Mendapat kesempatan berkuliah di Jogja, bagi kamu anak Jakarta, artinya adalah harus hidup merantau. Jauh dari orang tua, jauh dari kota kelahiran tercinta. Kamu pun menebak-nebak bagaimana hidupmu akan berjalan di kota yang masih asing untuk kamu tinggali.
Jogja dan Jakarta memang masih sama-sama berada di Pulau Jawa. Namun, kultur, suasana, dan kehidupan benar-benar berbeda. Inilah sekelumit perasaan yang anak-anak Jakarta rasakan saat harus merantau ke Jogja.
ADVERTISEMENTS
1. Saat pertama menginjakkan kaki di kota Jogja, kamu merasa bahagia karena…. NGGAK MACET!
Jogja itu provinsi yang besar, lebih besar dari Jakarta pastinya. Tapi, jumlah penduduknya cukup jauh lebih rendah. Jadi, kotanya nggak begitu padat dengan penduduk. Sudah gitu, penduduknya taat aturan lalu lintas, pula. Pantes, ya, nggak macet.
P.S. : Setidaknya bebas macet di weekdays, karena pas weekend Jogja disesaki turis.
ADVERTISEMENTS
2. Di Jogja, mau kemana-mana terasa dekat. Mau ke bandara/stasiun? 30 menit sudah sampai. Beda banget kalau dibandingkan dengan ke Bandara Soetta atau Stasiun Gambir
Di Jakarta, jarak dari rumah ke bandara atau stasiun harus ditempuh dalam waktu (minimal) 1 jam. Itu saja sudah pakai lewat tol yang biayanya nyaris 50.000 rupiah.
Kalau di Jogja, jarak dari bandara atau stasiun ke tempat kostmu bisa ditempuh hanya dalam 30 menit. Itupun tanpa lewat jalan tol. Dan kalau jalanannya nggak ramai, bisa cuma dalam 15 menit saja, tuh!
ADVERTISEMENTS
3. Di awal masa perantauan, banyak perbedaan yang kamu rasakan.
Jakarta dan Jogja jelas adalah 2 kota yang berbeda. Di awal-awal kehidupan sebagai perantau, dari hal-hal inilah perbedaan benar-benar kamu rasakan:
ADVERTISEMENTS
Cari makan di Jogja itu gampang, murahnya juga nggak ketulungan…
Nasi + telur + es teh = Rp 8.000
Nasi + ayam + es teh = Rp 10.000
Nasi + tahu + tempe + sayur + es teh = Rp 9.000
Iya, harga makanan segitu masih bisa kamu temukan di Jogja. Dan nyarinya pun sama sekali nggak susah. Hampir di setiap area kost-kostan ada warung makan yang menyediakan menu ini dengan harga yang sama murahnya.
ADVERTISEMENTS
Otomatis, kamu pun juga merasakan perbedaan di berat badanmu
Bisa beli makanan dengan harga segitu murahnya, masih nanya kenapa jarum timbanganmu makin ke kanan?
ADVERTISEMENTS
Kendaraan umum jarang sekali ditemukan. Untuk kamu yang nggak dibekali kendaraan, untungnya sekarang ada transportasi berbasis online
Kendaraan umum, seperti bus kota dan angkot, cukup jarang berlalu-lalang di jalanan Jogja. Saat pukul 5 sore, mereka juga sudah nggak beroperasi lagi. Jadi, untuk kamu yang nggak dibekali kendaraan, bisa menggunakan jasa angkutan transportasi online agar lebih mudah.
Sebenarnya, ada kendaraan umum lain di Jogja yang bisa jadi alternatif, yaitu TransJogja. Sayangnya, rute TransJogja terlalu rumit, memutar jauh dan itu-itu aja. Belum lagi letak haltenya yang saling berjauhan. Jarang jadi pilihan, deh.
