Baru saja kita dibuat miris dengan kasus bunuh diri yang menimpa seorang siswi SMP di Ciracas, Jakarta Timur bernama Nadia. Nadia lompat dari lantai 4 gedung sekolahnya pada Selasa 14 Januari 2020 lalu. Ia sempat dirawat intensif di rumah sakit sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir dua hari setelahnya. Kasus ini sekarang masih dalam proses penyelidikan. Namun, di media sosial sempat beredar kabar kalau Nadia kerap mengalami perundungan.
Walau pihak sekolah Nadia membantah adanya bullying di sana, tapi kalau bicara kasus perundungan di dunia pendidikan memang cukup memilukan. Nggak sedikit korban perundungan yang rela menghabisi nyawa sendiri karena nggak kuat menghadapi lingkungannya yang destruktif. Belum lama ini kasus bullying dilaporkan kembali terjadi. Jika biasanya pelakunya adalah sesama siswa, kali ini yang merundung adalah gurunya sendiri! Siswi korban perisakan itu sampai trauma dan berhenti sekolah. Duh, kok tega banget sih…?
Siswi SMK di Kabupaten Anambas mendapat perlakuan kurang mengenakkan dari gurunya sendiri, sosok yang harusnya bisa memberikan contoh baik justru merundungnya habis-habisan
Siswi SMK Negeri 1 Anambas, Kepulauan Riau, inisial AR mengalami trauma berat hingga memutuskan berhenti sekolah gara-gara dirisak oleh guru agamanya sendiri. Semua berawal saat okum gurunya yang bernama S memergoki AR duduk di atas motor berdua dengan lelaki di Pelabuhan Kapal Roro pada bulan Oktober lalu. S geram dan kemudian meneriaki AR dengan sebutan “lonte”. Perundungan itu terus berlanjut di wilayah sekolah. Bahkan sebutan itu jadi diikuti oleh teman-teman AR dan guru-guru yang lain, yang malah menganggapnya sebagai lelucon! Jahat nggak sih…
Karena nggak tahan, AR akhirnya mogok sekolah selama beberapa hari. Orangtua AR sempat mendatangi sekolah untuk mediasi, tapi proses itu gagal dilalui. Oknum guru S justru marah-marah
Siapa juga yang tahan terus-terusan dikatai perempuan nakal oleh teman-teman sekaligus gurunya di sekolah. AR yang trauma berat akhirnya memutuskan mogok sekolah. AR juga menceritakan apa yang dialaminya ke orangtuanya. Karena berhari-hari AR nggak masuk sekolah, akhirnya pihak sekolah memanggil orangtua AR. Di sekolah, orangtua AR bermaksud untuk melakukan mediasi. Namun, mediasi itu berujung ribut, sebab oknum guru S justru marah-marah sampai menggebrak meja setelah ditanya alasannya meneriaki AR “lonte”. S juga beberapa kali menyebut nama binatang dan mengancam akan lapor polisi.
Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) geram dengan perlakuan guru S terhadap anak didiknya. Ini namanya mencederai lembaga pendidikan!
Ketua KPPAD Kepri, Erry Syahrial, menyesalkan perbuatan yang dilakukan oknum guru S kepada anak didiknya. Itu sama saja ia merendahkan martabat siswi di depan umum dan mencederai lembaga pendidikan. Tugas guru jika anak didiknya salah seharusnya adalah mengarahkan, bukan malah mempermalukan. Apa yang dilakukan S itu bertentangan dengan Perda Perlindungan Anak.
Pihak KPPAD saat ini sedang mengusut kasus di atas dengan melakukan koordinasi dan melaporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri. Erry juga mengaku sudah membicarakan masalah ini dengan Kepala Sekolah SMKN 1 Anambas, Tugiono. Namun, mirisnya, Tugiono menganggap perisakan tersebut wajar mengingat perilaku AR yang berdua-duaan dengan laki-laki.
Halah, orang kepseknya aja pemikirannya begitu, ya jelas perlakuan guru S semakin menjadi-jadi sampai diikuti juga oleh yang lain. Sedih nggak sih, sekolah yang harusnya jadi tempat menimba ilmu dan mengajarkan hal-hal baik justru jadi sumber ketakutan dan rasa trauma mendalam seorang siswi. Duh, semoga ada solusi pasti deh agar kejadian seperti di atas nggak terulang di masa mendatang!