Kalian pernah ‘kan berbelanja online melalui beberapa situs belanja? Tinggal buka situsnya, cari barangnya, lalu pilih, dan bayar maka barang akan sampai ke rumah. Biasanya, kita membeli baju, alat rias, elektronik, hingga kebutuhan sehari-hari yang dijual disana. Tapi, bagaimana kalau yang ditawarkan dalam situs belanja online tersebut ternyata adalah…manusia?
Ternyata, nggak hanya barang aja yang ditawarkan oleh akun dalam situs belanja online. Dilansir dari Kompas, akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya sebuah akun yang ‘menjual’ Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Singapura melalui sebuah situs jual beli online, Carousell dengan nama akun ‘@maid.recruitment‘. Dalam situs jual beli tersebut, foto calon TKW asal Indonesia yang siap jadi Asisten Rumah Tangga (ART) dipajang disertai dengan deskripsi singkatnya. Hal itu jelas melanggar etika memasarkan manusia bagaikan barang dagangan dalam katalog online. Sebenarnya, ini bukan kali pertama tenaga kerja ART diperlakukan begini lho. Yuk kita ungkap bersama Hipwee News & Feature~
ADVERTISEMENTS
Dalam situs jual beli Carousell, akun @maid.recruitment memajang foto calon TKW yang akan jadi ART di Singapura lengkap dengan deskripsi singkat seolah mereka adalah barang dagangan
Konten akun @maid.recruitment akhirnya dihapus oleh pihak Carousell setelah diketahui adanya pemasaran TKW yang akan dijadikan ART di Singapura melalui situs jual beli tersebut. Calon ART ini dipajang fotonya dan deskripsi singkatnya sehingga orang yang membutuhkan bisa mengetahui profil orang tersebut. Tapi, Kementerian Tenaga Kerja Singapura akan mengusut kasus ini karena iklan tenaga kerja asing seperti komoditas tidak dapat diterima dan melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENTS
Katalog ART seperti itu mengingatkan pada sebuah akun Instagram @blacklistnannys yang melakukan hal serupa untuk calon ART. Bedanya, ini dilakukan untuk lingkup dalam negeri
Di era sekarang ini, muncul akun media sosial di Instagram bernama @blacklistnannys yang isinya informasi tentang ART. Ada lebih dari 54.000 pengikut dengan lebih dari 470 post yang berisi beberapa informasi tentang ART diantaranya adalah pendapat orang mengenai ART yang pernah bekerja dengan dia, orang yang minta informasi mengenai calon ART, lowongan pekerjaan ART, dan juga orang yang membutuhkan pekerjaan sebagai ART Vice Indonesia pernah mengulas akun tersebut sebagai akun yang membuat calon ataupun mantan ART dianggap seolah mirip barang dagangan.
ADVERTISEMENTS
Profesi jadi ART baik di dalam negeri atau luar negeri memang jadi salah satu pilihan buat orang yang nggak punya latar pendidikan tinggi. Sayangnya, hal ini bikin mudah disalahgunakan
Jumlah ART meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Sakernas pada tahun 2015, jumlah ART di Indonesia mencapai 4 juta orang, meningkat dari tahun 2013 yang “hanya” 2,5 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai ART masih jadi pilihan orang-orang karena nggak memerlukan latar belakang pendidikan yang tinggi. Peminatnya bisa dibilang tinggi lho. Sayangnya, malah karena mereka yang ingin bekerja jadi ART ini latar pendidikan rendah, himpitan ekonomi besar, dan peminatnya tinggi, profesi ini rawan disalahgunakan hingga orangnya seperti diperjualbelikan.
ADVERTISEMENTS
ART jadi mirip dengan barang yang diperjualbelikan. Sumbernya adalah sistem perekrutan dari penyalurnya yang memang mirip dengan transaksi jual beli
ART yang diunggah seperti barang dalam katalog ini menunjukkan bahwa ART mirip seperti dagangan. Akarnya nggak jauh dari sistem perekrutan ART. Untuk bisa membawa pulang ART, pengguna jasa harus “menebus” ke penyalur dengan sejumlah uang tertentu sebagai biaya jasa penyalur. Pantas saja ART dianggap seperti barang karena sistemnya mirip jual beli. Bahkan, ada penyalur yang menawarkan “garansi”. Jika tidak cocok dengan ART tersebut, maka pengguna jasa bisa “menukar”nya dan membawa pulang ART yang baru.
ADVERTISEMENTS
Sistem seperti itu membuat ART rawan kekerasan kerja. Majikan yang telah membeli seolah ‘memiliki’ mereka, bukan memandang mereka sebagai pekerja
ART diminta bekerja dengan jam kerja yang nggak biasa. Hasil kajian KPPA menemukan bahwa rata-rata ART di Indonesia bekerja 9,9 jam dalam sehari. Bahkan, 11,6% bekerja lebih hingga 16 jam sehari. Jam kerja yang nggak manusiawi dengan gaji yang nggak mencapai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) ini pastinya jauh dari layak untuk mereka.
Di luar negeri, kasus kekerasan TKW yang jadi ART juga nggak sedikit. Banyak kok TKW yang berangkatnya sehat, pulangnya penuh luka, cacat, bahkan meninggal. Misalnya, dikutip dari Kompas, seorang TKW asal Indonesia yang bekerja jadi ART di Malaysia, Adelina Lisao, disiksa majikannya, bahkan sudah sebulan disuruh tidur di teras bersama anjing. Setelah diselamatkan, sehari kemudian, Adelina meninggal dunia.
ADVERTISEMENTS
Dilema ART yang nggak ada habisnya ini memang harus dicari solusinya. Saatnya pemerintah turun tangan untuk membuat aturan yang melindungi ART
RUU mengenai Pekerja Rumah Tangga atau PRT sudah diajukan sejak 14 tahun yang lalu meski sampai sekarang belum dibahas oleh DPR. Padahal, perlindungan hukum terhadap ART itu penting lho terutama untuk menghindarkan ART dari perbudakan dan kekerasan. Nggak hanya itu, banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh TKW Indonesia yang bekerja jadi ART di luar negeri harusnya membuat pemerintah bergerak untuk mencegahnya melalui aturan-aturan yang bisa melindungi mereka.