ADVERTISEMENTS
5. 86, banyak yang mulai curiga jika ini adalah acara untuk pencitraan kepolisian
Belum lagi 86 sempat juga mendapat protes keras dari masyarakat dunia maya terkait salah satu episodenya, di mana seorang polisi ditampilkan menilang supir taksi yang sedang berhenti di bawah rambu-rambu lalu lintas berlambang P coret (tanda dilarang parkir). Dalam kasus tersebut, sang supir taksi menyangkal bahwa dirinya tidak sedang parkir melainkan sekadar berhenti sejenak. Ia sampai menjelaskan secara rinci perbedaan “parkir dan berhenti” bahwa parkir itu berarti orang turun dari mobil dan mematikan mesinnya. Argumen sang supir itu sesuai undang-undang, tapi si polisi bersikukuh memaksakan aksi tilangnya. Tak lama, masyarakat pun meminta agar pihak Kepolisian dan stasiun TV terkait meminta maaf kepada sang supir.
ADVERTISEMENTS
6. Kick Andy, salah satu simbol acara berkualitas anak negeri ini juga perlu ditonton secara bijak lho
Kerapkali nama Kick Andy mencuat tatkala kita bicara tentang harapan adanya acara televisi berkualitas di Indonesia. Sebenarnya logika membangun acara ini sama seperti acara gelar wicara (talk show) pada umumnya. Namun, seperti yang ditukaskan oleh Windu. W Jusuf dalam artikel “Delusi Kick Andy“, apa yang menjadi faktor pembeda dari Kick Andy adalah konsep acaranya yang rutin mengangkat kisah menarik dari orang-orang biasa. Tak melulu figur publik atau selebriti, melainkan anak sekolah dengan prestasi menakjubkan, orang-orang malang yang terkena penyakit langka, atau para pengusaha muda. Wajar saja jika acara ini banyak disebut inspiratif dan menggugah.
Lalu apa masalahnya? Sudut pandang dialog dalam Kick Andy menuntun kita untuk melihat setiap masalah dengan simplifikasi (penyederhanaan) dari kondisi sebenarnya. Misalnya, barang siapa yang berusaha keras dan ulet pasti akan berhasil, atau penderitaan mereka yang mengidap penyakit berbahaya hanya akan terbantu jika kita berderma pada mereka.
Di satu sisi kita memang diajak bertemu langsung dengan permasalahan yang riil, semisal keluarga yang jatuh miskin karena kanker. Namun, di sisi lain kita perlahan jadi meninggalkan cara membaca setiap permasalahan dengan kacamata yang lebih luas dan mengakar, karena problematika tidak selalu tampak seutuhnya dari yang terlihat di depan mata. Terkait contoh yang diambil tadi misalnya, alangkah lebih baik jika kita juga dapat meniliknya dari segi tatanan birokrasi layanan kesehatan atau industri medis di Indonesia.