Nggak kayak di Jakarta, mall yang ada di Jogja jumlahnya bisa dihitung pakai jari. Literally
Ambarukmo Plaza, Malioboro Mall, Galeria Mall, dan Jogja City Mall, Hartono Mall, Lippo Mall Plaza Yogyakarta. Sepertinya hanya itu saja mall yang ada di Jogja. Jumlah yang nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan di Jakarta. Di Kelapa Gading saja sudah ada 5 mall. Di daerah Senayan ada 3 dan di sekitar Bundarah HI ada 4. Belum lagi di Pondok Indah dan daerah Jakarta Barat. Ckckck.
Ukuran mall-nya pun terbilang kecil jika dibandingkan di Jakarta
Datang jam 13.00
Putar-putar ke semua toko sampai 3 kali
Liat jam: 14.00
Mall di Jogja memang terbilang kecil, bisa “dihabiskan” dalam waktu singkat. Padahal kalau putar-putar di Grand Indonesia, nggak kerasa sudah ngehabisin waktu 3 jam.
Dulu, bioskop di Jogja cuma ada 2. Kalau mau nonton film box office, harus rela antre panjang berjam-jam.
Jika di pertengahan 2014, bioskop di Jogja itu hanya 2 saja, yaitu Empire dan Ambarukmo. Jadi, kalau mau nonton film box office kayak Man of Steel, The Avenger, atau Twilight Saga, kamu harus siap-siap antre sampai eskalator atau parkiran mobil.
4. Kamu juga sempat kesulitan memahami bahasa setempat
Teman A: “Asem, dosen e mau suwi banget. Marai ngelih.”
Teman B: “Ho’oh ki, nganti mbayangke sambel pecel mau.”
Teman A: “Meh mangan ora? Sisan, yoh!”
Teman B: “Yo, ayo. Wis ngelih banget.”
Kamu: *bengong* :O
5. Di Jogja, orang menunjuk arah dengan utara, timur, selatan, dan barat
Kamu: “Pak, kalau Monjali itu di mana, ya?”
Tukang becak: “Mbaknya dari sini ke utara, nanti ada bangjo (lampu lalu lintas) ke barat. Lurus aja. Nanti Monjali ada di sebelah utara Ring Road, kanan jalan.”
Kamu: *dalam hati* “Utara? Barat? Ini harus lihat kompas berarti?”
Fyi, untuk di Jogja, nunjukkin arah memang pakai utara, timur, selatan, dan barat. Patokan arah utaranya adalah Gunung Merapi. Jadi, kira-kira seperti ini:
Menuju Gunung Merapi = arah utara
Kanan Gunung Merapi = arah timur
Menjauhi Gunung Merapi = arah selatan
Kiri Gunung Merapi = arah barat
Sebenarnya gampang, sih. Tapi kalau Gunung Merapinya lagi tertup awan atau sudah malam, ya terpaksa buta arah.
6. Nggak jarang jadinya kamu merasa homesick dengan keadaan Jakarta
Belum terbiasa hidup sendiri, nggak begitu paham pula sama bahasanya, sering membuat kamu homesick sama keadaan di Jakarta. Kamu paham semua omongan orang-orang di sana, kendaraan umum banyak jumlahnya, dan pastinya bisa berkumpul setiap hari sama keluarga tercinta.
7. Tapi tetap saja harga tiketnya mahal. Mau nggak mau pulangnya hanya setiap libur semester
*Ngecek harga tiket di internet*
Harga tiket kereta PP: Rp 500.000
Harga tiket pesawat PP: Rp 1.000.000
*Tutup laptop* *Nangis di pojokkan karena nggak bisa pulang pas ada long weekend*
Nasib anak rantau, cuma bisa pulang setiap libur semester.
8. Akhirnya, kamu menghabiskan akhir pekan dengan mengeksplor kota perantauanmu ini…
Karena gagal pulang ke Jakarta, akhirnya kamu menerima tawaran teman-teman untuk menghabiskan libur akhir pekan bersama, mengeksplor Jogja.
Keliling-keliling Jogja
Jogja itu besar banget! Nggak hanya kota Jogja saja, tapi masih ada Sleman, Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul. Di daerah tersebut, banyak tempat-tempat bagus yang bisa dikunjungi. Mulai dari Gunung Nglanggeran, Kebun Buah Mangunan, Wisata Kalibiru, sampai pantai-pantai pasir putih di daerah Gunung Kidul. Nggak sedih deh gagal ke Jakarta kalau gantinya tempat bagus kayak gini.
