Kalau mengingat-ingat lagi masa-masa muda kita di era 90’an, sepertinya begitu indah ya? Banyak hal-hal serta kenangan yang tak mungkin terulang lagi di zaman sekarang. Apa yang kita ketahui dulu, belum tentu bisa diketahui pula oleh anak-anak saat ini. Musik anak-anak misalnya.
Ketika kecil dahulu, kita mengenal sejumlah nama tenar di ranah lagu anak-anak. Sebut saja Chikita Meidy, Maissy, Trio Kwek-Kwek, Joshua, dan masih banyak lagi. Anak masa kini belum tentu bisa menikmati riangnya musik-musik di era tersebut. Justru, kini banyak anak cilik yang menyenangi lagu-lagu dewasa yang secara liriknya belum bisa dan belum seharusnya diterima nalar mereka. Misalnya saja “Sakitnya Tuh Di Sini”.
ADVERTISEMENTS
Kalau boleh merunut, jumlah penyanyi cilik mulai dari era 70-90’an tak terhitung banyaknya. Mereka hadir dengan lagu dan lirik yang menggambarkan betul bagaimana rasanya jadi anak-anak
Di era 70’an, ada nama Ira Maya Sopha dengan lagu “Sepatu Kaca” yang ternama di masa ayah dan ibumu masih cilik. Masih ada lagi nama Adi Bing Slamet dan Chicha Koeswoyo. Di era 80’an, barulah dikenal nama-nama Novia Kolopaking, Anggun C. Sasmi, Puput Novel, dan Chyntia Lamusu yang di kemudian hari juga sering berkeliaran di area televisi. Di tahun 90’an, ada Enno Lerian, Trio Kwek-Kwek, Agnes Monica, Joshua, Maissy, serta Chikita Meidy. Di tahun 2000 sendiri masih ada sejumlah penyanyi anak-anak, terutama di tahun 2000 awal. Sebut saja Sherina, Derby Romero, Tasya, dan Ciccio.
ADVERTISEMENTS
Saat itu, label rekaman untuk lagu anak-anak masih banyak berdiri. Malah tiap label saling berebut untuk memproduksi album-album ini
Beda dulu, beda sekarang. Jikalau dahulu tiap label rekaman menganggap album anak adalah kesempatan emas, justru album anak kini dianggap tidak profit (apalagi kaset sudah tak laku lagi, serta banyaknya pembajakan di era digital). Menurut pengamat musik Bens Leo, label rekaman anak kini sudah banyak yang tutup dan tiarap semua karena tidak memberikan untung bagi pihak label. Yang tersisa kini hanyalah label-label rekaman kelas internasional seperti Sony Music Indonesia yang mana lagunya didominasi oleh lagu-lagu dewasa dan jauh lebih profit.
ADVERTISEMENTS
Karena sekarang label rekaman lagu anak sudah tiarap, acara musik anak-anak pun cuma jadi mitos. Tak ada lagi program-program seperti Tralala Trilili, Kring Kring Olala, dan Pesta Ceria.
Ya, tentu saja! Jika tidak ada label rekaman, tentunya bakat anak-anak dalam hal olah vokal tak sanggup terfasilitasi. Seandainya saja penyanyi cilik bisa mengirimkan demo rekaman ke label dan kemudian diterima, mereka akan diorbitkan menjadi artis. Salah satu caranya dengan menyiarkan video klipnya lewat acara musik. Peran label rekaman sebagai jembatan antara si artis cilik dengan masyarakat tak ada, maka hilang juga kesempatan tumbuhnya artis cilik dan acara musik itu sendiri karena saling keterikatannya.
Beda banget ya sama masa kecil kita dulu? Saat artis cilik marak, label rekaman banyak, acara televisi yang memutar lagu anak selalu mengisi waktu luang kita. Mulai dari Tralala Trilili, Kring Kring Olala, Pesta Ceria, Cilukba!, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENTS
Dulu kita mengenal nama-nama pencipta lagu anak tenar. Sebutlah Papa T Bob, Hadad Alwi, hingga Kak Nunuk.
Kalau mau disebutkan satu per satu, pencipta lagu anak-anak di masa dulu pun begitu banyak. Mulai dari Titiek Puspa yang mencipta untuk Saskia dan Geofanny, Pak dan Bu Kasur, Kak Seto, Papa T Bob, Kak Nunuk, hingga Hadad Alwi yang spesialis lagu anak-anak religi. Sekarang?
