Kalau Amerika Serikat punya Segitiga Bermuda dengan segala misterinya, Indonesia punya Segitiga Masalembo dengan cerita yang nggak kalah bikin kuduk bergidik. Eits, tapi kita nggak akan pamer mana yang lebih ngeri, melainkan mengenal lebih jauh salah satu kawasan Laut Jawa bagian timur yang telah banyak menelan korban jiwa ini.
Salah satu kisah tragis yang terjadi di kawasan perairan sekitar Pulau Masalembo, Jawa Timur ini adalah kecelakaan Kapal Motor (KM) Tampomas-II tujuan Sulawesi pada tanggal 27 Januari 1981. Kengerian kecelakaan ini salah satunya terabadikan lewat lagu āCeloteh Camar Tololā milik Iwan Fals. Nah, sejak peristiwa Tampomas-II, perairan Masalembo dianggap sebagai wilayah mistis karena kecelakaan kapal jadi sering terjadi. Yang terbaru adalah terbakarnya KM Santika Nusantara yang berpenumpang 111 orang pada Kamis, 22 Agustus 2019.
Selain kapal, kecelakaan pesawat juga pernah terjadi di perairan Masalembo. Pesawat naas tersebut adalah Adam Air penerbangan 574 dengan nomor ekor PK-KKW. Pertanyaannya, hal apa yang membuat perairan Masalembo begitu mengerikan untuk dilalui?
ADVERTISEMENTS
Segitiga Masalembo terdengar ngeri dilalui karena jadi lokasi bertemunya dua arus laut
Secara penamaan, Segitiga Masalembo merujuk pada segitiga imajiner yang dibayangkan masyarakat kepada perairan penghubung Pulau Bawean, Kota Majene, dan sejumlah kepulauan yang berada di di Laut Jawa termasuk perairan Masalembo. Diketahui ombak di Segitiga Masalembo ini memang cukup ganas.
Melansir Tirto, penulis Sutrisno dalam buku berjudul Injak (2018) mengisahkan pengalamannya berada di atas perairan Masalembo. Ia menulis bahwa ombak di perairan tersebut seketika bikin goyang kapal yang ia tumpangi, kapal berukuran cukup besar dan dapat diandalkan ditengah gelombang. Deburan ombak bahkan sampai menghempas sampai jendela kaca kapal.
Pengakuan Sutrisno sangat masuk akal mengingat fakta kawasan perairan Masalembo memang merupakan tempat bertemunya dua arus laut. Arus pertama berasal dari barat dan terus memanjang ke Laut Jawa (disebut arus musiman), dan arus kedua berasal dari utara yakni dari Selat Makassar (disebut thermoklin atau arus akibat perbedaan suhu lautan). Nah, pertemuan dua arus yang dikenal dengan istilah Arlindo ini terjadi di Segitiga Masalembo dengan membawa materi lain termasuk sedimen laut. Ini yang bikin ngeri-ngeri sedap!
Selain itu, kawasan perairan ini juga diyakini punya kantong udara yang mampu menyedot pesawat yang terbang rendah. Hal ini dipercaya sebagai satu alasan kecelakaan pesawat Adam Air. Masih dari Tirto, pengamat hukum penerangan Martono kepada Antara menjelaskan pesawat Adam Air saat itu terbang pada ketinggian 8.000 kaki, di mana seharusnya di ketinggian 35.000 kaki.
ADVERTISEMENTS
Menurut ahli, rentetan kecelakaan di Segitiga Masalembo murni karena gangguan alamiah bukan mistis
Balik lagi ke pertanyaan inti. Mengapa perairan Masalembo terdengar begitu berbahaya? Ahli geologi Rovicky Dwi Putrohari dalam blog Dongeng Geologi menulis bahwa arus Arlindo ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim, dan sudah pasti pula akan memengaruhi pelayaran laut. Ia menjelaskan bahwa Arlindo dapat membawa air laut dingin dari Samudera Pasifik ke Samudera Indonesia dengan debit hingga 15 juta meter kubik per detik, dan hampir semuanya melalui Selat Makassar. Membayangkannya saja sudah bikin deg-degan, kan?
Nah, selain arus laut, ia juga menjelaskan faktor lain yang bikin perairan Masalembo terdengar berbahaya. Yakni pengaruh angin monson, atau angin yang berembus setiap enam bulan sekali dan selalu bergantian arah. Di Segitiga Masalembo ini, terkadang terjadi pertemuan arus laut yang deras (dan terdengar berbahaya) dengan angin yang kencang (yang sama terdengar berbahaya). Ketika dua entitas yang ngeri-ngeri sedap ini bersatu, maka akan membentuk semacam tornado, badai, dalam putaran lambat tapi seketika bisa berubah arah. Hal-hal tersebut yang diyakini dapat menyebabkan kecelakaan di Segitiga Masalembo.
Dari penjelasan tersebut Rovicky yang akrab disapa Pakde menegaskan bahwa kecelakaan yang banyak terjadi di Segitiga Masalembo diakibatkan oleh faktor gangguan alamiah, bukan mistis sebagaimana dipercaya banyak masyarakat. Oleh karena itu, ia menyarankan jika memang Segitiga Masalembo sering akibatkan kecelakaan, maka yang dibutuhkan adalah rambu-rambu lalu-lintas laut yang canggih. Karena menurutnya rentetan kecelakaan yang pernah terjadi jangan sampai membuat Perairan Masalembo jadi zona terlarang.