Cerita soal koruptor asal Indonesia yang kabur ke Singapura agaknya sudah bukan cerita baru lagi. Entah sejak kapan —yang jelas udah dari lama– negeri singa itu kerap dijadikan tujuan para koruptor melarikan diri dari kejaran aparat dan menghindari proses persidangan. Sebut saja Sjamsul Nursalim, Bambang Sutrisno, Samadikun Hartono, Agus Anwar, Sujiono Timan, dan yang terbaru ini politikus PDIP Harun Masiku, mereka semua kompak banget kabur ke Singapura. Dan sebenarnya masih banyak lagi sih koruptor lain yang lebih memilih melarikan diri daripada mempertanggungajawabkan perbuatannya.
Kalau dipikir-pikir, kenapa mesti Singapura ya? Padahal secara geografis, letak negara itu kan deket banget sama Indonesia. Kenapa nggak yang jauh aja sekalian, Zimbabwe atau Antartika gitu misalnya? Hmm.. Ternyata ada alasan di balik itu semua lo! Kira-kira kenapa sih? Simak yuk, penjelasannya bareng Hipwee News & Feature kali ini.
ADVERTISEMENTS
1. Singapura rupanya nggak memiliki perjanjian ekstradisi sama Indonesia. Jadi negara kita nggak bisa minta Singapura menyerahkan buronan yang kabur ke negaranya
ekstradisi/eks·tra·di·si/ /ékstradisi/ n Huk penyerahan orang yang dianggap melakukan kriminalitas oleh suatu negara kepada negara lain yang diatur dalam perjanjian antara negara yang bersangkutan (dikutip dari KBBI).
Umumnya, setiap negara itu punya perjanjian ekstradisi dengan negara lain. Perjanjian ini penting banget lo, fungsinya untuk saling membantu manakala ada buronan dari suatu negara yang kabur ke negara lain. Nah, dengan adanya perjanjian ekstradisi itu, negara asal buronan bisa meminta negara pelarian buat menyerahkan orang tersebut. Begitu pun sebaliknya, intinya saling support buat bisa menangkap penjahat gitu deh.
Nah, ternyata, Indonesia dan Singapura nggak memiliki perjanjian ekstradisi ini, Guys. Jadi misal ada buronan (atau dalam hal ini koruptor) yang lari ke Singapura, Indonesia nggak bisa begitu aja minta Singapura menyerahkan mereka. Simpelnya, itu bukan urusan Singapura gitu.
ADVERTISEMENTS
2. Sebenarnya Indonesia dan Singapura telah merintis perjanjian ekstradisi ini sejak tahun 1972. Tapi baru dibahas tahun 2004, yang itu pun belum selesai sampai sekarang alias masih gantung
Perjanjian ekstradisi ini sebenarnya udah jadi pembahasan sejak lama. Tapi entah kenapa pembahasannya baru dilakukan tahun 2004 lalu. Kemudian 3 tahun setelahnya Indonesia dan Singapura baru sepakat menandatanganinya. Namun meski sudah ditanda tangan kedua negara, perjanjian itu belum berlaku efektif karena menunggu ratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kenapa DPR nggak kunjung mengesahkan?
Usut punya usut, negosiasi perjanjian ekstradisi ini masih memicu perdebatan yang cukup bikin gemes lantaran ada pakta lain yang mesti disetujui Indonesia, yakni perjanjian kerja sama pertahanan (DCA). Singkatnya kalau mau ekstradisi jalan, DCA juga kudu jalan. Padahal dalam DCA itu Singapura juga minta dikasih sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau buat latihan militer. Ya males banget nggak sih masa kita harus mengorbankan sebagian wilayah kita cuma demi perjanjian ekstradisi? Inilah yang bikin pemerintah kita juga masih maju mundur soal ekstradisi Guys. Duh, emang bikin galau ya…
ADVERTISEMENTS
3. Selain belum ada perjanjian ekstradisi, alasan lain mungkin karena harga tiket ke Singapura relatif terjangkau. Apalagi kalau ada promo menarik dari maskapai, sekali berangkat nggak sampai 500 ribu~
Udah nggak ada perjanjian ekstradisi, eh masih ditambah biaya tiketnya murah. Pantas kalau Singapura ini dianggap surga bagi para koruptor. Begitu dapat kabar bakal menjalani persidangan atau bakal diperiksa KPK, tinggal kabur ke Singapura yang cuma berjarak 1-2 jam dari Jakarta, dengan biaya yang tentu nggak sampai bikin kantong jebol. Malahan kalau kebagian promo, harga tiket sekali berangkat nggak sampai 500 ribu rupiah. Jelas nilai yang sangat kecil di mata koruptor. Dia pun juga bisa ngajak keluarganya, misal sekalian mau liburan gitu. Hadeh..
Singapura pernah bilang kalau keputusan akhir perjanjian ekstradisi ini ada di tangan Indonesia. Mereka siap melanjutkan kedua perjanjian di atas asal Indonesia juga siap mengesahkan keduanya. Sepertinya DPR kita perlu salat istikharah dulu biar bisa dapat petunjuk~