghubungi manajernya. Ketika kurir mengatakan bahwa dia merasa tersinggung, pelanggan tersebut justru semakin terbawa emosi dan melontarkan kalimat bernada keras. Pelanggan sempat protes karena kardus paket yang datang kepadanya sudah ditempel stiker “fragile” atau peringatan bahwa benda mudah pecah. Karena kurir nggak mengerti soal hal ini, pelanggan kemudian terus memintanya menghubungi manajer untuk bicara dan menjelaskan.
ADVERTISEMENTS
Pelanggan sempat mengunggah video yang menunjukkan isi dalam paket—ternyata hanyalah boneka dan mobil-mobilan. Banyak warganet yang kemudian heran mengapa dia harus semarah itu kepada kurir
Salah satu video yang dia unggah menunjukkan bahwa isi dalam paket ternyata hanyalah sebuah boneka dan mobil-mobilan. Video yang awalnya diviralkan sebagai sebuah komplain dan senjata untuk ‘memviralkan’ kurir kemudian berbalik menjadi bumerang bagi si pengunggah atau pelanggan. Video ini dengan cepat viral dan tersebar melalui akun-akun publik. Warganet juga banyak memberikan komentar senada, simpati justru datang kepada kurir jasa kirim. Bahkan kabarnya, kurir justru mendapat kiriman uang dari salah satu warganet yang merasa simpati.
ADVERTISEMENTS
Nggak semua kasus yang viral selalu berpihak pada pengunggah. Internet penuh dengan hal yang nggak terprediksi dan segala hal mungkin saja terjadi
Kemarahan, kegembiraan, simpati, dan berbagai reaksi lainnya yang dengan sengaja kamu unggah ke media sosial, nggak selamanya berpihak kepadamu. Jika nggak hati-hati, kamu yang bermaksud mendapat pembelaan warganet atas apa yang kamu alami, justru jadi bahan hujatan yang membuatmu jadi ‘musuh bersama’. Sejauh apa pun kamu melakukan pembelaan terhadap apa yang kamu unggah, selamanya warganet sulit dikontrol karena mereka melakukan tindakan koletif dan tanpa membawa nama pribadi (anonimitas). Maka, diperlukan kebijaksanaan luar biasa sebelum kamu mengunggah kontenmu di media sosial, karena semua hal bisa saja terjadi. Berharap viral dan jadi terkenal boleh saja, namun apakah kamu yakin siap menerima segala sisi pendapat warganet yang sama sekali nggak bisa kamu kendalikan?
Melalui kasus yang viral ini, sebenarnya kita bisa belajar banyak. Mulai dari kontrol emosi, bagaimana komplain dengan prosedur yang semestinya, hingga bagaimana kebijaksanaan kita untuk mengunggah konten di media sosial. Jangan-jangan, justru unggahan kita sendirilah yang mengantarkan kita pada komentar negatif karena secara umum tindakan kitalah yang nggak bisa dibenarkan.