Semenjak film Iron Man rilis pada 2008 silam, kita mulai kenal dan beranjak akrab dengan jagat yang penuh superhero dan pembuat onar semesta bikinan Marvel bernama Marvel Cinematic Universe. Puncaknya adalah momentum tayangnya The Avengers pada tahun 2012 yang menyuguhkan sederet superhero utamanya dalam satu layar sekaligus: Iron Man, Captain America, Hulk, dan Thor. Film ini selaiknya surga bagi para penggemar kisah-kisah superhero.
Respons yang positif menunjukan ceruk pasar yang kian terbuka lebar, Marvel lalu membombardir bioskop dengan perkembangan cerita ikon andalannya seperti Captain America dan Hulk, serta mengintroduksikan beberapa superhero yang belum terlalu familiar bagi kita seperti Ant-Man atau Doctor Strange. Pun animo khalayak tetap tinggi, dan setelah ini masih akan ada Guardians Of The Galaxy Vol. 2, kembalinya Spider-Man di Spider-man: Homecoming, dan bersatunya Thor serta Hulk di Thor: Ragnarok. Namun, yang paling ditunggu sejauh ini adalah Avengers: Infinity War yang akan dibagi menjadi dua part.
Diagendakan untuk tayang pada 2018 dan 2019, sepasang part dari Avengers: Infinity War memang adalah seri yang digadang-gadang sebagai puncak cerita dari tiga fase kisah yang dibangun Marvel Cinematic Universe sejauh ini, di mana bakal menampilkan pertarungan antara Captain America dan rekan-rekannya dengan antagonis terbesar, Thanos. Namun, rasanya ragu jika Marvel bakal mengakhirinya begitu saja. Namanya juga bisnis, hasrat untuk memperpanjang dan mengulur-ulur cerita pasti ada. Dan penonton menjadi jenuh adalah konsekuensi naturalnya. Apa yang akan dilakukan Marvel setelah tahun 2019? Nah, inilah 6 kemungkinannya.
ADVERTISEMENTS
1. Seperti rencana semula, semua akan berakhir di tahun 2028
Pasca Iron Man 3 meraup sukses besar di tahun 2014, Kevin Feige selaku produser dan presiden Marvel Studio mengungkapkan bahwa mereka menetapkan rencana untuk melanjutkan film-film Marvel Cinematic Universe sampai pada tahun 2028. Berasumsi bahwasanya semua akan berjalan baik-baik saja, ini menjadi kemungkinan pertama.
Akan tetapi, tak bisa dipungkiri jika khalayak tak bisa dipetakan seakurat itu. Ada banyak potensi kesalahan atau hal-hal di luar rencana yang mungkin bisa terjadi baik dalam internal produksi maupun dari kondisi penonton dan iklim Hollywood sendiri. Sekarang pun sudah bisa dilihat ada banyak agenda yang berubah dari rencana awal, misalnya pergeseran waktu rilis beberapa film, termasuk film adaptasi Inhumans yang awalnya diagendakan rilis pada November 2018, mundur ke Juli 2019, dan kini malah dihapus dari jadwal (meski belum resmi dibatalkan) Satu perubahan seperti ini pasti akan berpengaruh pada rencana yang lainnya.
ADVERTISEMENTS
2. Terpaksa membuat remake atau reboot beberapa tokoh superhero karena aktornya saja mungkin bosan
Robert Downey Jr tak akan selamanya menjadi milik Marvel Cinematic Universe. Sedari Iron Man 3, ia sudah mengindikasikan niatan untuk berhenti tampil sebagai manusia berkostum besi itu. Jika ia angkat kaki, Marvel hanya punya dua pilihan: recast (casting ulang, ganti pemeran) atau mematikan tokoh Tony Stark dan selamat tinggal Iron Man!
