Sekitar setahun yang lalu, nama kampus UGM (Universitas Gadjah Mada) banyak jadi sorotan setelah kasus pelecehan yang dialami Agni (bukan nama sebenarnya) saat menjalani KKN, viral di lini masa. Agni dilaporkan jadi korban pelecehan oleh teman satu kelompok KKN-nya sendiri yang waktu itu bersama-sama mengabdi di Pulau Seram, Maluku. Agni selaku penyintas sempat bungkam selama 1 tahun sebelum akhirnya berani bicara ke badan pers mahasiswa.
Pihak UGM waktu itu dinilai tidak tegas menindak pelaku yang berinisial HS. Di saat Agni harus puas dengan nilai C di mata kuliah KKN, HS justru bisa melenggang ke wisuda tanpa hambatan. Walau setelah didesak banyak pihak akhirnya fakultas mengubah nilai Agni, dan menunda wisuda HS, tapi tetap saja, setelahnya UGM tetap dianggap lamban dalam mengatasi kasus ini.
ADVERTISEMENTS
Pada 13 November 2019 kemarin, mahasiswa melakukan aksi “Menggugat Gadjah Mada” dengan membawa sejumlah tuntutan, salah satunya untuk segera mengesahkan draf peraturan kekerasan seksual
Pertengahan November 2019 tepatnya tanggal 13, Aliansi Mahasiswa Gadjah Mada menggelar aksi “Menggugat Gadjah Mada” dengan membawa sejumlah tuntutan. Salah satu poin dalam tuntutan itu yakni mendesak rektor agar segera mengesahkan draf peraturan kekerasan seksual. Rektor yang saat itu diwakilkan Djagal Wiseso selaku wakil rektor, memutuskan melakukan konsolidasi dan menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya draf peraturan kekerasan seksual akan disahkan satu bulan setelah aksi.
ADVERTISEMENTS
Namun, sudah lewat tenggat waktunya, UGM belum juga menunjukkan tanda-tanda akan mengesahkan draf yang diminta. Itulah yang kemudian mendorong tagar #UGMBohongLagi viral di Twitter
DiesNataLIEs UGM,
Ada apa dengan #UGMBohongLagi ??tanpa menghormati rasa hormat kepada semua elemen civitas akademika gadjah mada, utas ini bukanlah upaya menjatuhkan kampus biru tercinta.
Saya belajar dan bertumbuh disini. Izinkan ikut dalam agenda perbaikan kampus ini. pic.twitter.com/VQbQfnwLSN— M Atiatul Muqtadir (@fathuurr_) December 16, 2019
Selasa (17/12) kemarin, tagar #UGMBohongLagi jadi trending di media sosial Twitter. Menurut Ketua BEM KM UGM, M Atiatul Muqtadir, tagar itu jadi pengingat kasus pelecehan seksual dan upaya mahasiswa mendorong pihak kampus untuk mengesahkan draf peraturan terkait. Soalnya memang sudah lewat dari tanggal yang dijanjikan sebelumnya, bahwa pihak rektorat akan mengesahkan peraturan soal penanganan pelecehan seksual, 1 bulan setelah aksi “Menggugat Gadjah Mada”, yang berarti mestinya tanggal 13 Desember 2019.
ADVERTISEMENTS
Menanggapi viralnya tagar di atas, rektor UGM Panut Mulyono akhirnya memberikan klarifikasi. Katanya pihaknya nggak berniat mengulur-ulur atau nggak memenuhi janji
Panut Mulyono, rektor UGM, menyatakan kalau draf itu sudah diserahkan ke senat akademik. Sedangkan untuk pengesahannya, harus menunggu rapat pleno terlebih dahulu. Biasanya rapat pleno dilaksanakan setiap bulan. Namun untuk bulan Desember ini karena bertepatan dengan Dies Natalis dan masuk minggu ketiga banyak tanggal merah, maka tidak memungkinkan menggelar rapat pleno, sehingga harus menunggu rapat pleno bulan Januari 2020. Tapi dirinya tak menampik adanya rapat pleno khusus di akhir Desember dan akan menanyakan langsung ke Ketua Senat Akademik.
Ya, semoga aja Pak Rektor bisa memegang janji-janjinya untuk terus mengupayakan agar peraturan terkait penanganan kekerasan seksual di kampus segera disahkan ya. Biar para pelaku pelecehan seksual berpikir seribu kali setiap akan melakukan aksinya. Dan supaya semua tindakan yang mengarah ke pelecehan dan terjadi di kampus bisa dihapuskan sampai akar-akarnya!