Foto-foto di tempat wisata
Apa yang harus dilakukan saat berwisata ke tempat-tempat bagus di Jogja? Ya, foto-foto, lah!
Cobain kuliner khas dan unik yang nggak ada di Jakarta
Eits, makanan di Jogja nggak hanya gudeg dan bakpia saja, lho. Masih banyak kuliner lain yang unik juga nggak kalah enak, dan pastinya sih nggak ada di Jakarta.
9. Saking seringnya nggak pulang, lama-lama kamu jadi terbiasa hidup di kota gudeg ini
Pulang ke Jakarta 6 bulan sekali, itu pun cuma sekitar 2 minggu saja. Kamu pun jadi lebih terbiasa hidup sendiri di Jogja daripada Jakarta.
10. Setiap sudutnya penuh keramahan, dengan mudahnya hidupmu dibuat nyaman
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
– Yogyakarta, KLA Project
Nggak ada yang bisa menyangkal lagi kalau Jogja itu adalah kota yang ramah. Bahkan, KLA Project saja sampai menjadikannya inspirasi untuk sebuah lagu. Walaupun kamu hanya seorang pendatang, kamu sama sekali nggak merasa asing karena Jogja “menyambut”mu dengan senang hati. Warganya, bangunan-bangunannya, alamnya, dan semua sudut kotanya seperti selalu tersenyum saat kamu melewatinya. Nggak heran ‘kan kalau kamu mulai merasa nyaman hidup di kota ini?
11. Jogja juga mengajarkanmu untuk selalu menghargai hidup dalam segala kesederhanaannya
Sebelumnya, mungkin kamu hanyalah seorang anak kota besar nan metropolitan saja. Nggak bisa hidup tanpa AC, mall, toko-toko besar, dan segala kelengkapan fasilitas yang ada di Jakarta. Tapi, kuliah di Jogja membuatmu berubah.
Jogja mengajarkanmu akan kesederhanaan hidup yang terpancar dari kota itu sendiri. Kata siapa fasilitas di Jogja nggak lengkap? Jogja itu punya segalanya, hanya saja nggak ditampilkan dalam bentuk mall, toko-toko besar, dan gedung bertingkat. Semua fasilitas itu “tersembunyi” dalam toko-toko kecil yang bersahaja di pinggir jalan, kios-kios yang “mblusuk” di dalam pasar, dan bahkan di dalam diri warganya sendiri.
Kamu akan kaget karena ternyata warung makan paling enak ada di pelosok kompleks perumahan yang hanya bermodal tenda, meja, dan kursi saja. Kamu juga akan takjub saat tahu tukang servis laptop paling handal justru berada di dalam toko yang terlihat “lusuh” dari luar. Jogja nggak mau sombong dengan apa yang dia punya dan terus-terusan membuatmu kagum dengan kesederhanaannya.
12. Dan akhirnya, buatmu Jogja nggak hanya jadi tempat menuntut ilmu saja, tetapi juga rumah kedua
Di awal jadi perantau -> Jogja buatmu hanya tempat menuntut ilmu di perguruan tinggi
Di tahun ketiga dan seterusnya -> Jogja buatmu adalah rumah kedua, yang selalu memberikan kenyamanan dan perlindungan tak ada habisnya.
Semakin lama kamu tinggal di Jogja, kamu semakin jatuh cinta dengan kota ini. Tapi kamu tahu, suatu saat kamu akan meninggalkan kota ini. Jelas akan terasa sedih dan berat. Namun, saat teringat dengan segala kenangan yang telah tercipta, kamu hanya akan bisa tersenyum dan berterima kasih kepada Jogja. Terima kasih telah mengajarkan kesederhanaan dan terima kasih telah mau menjadi rumah kedua, tempat berlindung yang paling nyaman.
Kalian semua pasti setuju, Jogja sudah memberikan banyak sekali kenangan dan pelajaran. Tapi, kenangan dan pelajaran apa sih yang paling nggak bisa kamu lupa? Tuliskan di kolom komentar, ya! 😀