Mau yang manapun, semua adalah kehilangan besar bagi Marvel. Siapa yang bisa menggantikan Downey yang bisa dikatakan sudah sangat melebur dengan persona arogan-jenius Tony Stark? Ini adalah masalah yang tak bisa dihindari dari film-film franchise, dan kita baru bicara tentang Iron Man. Belum untuk aktor lainnya. Tokoh penting lainnya seperti Mark Ruffalo (Hulk) atau Samuel L. Jackson (Nick Fury) akan berusia di atas kepala enam di tahun 2028.
ADVERTISEMENTS
3. Seperti trik “curang”-nya X-Men: Days of Future Past, pengulangan linimasa cerita
Terkesan seperti curang, namun cara ini sah saja dilakukan oleh perusahaan film, yakni memanfaatkan kisah semacam mesin waktu atau dimensi lain untuk menghasilkan linimasa berbeda agar cerita bisa dimulai dari awal lagi. Contoh paling konkret adalah X-Men: Days of Future Past. Terlanjur mematikan banyak karakter penting di X-Men 3: The Last Stand, akhirnya Marvel harus menyuguhkan set linimasa putar balik ke masa muda Magneto, Profesor X, dan lain-lain agar film tetap bisa dibuat dan dijual lagi. Jika sudah mentok, besar kemungkinan Marvel akan memakai cara ini juga di Marvel Cinematic Universe.
ADVERTISEMENTS
4. Runtuh dengan sendirinya karena kebanyakan superhero
Di luar segala usaha Marvel merawat dan mempertahankan aktornya, satu hal yang berada di luar kuasa mereka adalah momentum di mana audiens secara bersamaan jenuh dan mulai muak melihat aktor-aktor papan atas menggunakan jubah dan kostum warna-warni dalam balutan set CGI. Apalagi jika jumlah karakternya akan terus membludak. Dalam budaya konsumsi, apalagi yang namanya dunia hiburan, selalu ada tren. Akan ada akhir dari apa yang dimulai.
Sedikit banyak kita sudah mulai melihatnya. Meski masih selalu di taraf sukses, namun formula cerita yang sama perlahan mulai membayangi film-film terakhirnya. Kenikmatan akan berkurang sedikit demi sedikit. Dengan jatah rata-rata setahun dua film, boleh jadi tinggal tunggu waktu bagi penonton untuk tak lagi peduli dengan kelanjutan nasib Steve Rogers dan rekan-rekannya.
ADVERTISEMENTS
5. Berakhir indah dengan ending cerita yang klimaks di saat yang tepat
Film-film berseri jaman dulu biasanya main hajar saja menyuguhkan cerita bersambung sampai benar-benar tidak laku, pun akhirnya tidak ketahuan ending-nya. Namun, belakangan beberapa film adaptasi menyajikan cerita yang lebih proporsional dan tegas ujungnya, seperti The Dark Night, Harry Potter, Hunger Games, atau Twilight. Kendati berarti bukan sebuah manuver yang menghasilkan profit maksimal bagi para pencari keuntungan di baliknya, namun model seperti ini jelas lebih memuaskan penonton. Mungkin ini bisa jadi pilihan untuk Marvel, menutup kisah besarnya dengan epik dan klimaks. Ada beberapa narasi yang bisa dipilih seperti pembubaran tim Avengers yang melankolis di “Avengers Disassembled” atau “Secret Invasion” yang memuat twist yang dramatis.
ADVERTISEMENTS
6. Terus tayang sampai akhir zaman ~
Tidak ada yang keliru jikalau Marvel ingin meniadakan ending, karena komiknya sendiri memang terus berjalan tanpa akhir sejak debut Fantastic Four #1 di tahun 1961. Meski mengalami pasang surut penjualan dan animo khalayak, namun tetap saja diproduksi. Jika bisa awet di komik, kenapa tidak di film? Mungkin lambat laun kolapsnya tren film superhero akan membuatnya tidak lagi jadi jaminan box office atau blockbuster dengan trailer yang ditunggu-tunggu, namun toh penggemar komik Marvel tetap ada sampai sekarang. Setidaknya mereka tetap bakal punya penonton.