“Kamu kalau ngurusin fashion hijab, kenapa nggak berhijab?”, pertanyaan yang diterima seorang konsultan desainer hijab, dilansir Kumparan.
“TK itu yang mendirikan apakah orang Tiongkok? Apakah Mbak kerja untuk orang-orang Tiongkok? Terus guru-gurunya orang Cina semua? Mbaknya orang Jawa sendiri atau gimana?” pertanyaan yang diterima seorang guru TK, dilansir Kumparan.
“Coba kamu nyanyiin tiga lagu wajib, tapi yang bukan Indonesia Raya.” perintah yang diterima Pocut Hanifa 2013 silam, dilansir BBC.
Berbagai kutipan di atas adalah segelintir pertanyaan ‘nyeleneh’ yang pernah diajukan pewawancara beasiswa bergengsi LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) kepada calon penerimanya (awardee). Ya, hal sensitif tersebut benar-benar dialami sebagian orang saat melalui tahap wawancara. Topik wawancara yang diharapkan akan berkutat soal rencana studi, malah berbelok ke pertanyaan-pertanyaan yang menyinggung SARA, agama, dan seksualitas. Fakta tersebut membuat LPDP jadi banyak disorot akhir-akhir ini, setelah seorang pegiat isu HAM dan gender membuka diskusi di Twitter soal masalah ini.
Sebagai beasiswa yang mengambil sebagian besar dana dari penerimaan pajak pemerintah, tentu saja isu itu perlu diluruskan. Dana yang digunakan juga nggak main-main lho. Dikutip Kumparan, hingga September 2017, dana abadi yang dikelola LPDP mencapai lebih dari Rp20 triliun! Kabarnya Pelaksana tugas (Plt) direktur utama LPDP dan menteri keuangan Sri Mulyani sudah angkat bicara. Bagaimana info selengkapnya? Simak ulasan Hipwee News & Feature berikut ini.
ADVERTISEMENTS
Awal November lalu, Tunggal Pawestri mengunggah cuitan di Twitter yang meminta siapapun bercerita jika memiliki pengalaman janggal seleksi LPDP
Dear all, jika ada yang saat wawancara beasiswa LPDP ditanya oleh Tim Seleksi kenapa tak berjilbab atau pertanyaan aneh lainnya. DM saya ya
— Tunggal Pawestri (@tunggalp) November 4, 2017
Wanita pegiat isu HAM dan gender tersebut bukan tanpa alasan mengunggat tweet di atas. Ia mengaku pernah menerima cerita tak mengenakkan dari temannya saat menjalani tahap wawancara beasiswa LPDP. Melalui Twitter ia berinisiatif mencari tahu lebih jauh soal permasalahan itu. Hasilnya, terhitung 3 hari setelah cuitan itu diunggah, ia sudah menerima lebih dari 50 cerita serupa.
Sebagai kesimpulan mini risetnya itu, Tunggal ingin membuat laporan setelah cerita-ceritanya sudah terkumpul. Laporan tersebut akan ia kirim ke pemangku jabatan LPDP sebagai bahan evaluasi. Sebagai warga negara yang taat dan peduli pajak, Tunggal merasa perlu ikut mengawasi dan melaporkan kejanggalan-kejanggalan pada LPDP.
ADVERTISEMENTS
Sebuah grafik dibuat untuk menyimpulkan hasil riset Tunggal. Dalam grafik tersebut, hampir semua perempuan mendapat pernyataan bias
Dari 55 orang yang terdiri dari 14 laki-laki dan 41 perempuan, Tunggal membuat sebuah grafik yang menyimpulkan riset kecilnya tersebut. Hasilnya, hampir semua responden perempuan mendapatkan pertanyaan yang menyinggung SARA dan yang sifatnya personal, menyangkut pasangan dan anjuran pernikahan. Fenomena lain yaitu menyangkut seksualitas dan identitas gender.
Semua pertanyaan tersebut dinilai sangat tidak relevan dengan tujuan utama beasiswa tersebut. Padahal dalam pedoman Petunjuk Teknis Penilaian Dokumen dan Wawancara yang dikeluarkan oleh LPDP, sama sekali tidak mencantumkan pertanyaan-pertanyaan janggal itu. Bisa jadi fenomena ini memang bentuk penyimpangan yang dilakukan pewawancara.
ADVERTISEMENTS
Meski tidak semua calon awardee mengalami hal sensitif seperti di atas, tetap saja fakta ini jadi PR serius para pemangku kebijakan LPDP
Seperti dilansir BBC, Dorothea, orang asal Yogyakarta yang menerima beasiswa S2 ke Amerika Serikat, menyatakan kalau dirinya tidak mengalami hal-hal negatif seperti yang banyak dibahas saat ini. Menurutnya itu tergantung dari pewawancara, karena sifatnya yang sangat subjektif. Meski belum ada data pasti mana yang lebih banyak, apakah calon awardee dengan pertanyaan tak relevan atau yang normal-normal saja, tapi isu ini tentu harus diluruskan. Pertanggungjawaban terhadap rakyat perlu dinomorsatukan, mengingat dana yang digunakan berasal dari rakyat juga.
ADVERTISEMENTS
Saat ini LPDP mengaku sedang melakukan evaluasi mulai tata kelola, proses rekrutmen, hingga manajemen awardee dan alumninya
Dikutip BBC, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama LPDP, Luky Alfirman, mengatakan bahwa kritikan tajam tersebut menjadi bahan evaluasi bagi timnya. Ia juga mengaku sedang melakukan peningkatan dan perbaikan di badan LPDP. Komitmen ini juga ditegaskan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, minggu sebelumnya. Ia mengatakan bahwa memang benar-benar ada upaya serius, perombakan, dan evaluasi serta rekomendasi yang dijalankan dari evaluasi tersebut.
LPDP memang belum 10 tahun hadir sebagai solusi keterbatasan dana generasi muda yang ingin melanjutkan studi ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Wajar jika masih banyak masalah di sana-sini. Dibandingkan beasiswa lain seperti Chevening, Fulbright, atau Australian Awards Scholarship, LPDP masih seumur jagung. Berbagai beasiswa yang telah eksis puluhan tahun itu seharusnya bisa jadi inspirasi atau semacam kiblat untuk LPDP terus meningkatkan kualitas diri. Bagaimanapun tujuan mulia LPDP untuk mencetak penerus bangsa terbaik harus didukung dengan sepenuh hati.