Untuk manusia tahun 2120-an, ini sebuah surat, yang semoga entah bagaimana caranya bisa sampai pada kalian.
Surat ini saya tulis 26 April 2022, di Padang, Sumatera Barat, Indonesia tentang hal amat buruk yang dialami oleh seluruh penduduk dunia dalam dua tahun terakhir, pandemi Covid-19, dan kenapa kalian harus mendengarkan para ilmuwan secepat mungkin!
Di kepala kami, pandemi itu hanya ada dalam buku sejarah. Hampir tak ada dari manusia yang hidup di zaman ini pernah melihat dan merasakannya. Pandemi sebelum Covid-19, terjadi tahun 1918. Kakek nenek kami bahkan belum lahir.
Tahun 1918 itu, orang kena flu saja bisa mati. Hari ini, flu adalah hal biasa-biasa saja. Mana tahu di tahun 2120-an, tidak ada lagi flu? Entahlah.Â
Di tahun 2020, sebuah virus baru merebak. Hingga surat ini ditulis, setengah milyar manusia menjadi korban dan tak kurang dari enam juta manusia meninggal dunia karena virus ini. Hari-hari gelap, detik-detik menakutkan menyelubungi kami.
Bayangkan, dengan tetangga, dengan saudara, dengan kerabat, kami tak bisa berjumpa. Pintu rumah dikunci, jalanan sepi, pusat aktivitas manusia dilarang ada kerumunan. Itu semua demi tidak ada lagi penyebaran virus. Hal itu terjadi selama dua tahunan.
Di negara ini, virus ini dinyatakan resmi masuk pada 2 Maret 2020. Namun, banyak pihak tak percaya akan itu. Diyakini, jauh sebelum itu sang virus telah berkeliling ke sana-sini hingga tiba-tiba meledak, ketakutan di mana-mana.
Kami sedikit beruntung karena ada internet sehingga masih bisa berkomunikasi dengan orang-orang. Tak terbayangkan jika pandemi ini terjadi 15 sampai 20 tahun lebih awal. Entahlah apa yang akan terjadi.
ADVERTISEMENTS
Kami dicekik ketakutan!
Makhluk mungil ini tak kasatmata. Ia meloncat dari tubuh satu ke tubuh lain dengan mudah. Jika dua hari lalu ada berita orang di kecamatan sebelah sudah kena satu orang, sore ini ambulans sudah berkeliling di perumahan kami. Cepat sekali berpindahnya.
Ekonomi runtuh. Satu dunia panik. Barang-barang kebutuhan pokok langka. Kami dipaksa hidup hanya di rumah saja demi tak terjadi penyebaran lebih cepat. Sekolah, kerja, aktivitas apa pun, sebagian besar berpindah ke rumah dalam waktu yang sangat singkat.
Itu bagi yang beruntung, mereka bisa tetap di rumah. Di masa kami hidup, manusia beruntung seperti itu tidak banyak. Ada yang tetap harus membuka pintu rumah, menapakkan kaki ke aspal untuk mencari sesendok nasi demi keluarganya. Orang yang di rumah, ditinggal dengan rasa takut akankah ayah atau ibu kami pulang dengan selamat, tanpa membawa virus ini?
Tiga senjata yang kami punya hanya masker dan hand-sanitizer. Itu juga tak semua yang mau patuh menggunakannya. Oh ya, ada senjata ketiga; doa.
Pasalnya, begini kawan, saat satu orang kena virus, maka satu rumah mudah sekali ikut-ikutan kritis.Â
Bayangkan begini, saat ada satu orang yang kena dan sulit sekali sembuhnya, maka hingga meninggal dunia, si korban virus tak bisa dan tak boleh dikunjungi siapa pun kecuali petugas medis. Ya, enam juta orang yang meninggal karena Covid-19 itu, sendiri menjelang maut mereka. Tak boleh ada keluarga di sekitar karena takut virusnya akan menyebar.
Rumah sakit penuh. Sampai ke lorong-lorong. Banyak petugas kesehatan yang tumbang. Di saat yang sama, para politikus terus membual sana-sini, membuat kami jadi bingung dan makin ketakutan. Hal itu tak terjadi di negara ini saja. Di banyak tempat, mereka mencoba membius rakyat dengan hal-hal menyebalkan.Â
Tidak sedikit orang yang tak percaya pada para ilmuwan, bahkan para pemimpin dunia ada juga yang begitu. Di saat tiap detik, ada saja yang bertarung nyawa.Â
Obatnya, anti-virus belum ditemukan. Para ahli sedunia berlomba untuk itu. Konon katanya, ini adalah salah satu virus dengan penemuan tercepat untuk anti-virusnya. Kami jauh lebih beruntung daripada pandemi di tahun 1918.
Kawan, surat ini saya tulis di saat Covid-19 telah lumayan mereda. Catat ini baik-baik: Ada tiga gelombang dahsyat yang menghantam.Â
Gelombang pertama kami kira sangat menakutkan. Saat mereda, saat kami abai, ternyata datang gelombang kedua yang jauh lebih gila. Berkali-kali lipat. Begitu juga gelombang ketiga. Untung saja, di sebagian negara, saat gelombang ketiga ini datang, sebagian kami sudah menerima vaksin.
ADVERTISEMENTS
Konspirasi?
Ada yang bilang ini konspirasi, ada yang sebut ini demi keuntungan pihak farmasi. Entahlah. Kami rakyat biasa-biasa saja ini, betul-betul diombang-ambing.Â
Saat denyut ketakutan tiap hari menimpa, saat pagi kami dapat kabar ada keluarga yang meninggal, siangnya teman yang kritis, ternyata besok atau lusanya kami dan keluarga inti yang kena. Di luar sana, ada saja yang membuat pikiran manusia diadu.
Entahlah, jika memang ini konspirasi, jika memang ini ada pihak yang melakukannya dengan sengaja, sungguh mereka bajingan betul. Kalaupun tidak, maka ini adalah kemungkinan terbaik. Memang secara biologi, mutasi gen makhluk hidup itu amat mungkin terjadi, apa lagi dalam jangka waktu seratus tahun.
Kawan, di mana pun kau tinggal kelak, apa pun peranmu di dunia, ingatlah terus ini.Â
Jika ada ilmuwan yang bicara, maka cepat-cepatlah dengarkan. Ambil tindakan! Tutup pintu segera, jangan sampai biarkan penyakit apa pun merebak hingga ke pintu rumahmu.Â
Apabila kalian bertanya, wah, asal tempat virus ini jauh sekali dari rumah kami. Namun, bagaimana bisa ia mengunjungi seluruh dunia?Â
Jawabannya adalah rasa abai, meremehkan, tidak tanggap dan tak percaya ilmuwan.Â
Jika kelak datang pandemi berikutnya, silakan saja kalian mau mencoba berbeda, mencoba tak percaya, tapi cobalah cari. Jika internet era 2020-an masih bisa kalian akses di masa depan, carilah kata ini: COVID-19.
Sungguh, jika tak menetes air matamu kawan, saya tak tahu lagi apa yang bisa membuatmu segera bertindak.