Beberapa waktu lalu, publik sempat dibuat heboh dengan adanya berita tentang Tupperware yang bisa dijadikan digadaikan. Padahal biasanya barang-barang yang bisa digadaikan itu berupa emas atau kendaraan bermotor. Bukannya malah perkakas rumah tangga seperti Tupperware ini. Adanya berita ini kemudian dibenarkan oleh pihak PT Pegadaian (Persero) sendiri.
Dilansir dari Wartakota, Marketing Executive PT. Pegadaian (Persero) Kanwil V Manado menjelaskan bahwa Tupperware memang bisa digunakan sebagai agunan dalam peminjaman uang. Hanya saja jumlah pinjamannya terbatas, yaitu maksimal Rp.500.000. Namun sayangnya gadai Tupperware ini baru berlaku di 49 kantor cabang saja yang mencakup 6 propinsi. Seperti Palu (Sulawesi Tengah), Gorontalo, Manado (Sulawesi Utara), Maluku, Papua, dan Papua Barat. Ya gimana nggak tergiur kalau agunannya menggiurkan kayak gini?
Namun sebelum kamu tergiur dan ikutan gadai Tupperware juga, nggak ada salahnya kamu pahami dulu A-Z hal-hal yang berhubungan dengan gadai ini. Lumayan kan sembari nunggu sistem gadai Tupperware ini sampai ke daerahmu!
ADVERTISEMENTS
1. Sebelum mendalami seluk beluk pegadaian. Kamu perlu tahu dulu apa arti dari gadai itu sendiri
Menurut KBBI, gadai merupakan kegiatan meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan. Jika telah sampai pada batas waktunya tidak ditebus, barang itu menjadi hak yang memberi pinjaman. Nah kalau menurut OJK (Otoritas Jasa dan Keuangan) gadai memiliki arti segala usaha menyangkut pemberian pinjaman dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk yang diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah.
ADVERTISEMENTS
2. Sekarang mari kita sedikit menengok ke belakang. Budaya gadai ternyata udah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Tepatnya di tahun 1746 saat VOC mendirikan Bank van Leening
Gadai ternyata udah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Melalui pendirian Bank van Leening yang diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, VOC mulai mengenalkan gadai di masyarakat Indonesia. Â Menurut keterangan yang didapat dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, bank ini didirikan dalam bentuk kerjasama antara VOC dan pihak swasta lainnya dengan ketentuan 2/3 modal berasal dari VOC dan 1/3 dari pihak swasta dengan landasan hukum gadai. Namun sejak Belanda kalah dengan Inggris, Bank van Leening ini dibubarkan dan masyarakat diperbolehkan mendirikan usaha pegadaian sendiri.
ADVERTISEMENTS
3. Sejak saat itu, gadai menjadi budaya dan semakin mengakar kuat di Indonesia. Apalagi pemerintah semakin menfasilitasi dengan didirikannya lembaga khusus gadai
Dari zaman Belanda sampai sekarang, gadai seakan menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Apalagi pihak pemerintah sendiri telah memfasilitasi agar gadai bisa dilakukan masyarakat dengan lebih leluasa. Masyarakat pun semakin mudah mendapatkan suntikan dana untuk melakukan usahanya. Salah satunya dengan cara mendirikan lembaga khusus gadai yang berlandaskan hukum, PT. Pegadaian (Persero).
ADVERTISEMENTS
4. Namun makin ke sini, gadai nggak hanya dilakukan di lembaga pemerintahan aja. Gadai juga bisa dilakukan di lembaga swasta atau bahkan di pinggir jalan sekalipun
Gadai ternyata nggak hanya bisa dilakukan di PT. Pegadaian (Persero) aja. Ada beberapa lembaga gadai yang dikelola swasta, koperasi maupun gadai-gadai illegal yang ada di pinggir jalan. Karena saking banyaknya lembaga yang menawarkan sistem gadai ini, OJK (Otoritas Jasa dan Keuangan) sampai mengeluarkan aturan Peraturan No 31/POJK.05/2016. Aturan tersebut berisi tentang usaha pegadaian yang memberikan ruang bagi usaha gadai, bisa dalam bentuk perusahaan atau koperasi untuk mengelola pembiayaan di masyarakat.
ADVERTISEMENTS
5. Nggak hanya lembaganya saja yang bermacam-macam. Barang-barang yang digadaikan juga makin bervariasi seiring perkembangan zaman
Sejak gadai dikenalkan di masa penjajahan Belanda, barang-barang berharga mulai dialihfungsikan sebagai jalan pintas untuk mendapatkan pinjaman uang. Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ada aturan khusus soal barang-barang yang boleh digadaikan.  Kala itu gadai hanya boleh dilakukan jika barang agunannya meliputi emas, perak, permata, kain, dan sebagian kecil perabotan rumah tangga serta barang-barang lain yang sejenis yang dapat disimpan dengan baik selama ± 13,5 bulan. Kalau saat ini berbeda lagi. Barang-barang yang bisa digadaikan lebih cenderung ke arah modernisasi, seperti perhiasan yang terbuat dari emas dan permata, kendaraan bermotor, elektronik, surat-surat berharga serta barang gudang.
ADVERTISEMENTS
6. Budaya gadai ini juga ada musimnya sendiri. Biasanya mendekati hari-hari besar agama atau musim anak masuk sekolah
Nggak hanya buah aja yang ada musimnya, tapi budaya gadai juga! Di Indonesia sendiri terdapat beberapa momen yang dianggap sebagai musim gadai. Contohnya seperti mendekati perayaan hari raya dan masa anak-anak masuk sekolah atau tahun ajaran baru. Kalau nggak percaya, lihat saja antrian di kantor pegadaian di daerahmu. Pasti antriannya lebih ramai di dua momen itu.
7. Lalu kenapa ya budaya ini masih terus eksis dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang?
Kalau ditarik dari garis sejarah, gadai sudah ada di Indonesia 272 tahun lamanya. Tentu saja 272 tahun itu bukan termasuk waktu yang sebentar. Lantas timbul pertanyaan: kok bisa ya gadai bisa bertahan dari zaman penjajahan sampai sekarang udah zaman millennial?
Alasan mampunya budaya gadai ini bertahan itu cuma satu: karena gadai itu fleksibel dan bisa dilakukan baik tua maupun muda. Mulai dari lembaga gadai milik pemerintah, swasta, maupun yang di pinggir jalan, semuanya memiliki aturan yang relatif lebih mudah dipenuhi untuk bisa mendapatkan pinjaman uang. Coba kalau dibandingkan dengan proses pinjaman uang ke bank yang memakan waktu hampir sebulan dengan syarat yang cukup banyak?
8. Biar kamu lebih paham lagi soal budaya gadai ini, nih Hipwee News & Feature buatkan rangkumannya di bawah ini. Screenshoot atau save aja kalau kapan-kapan mau baca lagi~
Kembali lagi ke Tupperware yang bisa digadaikan. Hal itu merupakan diversifikasi dari budaya gadai sendiri agar bisa membantu masyarakat di golongan menengah ke bawah. Toh sejak zaman penjajahan dulu barang agunan bisa meliputi perabotan rumah tangga. Jadi mulai sekarang, Tupperwarenya jangan ditaruh sembarangan! Lumayan kan kalau pas benar-benar nggak ada duit, barangnya bisa digadaikan~