Kabar terakhirnya, Papa T Bob terkena masalah penipuan dan judi. Kak Nunuk sebenarnya masih mencipta lagu, hanya saja memang kurang terdengar gaungnya karena keadaan industri musik sekarang sudah berbeda. Sedangkan Hadad Alwi pun tak jauh berbeda dengan Kak Nunuk. Ia masih konsisten di lagu anak-anak religi dengan menggandeng artis cilik bernama Vita dan Anti dalam lagu “Rindu Muhammad-ku” beberapa waktu lalu. Bisa dibilang yang dilakukan Hadad Alwi sukses, tapi tetap tidak bisa memunculkan lagi iklim lagu anak-anak seperti jaman-jaman sebelumnya. Ditambah dengan tidak adanya regenerasi pencipta lagu anak yang baru.
ADVERTISEMENTS
Industri musik anak-anak memang muncul lagi sekarang. Namun tidak terfasilitasi dengan baik. Misalnya soal penghargaan untuk dunia musik anak.
Kita boleh berlega hati karena kini dunia musik anak mulai bangkit lagi, meski tak seindah dahulu. Namun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan khususnya soal ajang penghargaan untuk mengapresiasi para pelaku dunia musik anak. Sebenarnya penghargaan itu sendiri sudah ada, hanya saja tidak terspesifikasi. Tak mengherankan ada beberapa kategori di mana penyanyi anak harus bersaing dengan penyanyi dewasa, selain untuk kategori penyanyi anak terbaik itu sendiri. Penghargaan untuk pencipta lagu anak sendiri, sejauh ini baru tercatat ada di AMI Awards. Di mana pada tahun 2014, nama Patrick Effendy (sekaligus juga manajer Coboy Junior) memenangkan kategori Pencipta Lagu Anak-Anak Terbaik.
ADVERTISEMENTS
Artis cilik di masa kini banyak yang tersebar sebagai pemain sinetron atau bintang iklan. Ada sih penyanyi anak, tapi mereka disiarkan di acara musik dewasa.
Karena tayangan khusus lagu anak-anak, ke mana lagi larinya lagu-lagu anak tersebut? Tak lain dan tak bukan, tentu saja di acara musik untuk dewasa atau keluarga. Padahal sekalipun itu acara musik keluarga, banyak lagu-lagu dewasa bertema cinta yang belum seharusnya dipahami anak-anak.
Lagu anak zaman sekarang lebih tersegmentasi. Untuk anak berusia tanggung, gak jarang tema cinta-cintaan muncul.
Aku bukanlah Superman
Aku juga bisa nangis
Jika kekasih hatiku
Pergi meningalkan aku
Lagu anak-anak di tahun 2000-an ke atas ini, tak lagi polos. Bila dahulu lagu anak-anak berisi tentang senangnya bermain-main, makanan favorit, serta membantu dan berkomunikasi dengan orang tua, beda dengan lagu anak masa modern kini. Untuk anak-anak, masih ada lagu-lagu yang bertema persahabatan, sekolah, dan lingkungan global. Misalnya saja Romaria. Tapi untuk anak dengan usia tanggung (remaja belum, anak-anak sepenuhnya juga bukan), maka tema cinta yang sering muncul. Coba tengok lagu dari band The Lucky Laki dan Coboy Junior yang mengisahkan tentang rasa jatuh cinta.
Uniknya, kompetisi menyanyi anak di televisi setiap tahunnya selalu ada. Tapi tak ada yang menyanyikan lagu anak di atas panggung.
Banyak sekali les-les musik, khususnya olah vokal untuk anak bermunculan. Tapi rupanya ini belum mampu mengembalikan iklim industri musik anak-anak seperti dahulu kala.
Lalu, apakah kita harus menyerahkan nasib lagu anak-anak pada Tukang Odong-Odong? Pasalnya, mereka yang sekarang konsisten mengenalkan lagu anak yang sesuai dengan dunia anak itu sendiri.
Mengembalikan industri musik anak-anak seperti masa keemasan di tahun 70’an hingga 90’an memang tidaklah mudah. Sebab dibutuhkan peranan dari artis silik itu sendiri sebagai pemilik bakat, pemiliki label rekaman, pencipta lagu, hingga media sebagai lingkungan tempat berekspresinya anak-anak. Tapi meskipun kelihatan sulit dan pesimis, kita harus berterimakasih pada Tukang Odong-Odong yang sering berkeliling di sekitar rumah kita.
Setidaknya, Tukang Odong-Odong adalah bukti nyata kepedulian seseorang terhadap dunia bermain dan dunia musik untuk anak-anak yang perlu dijaga.
Kita yang bukan Tukang Odong-Odong, masa’ cuma jadi penonton dan nggak melakukan apa-apa?