Kisah memilukan minoritas muslim Rohingya di Myanmar akhir-akhir ini kembali menyita perhatian dunia. Al-Jazeera baru saja melaporkan bahwa konflik yang terus meningkat selama 10 hari terakhir ini, memaksa hampir 90 ribu orang Rohingya melarikan diri dari kekerasan yang terjadi di ‘rumah’nya sendiri. ‘Rumah’ atau tanah kelahiran Myanmar yang menolak mengakui status mereka sebagai warga negara sejak tahun 1982. Begitulah realita kehidupan orang Rohingya. Stateless atau tanpa kewarganegaraan dan selalu terombang-ambing di antara perbatasan, tanpa memiliki kepastian bisa pulang ke mana.
Tapi penting untuk memahami bahwa konflik Rohingya ini bukan hanya masalah agama, sebagaimana digambarkan secara umum di Indonesia. Masalahnya jauh lebih kompleks dan berlapis daripada itu. Jadi mungkin sebaiknya jangan asal tuduh dan tuding pihak tertentu dan menimpakan permasalahan ini pada suku, agama, dan kepentingan tertentu. Bahkan sampai ada foto-foto palsu terkait Rohingya yang sengaja disebar oleh oknum tertentu untuk memanaskan situasi. Jelas semua pihak memang harus segera berembuk dan merumuskan solusi yang dapat mengakhiri tragedi kemanusiaan ini, tapi tidak perlu terpancing sentimen negatif antar agama yang justru mungkin akan memperkeruh situasi.
Yuk dengan kepala dingin dan hati besar, simak bareng ulasan Hipwee News & Feature ini!
ADVERTISEMENTS
Meski sudah menempati kota Rakhine di bagian barat Myanmar sejak 100 tahun lalu, identitas Rohingya selalu dipertanyakan dan dimarginalkan oleh penduduk mayoritas
ADVERTISEMENTS
Akhirnya penolakan itu terinstitusionalisasikan dalam UU kewarganegaraan Myanmar pada tahun 1982. Rohingya tidak disebutkan dalam daftar 135 etnis di negara tersebut
Bukan hanya karena agama saja, identitas Rohingya yang tidak diakui baik secara politik dan sosial menyebabkan krisis multidimensional yang sangat kompleks. Bahkan pakar politik ada yang berpendapat kasus Rohingya ini lebih merupakan konflik yang sarat dengan motif ekonomi dan perebutan sumber daya antara mayoritas dan minoritas, dibandingkan agama.
ADVERTISEMENTS
Tidak punya ‘tempat’ di negara sendiri dan jelas sulit jika semuanya harus ditampung di negara lain. Orang Rohingya menghabiskan hidupnya hanya antara kekerasan dan pelarian
ADVERTISEMENTS
Mirisnya, bahkan negara tetangga terdekat seperti Bangladesh sempat menolak orang-orang Rohingya masuk negaranya. Entah berapa lama mereka hanya berdiam di perbatasan
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Indonesia tidak tinggal diam lho, menteri luar negeri Retno Marsudi menemui pemimpin de facto Myanmar yaitu Aung San Suu Kyi untuk membicarakan masalah stateless Rohingya
Bisa disimpulkan, masalah etnis Rohingya bukan sepenuhnya sentimen agama saja. Tapi banyak permasalahan politik dan ekonomi yang menambah rumitnya konflik
Bahkan, jangan mempercayai semua informasi yang beredar. Banyak foto palsu korban Rohingya yang dibagikan di media sosial dan bisa memprovokasi masyarakat
Rasanya sungguh tidak berperikemanusiaan jika kita mengabaikan para warga etnis Rohingya. Bahkan atas nama kemanusiaan dan terlepas dari agama, suku, dan ras apa pun tidak ada pihak yang berhak merampas hak hidup orang lain. Upaya nyata yang bisa dilakukan saat ini adalah mencari solusi atas ketegangan dan memberikan bantuan pada warga Rohingya yang terapung dan menjadi korban kekerasan. Semoga konflik berkepanjangan ini segera terselesaikan ya! Yuk bantu dengan aksi nyata, bukan mencaci semata!