Mengisi bahan bakar jelas menjadi rutinitas wajib bagi siapapun yang mengendarai kendaraan bermotor. Meski mobil atau sepeda bertenaga listrik sudah mulai populer, sebagian besar orang masih mengisi bahan bakarnya di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU Pertamina untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM). Memilih tipe-tipe BBM yang ada di SPBUÂ tampaknya selalu jadi dilema tersendiri bagi para pengendara di Indonesia.
Dari Premium yang dulunya jadi pilihan utama bagi yang tidak punya mobil mewah, kini dihilangkan secara bertahap. Lalu Pertalite dikenalkan sebagai alternatif yang sedikit mahal tetapi lebih berkualitas dan ramah lingkungan. Meskipun begitu tetap saja pemerintah menyarankan bagi pemilik kendaraan roda empat untuk hanya menggunakan Pertamax. Akhir-akhir ini klaim ‘ramah lingkungan’ Pertalite, sebagaimana diangkat oleh Tirto, juga ternyata dipermasalahkan dan dituduh sesat. Kok bisa ya?! Bukan cuma masalah harganya aja lho yang beda guys, yuk kenali perbedaan dan seluk-beluknya bareng Hipwee News & Feature!
ADVERTISEMENTS
‘Premium’, ‘Pertamax’, maupun ‘Pertalite’ itu sebenarnya cuma sekadar merek dari produk bahan bakar yang dijual Pertamina. Kalau perusahaan minyak lain atau di negara lain, ya namanya juga lain…
Mungkin sekilas pengandaian ini terdengar sepele, tapi kalau kamu cari Premium, Pertamax, apalagi Pertalite di luar negeri, dijamin pasti nggak bakalan ketemu. Nama-nama yang di otak kita sudah identik dengan bensin atau BBM ini, ternyata punya wujud dan sebutan berbeda di tiap negara. Tergantung bagaimana perusahaan produsen minyak seperti Pertamina menamai dan membedakan produk-produk BBM yang mereka jual. Secara umum sih walaupun nama atau sebutannya berbeda-beda, biasanya pasti ada klasifikasi BBM dari yang kualitasnya biasa saja sampai kualitas super di semua negara.
ADVERTISEMENTS
Standar perbedaan kualitas BBM secara global itu terletak pada kandungan oktannya. Semakin tinggi angka Research Octane Number (RON)-nya, maka BBM itu dianggap lebih superior
Kalau sebelumnya, masyarakat Indonesia mungkin hanya mengenal perbedaan utama bensin sebatas bersubsidi atau non-subsidi, pengenalan Pertalite pada tahun 2015 seakan-akan lebih membuka cakrawala kita tentang keberagaman BBM. Pertalite dipasarkan sebagai BBM non-subsidi yang tidak semahal Pertamax tetapi lebih berkualitas daripada Premium. Kenapa bisa dibilang lebih berkualitas?! Karena kandungan ‘octane‘ atau oktan yang disebut ‘Research Octane Number’ (RON) Pertalite yang berada di angka 90, sedikit lebih tinggi dibandingkan Premium yang hanya 88. Sedangkan RON Pertamax dan Pertamax Plus sebesar 92 serta 95.
Namun BBM super di Indonesia semacam Pertamax dengan RON 92, di banyak negara lain, khususnya di negara maju seperti negara-negara Eropa, hanya dianggap sebagai pilihan biasa. Bahkan banyak negara yang sudah tidak menyediakan BBM di bawah RON 90. Terlepas dari disubsidi atau tidak, BBM dengan oktan yang lebih tinggi pasti dijual dengan harga yang lebih mahal.
ADVERTISEMENTS
Semakin tinggi nilai RON, bahan bakar disebut lebih berkualitas karena pembakarannya yang lebih efisien. Makanya BBM beroktan tinggi juga diyakini akan jauh lebih ramah lingkungan
Nilai kandungan oktan atau RON ini menunjukkan seberapa besar tekanan yang dapat diberikan sebelum akhirnya bahan bakar bisa terbakar secara spontan. Artinya semakin tinggi nilai RON, maka bahan bakar akan makin lambat terbakarnya sehingga residu yang ditinggalkan di mesin pun semakin minim. Namun karakteristik super dari BBM beroktan tinggi ini juga tentunya harus disokong dengan kesesuaian mesin kendaraan yang dimiliki. Kendaraan lama biasanya cukup menggunakan BBM reguler dan justru tidak kompatibel dengan yang super. Namun kendaraan-kendaraan keluaran terbaru atau yang bermesin besar, akan lebih efisien dan hemat jika menggunakan BBM beroktan tinggi. Penggunaan BBM paling efisien inilah yang diharapkan bisa menjadi langkah positif untuk meminimalisir dampak negatif pada lingkungan.
ADVERTISEMENTS
Nah klaim ramah lingkungan inilah yang dinilai oleh beberapa kalangan tidak tepat jika disematkan pada Pertalite. Meskipun lebih tinggi nilai oktannya dibanding Premium, tapi masih jauh dari standar internasional
Pada 2003 yang lalu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup menentukan bahwa Indonesia mulai menggunakan aturan standar emisi Euro 2. Kadar oktan bahan bakar standar Euro 2 adalah RON 92 atau seminimalnya RON 91. Sedangkan pada April 2017 lalu negara kita sepakat ikut meningkatkan standar Euro 4. Otomatis kadar oktan yang dianjurkan juga seharusnya naik. Kalau mengikuti standar Euro 2 apalagi Euro 4, Pertalite belum termasuk bahan bakar ramah lingkungan. Maka dari itu, Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KKPBB), Ahmad Safrudin, mengatakan bahwa klaim ramah lingkungan Pertalite itu kurang tepat dan menyesatkan publik.
Kalau melihat jenis-jenis BBM yang dijual di negara lain, tipe BBM di Indonesia memang termasuk di kisaran oktan rendah. Di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, atau Thailand, BBM yang banyak ditemukan sudah berada di kisaran RON 95. Apalagi di negara yang memiliki regulasi ketat tentang umur mobil- mobil hanya bisa digunakan seperti Jepang dan negara-negara Eropa, semua mobil dengan teknologi terbaru pastinya membutuhkan bahan bakar yang lebih efisien. Nah lho terus gimana ya kira-kira pemerintah kita bakal mengeksekusi kebijakannya untuk menerapkan standar Euro 4 yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun 2018 ini?! Ya semoga berjalan lancar deh…