Apakah Pandji pernah garing saat pentas dan tidak ada yang ketawa?
Kalau di tur sih alhamdulillah belum pernah. Karena menariknya di tur adalah orang bayar buat nonton kita, jadi mereka sudah siap kalau “gue pengen nonton komedi.” Tapi kejadian-kejadian kayak begitu seringnya di acara-acara korporat. terutama saat jadi MC.
Tidak cocok ya?
Satu, mereka tidak tahu kalau ada stand up, jadi mereka tidak siap. Dan ada yang tidak kenal saya juga mungkin. Selanjutnya juga momennya yang kurang tepat. Saya sering tuh stand up di tengah-tengah rapat kementerian keuangan atau Ditjen Pajak. Saya pernah juga stand up saat sebelumnya ada anak-anak kanker nyanyi “Jangan Menyerah”. Haduh, itu semua lagi pada sembap lalu saya disuruh melawak, ya tidak ada yang ketawa. Asli, sulit banget.
Bagaimana taktik mengatasi itu?
Biasanya kalau saya lempar jokes dan tidak kena, saya akan pindah ke jokes yang lain, siapa tahu kena. Kalau berikutnya masih tidak kena, digeser lagi terus saja. Pernah sekitar 25 menit berlalu, saat saya masih ngomong, tiba-tiba yang punya acara–bukan EO-nya atau MC-nya– maju ke atas panggung ambil mikrofon, dan ngomong “makan siang sudah tersedia!” Wah, gila.
Bersyukur atau bagaimana saat diberhentikan itu?
Saya sudah dibayar untuk 30 menit, jadi harus diselesaikan 30 menit. Ketika mereka pindah semua, kosong ruangannya, saya tetap melawak sendiri. Memang sulit pekerjaan ini karena setiap panggung tidak pernah sama. Kita bawa satu set jokes 30 menit, belum tentu bekerja dengan baik di panggung lain. Saya ambil contoh, ada joke yang tidak bekerja di semua kalangan, yakni “nama saya Pandji, istri saya satu, anak saya dua, dan saya tidak berpoligami. Bukan karena tidak ingin punya banyak istri, tapi karena tidak ingin punya banyak mertua.” Nah, yang sudah nikah mengerti keresahan itu, tapi anak-anak sekolah mana paham? Lalu lanjutannya adalah, “waktu kecil, saya paling takut di rumah sakit dan ruang mayat. Sekarang saya sudah kerja dan punya duit sendiri, sekarang saya takutnya dengan ruang administrasi.” Nah, anak-anak SMA yang tidak pernah membayari bapaknya masuk rumah sakit tidak mengerti keresahan itu. Lu nggak pernah lihat tagihan 30 juta sih [tertawa]. Satu buah joke di sebuah kalangan bisa pecah banget, tapi di kalangan lain bisa tidak sama sekali. Kuncinya adalah mengamati penonton dan pikirkan joke apa yang bakal kena sama mereka dan kita susun.
Apakah susah menjadi orang lucu?
Susah, karena kadang-kadang tidak lucu [terbahak]. Kalau selalu lucu sih enak, tapi kadang kan tidak. Belum lagi kadang orang tersinggung. Makanya banyak stand up comedian yang depresi. Robin Williams bunuh diri, padahal dia kurang lucu apa coba? Makanya tertawa itu kadang justru sebagai cara untuk mengatasi kesedihannya. “Kalau gue nggak ketawain maka gue bisa gila”. Stand up comedian nomor satu dunia dan paling legendaris, Richard Pryor lahir di rumah bordil, ibunya pelacur, bapaknya germo. Ia lahir dalam kondisi seperti itu. Kalau ia tidak menemukan cara untuk menertawakan hidupnya, mungkin sudah gila atau malah jadi penjahat. Saya tahu kalau banyak komedian yang mati karena banyak minum antidepressants. Dan banyak juga komedian yang perilakunya aneh-aneh tapi kadang keanehannya itu malah jadi masalah. Memang susah jadi orang lucu. Saya pernah syuting Opera Van Java lalu masuk ke ruang tunggunya, eh bau minyak kayu putih atau balsam, kayaknya tuh semua sudah masuk angin, dan teler. Bayangkan, setiap hari melawak! Tekanan stresnya itu lho, ingin melucu, sekalinya lucu eh tidak ada yang tertawa. Habis itu dibayar mahal, tambah lagi tekanannya.
Bagaimana cara Pandji mengatasi depresi semacam itu?
