Figur publik tentu saja bisa menjadi inspirasi melalui karyanya atau pribadinya. Ada hal baik dan positif yang bisa diambil. Apakah itu dari apa yang mereka ciptakan, atau pun dari kejadian yang pernah mereka alami. Dan bagaimana mereka merespons atau menanggapi hal tersebut, juga bisa membuat para figur publik ini semakin disukai oleh para penggemarnya.
Persoalan yang mungkin nggak bisa dipisahkan dari seorang figur publik adalah soal body shaming. Sudah banyak dari mereka yang mengalami hal ini. Biasanya hal tersebut dilontarkan oleh orang-orang yang nggak menyukai mereka atau dari warganet yang sama sekali nggak tahu dengan latar belakang mereka. Audy Item salah satunya. Nggak sekali dua kali, dia menjadi sasaran body shaming warganet berkali-kali. Beruntung dia menanggapi tersebut dengan positif, termasuk dukungan dari sang suami, Iko Uwais, yang semakin diapresiasi publik. Ternyata bukan mereka yang sering tampil di publik saja yang menerima perlakuan ini, tapi juga orang-orang “di belakang panggung”, seperti penulis buku.
ADVERTISEMENTS
Ika Natassa membagikan pengalamannya soal body shaming yang ternyata juga menimpanya
Kemarin, salah satu penulis novel populer Tanah Air, Ika Natassa, membagikan pengalamannya soal body shaming. Melalui Instastory-nya, Ika menceritakan bahwa dia juga pernah mengalami body shaming, seperti kebanyakan orang lainnya. Padahal semua orang dilahirkan tentu dengan bentuk tubuh atau tipe fisik yang berbeda-beda. Tapi karena muncul yang namanya standar kecantikan, maka timbullah acuan seseorang bisa dikatakan cantik atau nggak. Hal ini juga menimbulkan stereotip semisal “gendut itu nggak laku”, “kurus dituduh sakit”, dan sebagainya. Dan ternyata, Ika Natassa juga pernah mengalamai hal tersebut. Baginya itu sangat menyakitkan. Pasalnya, di review bukunya, beberapa orang malah mengulas bentuk fisiknya sebagai penulis.
ADVERTISEMENTS
Padahal komentar tersebut harusnya berisi ulasan bukunya, bukan ulasan tentang bentuk fisiknya
“Tadinya Ika Natassa ini dari namanya siyy kelihatan cantiik, eh ternyata, bentuknya kayak maap, Tika Panggabean”
“Dan kalau boleh jujur saya bilang Ika itu tidak cantik hehehe…(maaf).”
Apa yang dilakukan orang-orang ini tentu saja nggak pada tempatnya. Bagaimana bisa, ulasan sebuah buku berubah jadi ulasan bentuk tubuh penulisnya. Bahkan sebenarnya nggak ada tempat untuk namanya body shaming. Dalam beberapa komentar, terlihat warganet langsung menghakimi kalau Ika itu nggak cantik, bahkan dibilang seperti Tika Panggabean. Dua burung satu batu, body shaming tersebut bukan hanya terhadap Ika Natassa, tapi juga Tika Panggabean. Memangnya kenapa dengan bentuk fisik Tika?
ADVERTISEMENTS
Padahal penulis buku jarang sekali tampil di publik, nggak seperti seleb atau artis lain. Tapi tetap saja nggak lepas dari kejulidan jari warganet!
Sebagai seorang penulis, Ika sama sekali nggak mempermasalahkan kritikan dari para pembacanya. Wajar, karena nggak ada karya yang sempurna. Justru kritikan yang membangun akan membuat penulis mana pun menjadi lebih baik lagi. Bahkan Ika nggak tersinggung dengan kritikan yang pedas sekalipun. Tapi yang dia permasalahkan adalah kenapa orang-orang ini menghubungkan bentuk fisiknya dengan karya atau tulisan yang dia buat.
“I’m far from perfect, physically & emotionally. I know that. But I’m trying to be better, to make myself happy, my familu and loved ones happy, and maybe spread some happyness here too”
Nggak ada tempat untuk yang namanya body shaming. Cantik atau tidaknya seseorang tentu tergantung sudut pandang masing-masing. Apalagi cantik itu bukan serta merta fisik belaka. Lebih dari itu, inner beauty justru lebih penting. So, nggak usah julid kayak orang-orang ini, ya, Guys! Heran aja, review buku kok malah review bentuk fisik penulisnya!