Kini predikat seleb nggak hanya tersemat pada mereka yang kerap tampil di layar kaca, tapi di media sosial, banyak juga sosok yang dianggap selebritas. Anehnya, para seleb medsos (termasuk YouTuber) ini menerima sebutan lain yaitu influencer.
Secara etimologis, influencer berarti orang yang punya kemampuan untuk memengaruhi—paling nggak, untuk followers mereka. Tapi jika ditilik dari apa yang mereka berikan, agaknya sebutan influencer ini mesti dipertanyakan lagi deh. Sebab, nggak semua seleb medsos senantiasa membagikan konten yang baik. Semakin ke sini, konten mereka justru kian meresahkan.
ADVERTISEMENTS
1. Idealnya seorang figur publik memberikan contoh yang baik buat penggemarnya. Perlu dibedakan yang kontennya baik dan yang buruk
Kamu tentu sepakat bahwa saat ini banyak banget seleb medsos yang masih sembarang dalam membuat konten. Mulai dari ngerjain orang (prank), mengunggah foto vulgar, bikin video konyol, sampai nyinyirin orang. Adakah faedah yang konkret dari konten tersebut?
Sebagai penonton, kita mesti mulai menilai seleb, dari baik atau buruk konten yang mereka bikin. Sebutan mereka agaknya perlu direvisi berdasar konten yang mereka buat. Mana good influencer, mana yang bad influencer. Supaya mereka terpacu membuat konten yang berfaedah, sebab viral saja nggak cukup, Milord~
ADVERTISEMENTS
2. Menyamaratakan sebutan influencer kepada seleb medsos itu bisa bikin orang mengidolai figur yang salah
Sejatinya mereka (seleb) nggak sepenuhnya salah. Dalam kaitannya dengan karier, wajar kiranya mereka membuat apa pun yang meningkatkan popularitas. Sementara warganet (termasuk kita) saja yang lalai; menyamaratakan mereka dengan sebutan influencer tanpa klasifikasi yang jelas.
Merevisi sebutan seleb medsos jadi langkah paling sederhana dalam menyikapi biasnya makna influencer. Klasifikasi ini juga perlu dikampanyekan agar penyamarataan sebutan influencer hilang. Agar perlahan warganet terhindar dari mengidolai orang yang salah. Masa sih yang bangga merobek uang dijadikan idola? Atau mungkin yang memberikan contoh bad parenting dijadikan acuan sebagai orang tua masa kini? Kan wagu.
ADVERTISEMENTS
3. Standar kriteria “sosok yang layak disebut seleb” juga perlu dikaji lagi. Sebab makin banyak orang biasa yang berlagak seleb cuma karena punya banyak followers
Kamu suka bingung nggak sih sama sesuatu yang viral, tapi kamu nggak ngerti itu apa dan siapa? Sama! Boleh jadi, ini dikarenakan semakin banyaknya orang yang dilabeli dengan istilah seleb. Memang sih, bagi pengikutnya, mereka dianggap sepopuler itu. Tapi bagi yang nggak kenal, mereka yang viral itu justru bikin mbatin, “Siapa sih, hah?” Nah, makanya perlu ada kriteria yang jelas buat siapa yang layak disebut seleb atau influencer.
ADVERTISEMENTS
4. Kalo cuma ditakar dari followers doang, makin lama makin banyak orang cari sensasi biar terkenal
Di era digital saat ini, siapa saja bisa terkenal karena viral. Tapi apakah yang viral, lalu punya followers banyak, lantas layak disebut seleb atau influencer? Jangan bercanda, ah. Idealnya, seleb punya sebuah keahlian yang bisa dibanggakan, entah bermusik, menulis, sinematografi, sampai kemampuan berakting. Masa kamu rela, yang nihil skill jadi seleb, jadi panutan? Kasihan mereka yang sudah melatih bakat dari kecil tapi nggak pernah viral dong.
Itulah sejumput ironi media sosial di negara ini. Kalau sepakat, mulai sekarang mari kita mengampanyekan pelabelan good atau bad kepada influencer. Supaya para idola kita semua yang cuma bikin konten gerebek rumah, klarifikasi pascaputus, sampai nyinyirin orang, berhenti tanpa perlu menjadi viral. Dan yang terpenting, kontrol diri sendiri untuk menikmati konten sampah, ya! 🙂