Stand up comedian mengatasi depresi dengan bercanda dan membercandai. Menertawakan dirinya dan dunia sekitarnya. Tapi tidak jarang juga stand up comedian yang minum antidepressant. Di Indonesia pun begitu. Depresi, kecenderungan bunuh diri, dan bipolar adalah kecenderungan-kecenderungan yang bisa diatasi. Hanya saja orang masih bingung dengan psikolog dan psikiater. Pergi ke psikolog diasumsikan sebagai orang gila. Padahal hampir semua orang pergi ke psikolog lho di luar negeri, entah psikolog pribadi, karier, atau pernikahan. Di sini kalau ada pasangan yang pergi ke psikolog pernikahan malah ditanya “Kenapa sih lu? Mau cerai?” Lah, justru mau diselamatkan! Bagaimana sih? Sehingga ketersediaan psikolognya menjadi kurang banyak.
Saya sendiri sangat dekat dengan gangguan jiwa dan depresi. Ada kejadian yang berkesan. Saya pernah datang ke rumah sakit jiwa perempuan. Di sana ada satu perempuan yang tidak pernah bicara sama sekali sama dengan orang lain. Dia cuma mojok saja sambil menonton televisi. Lalu waktu saya bertanya ke dokter untuk mencari orang yang bisa diajak wawancara, dokternya bilang, “yang ini nggak usah ya, soalnya nggak pernah ngomong sama orang”. Kata dokternya, perempuan itu paranoid karena kebanyakan sabu sehingga otaknya rusak. Lalu saya wawancara seorang ibu-ibu yang gila, dan dia tiba-tiba ngomong, “Gimana rasanya?”. Saya bingung,”Rasanya apa?”. Dia jawab,”…rasanya disuruh wawancara orang gila.” Wah, saya langsung merinding!
Pulang dari situ tiba-tiba perempuan gila yang di pojok tadi memanggil, ”Pandji ya?”. Dia ternyata sering mendengarkan suara saya waktu dulu siaran. Dokternya sampai kaget mendengar dia bisa bicara. Dia bilang, “aku dulu dengerin Hard Rock FM.” Dokter dan suster-susternya lalu mundur. Dia duduk di kursi roda, lalu saya jongkok. “Dulu saya sering dengerin program Paranoia di Hard Rock FM.” Itu program yang bahas tentang partygoers. “Iya, dulu saya badung sih, suka pakai sabu tapi sekarang aku sudah sama pacar aku,” bilangnya, lalu saya dikasih sebuah foto polisi. Saya bilang, “Oh, pacarnya polisi ya?”. Ia jawab, “Iya pacarku polisi, nanti dia mau ke sini lagi.” Lalu saya tanyakan ke dokternya karena sebelumnya dikatakan kalau dia tidak mau ngomong dengan orang lain, tapi ini bahkan dia punya pacar. Kata dokternya: “Bukan, itu polisi yang nangkep dia”. [tertawa] Pengalaman itu menempel banget di kepala saya.
Saat sedang bersama teman-teman syuting Insya Allah Sah 2, tiba-tiba kita lihat ada orang gila perempuan telanjang bulat. Karena kasihan, saya minta mereka memberikan hoodie yang saya punya ke orang gila itu. Awalnya saya senang melihat dia sudah tidak telanjang lagi. Lalu saat saya cek, eh ternyata hoodie yang diambil teman-teman saya adalah yang dulu dibeli di Amerika, waduuuuuuuhhh nyarinya sudah susah lagi itu. Tahu begitu saya kasih sarung saja.
Pernahkah ada momen Pandji capek untuk melawak?
Di rumah. Kalau sudah sampai rumah, pokoknya tidak mau ngelawak. Malah istri saya lebih lucu sebenarnya. Anak saya lebih senang ketawa dengan Gamila (nama istri pandji). Apalagi kalau tur, kerjanya di luar melulu, sehingga saat istirahat cuma inginnya di rumah aja. Liburannya tuh di dalam rumah. Ketemu keluarga sendiri, makanan sendiri, kasur sendiri. Tapi orang-orang di rumah kan liburannya keluar rumah, jadi mau tidak mau saya kadang keluar juga walau capek di badan. Tapi enteng di hati karena menghabiskan waktu dengan keluarga.
Melucu itu nggak gampang, apalagi kalau nggak ada persiapan. Jadi kalau selama ini kita pikir menjadi komika adalah suatu hal yang mudah, yah obrolan Hipwee bersama Pandji bisa jawab benar-tidaknya.