Sudah 2017. Sekedar info, 24 tahun lalu adalah 1993. Sudah itu saja.
Di kala itu internet belum ada, padahal Amerika sudah mulai menayangkan iklan komersial yang berisi panduan akses internet. Kemunculan internet di Indonesia bisa jadi sebuah kenangan manis bagi mereka yang antri masuk bilik warnet, menyalakan komputer tabung dan mengetik dengan keyboard berisik. Kalau kamu punya fantasi soal itu, artinya kamu adalah jembatan dua generasi, yang sama sekali tak mengerti dan yang sangat mengerti tentang internet.
Terlambat membahas kemajuan internet, nyatanya yang akan kita bahas memang soal dampaknya kok yang makin hari makin bikin istighfar. Sebenarnya bukanlah sebuah masalah besar jika yang dibilang dengan kids zaman now adalah seputar kenalakan remaja klasik yang pada zaman dulu juga dilakukan oleh manusia zaman old pada masanya.
ADVERTISEMENTS
Balada ‘mimin’ dan penulis media online masa kini. Berita yang bisa langsung dikomentari dan bisa seketika dimentahkan netizen
“Miminnya mabok!”
“Mimin ahokers!”
“Mimin alumni 212!”
“Min, bisa nulis yang bener nggak si?”
Seringkali saya melihat komentar bernada serupa, bahkan seringnya lebih kasar di unggahan berita-berita media online. Dulu kala, generasi sebelum kita membaca koran, mereka mungkin mengumpat setelah baca berita yang tidak sejalan dengan ideologinya, namun anonimitas tulisan di media dan sulitnya tanggapan secara langsung otomatis meminimalisir hal ini.
Nggak munafik, saya pun pernah begitu. Tapi untungnya hanya dalam hati. Jempol imut saya nggak serta merta mengetikkan hinaan itu pada media online mana pun. Saya adalah satu dari sekian banyak silent reader yang akhirnya mengumpat: netizen ini kenapa sih? Lalu obrolan soal ‘kelakuan netizen‘ pun menguap di warung kopi dan kafe-kafe. Hingga muncul sebuah keheranan HQQ: Kenapa ya orang cenderung mudah menyalahkan orang lain ketika mereka dipertemukan dalam anonimitas?
ADVERTISEMENTS
Jangan salah, kekuatan netizen itu bak power ranger, bisa menumpas kejahatan dengan segala digdaya. Tapi ada harga mahal yang harus dibayar
Bayangkan banyak manfaat yang bisa kita dapatkan melalui suara netizen. Sebut saja change.org selaku wadah petisi-petisi online, hingga protes berupa meme dan hashtag. Saat ini ketidakadilan dengan mudahnya diawasi dan dilawan. Suara masyarakat secara langsung punya pengaruh dan kekuatan yang dahsyat memerangi kejahatan. Bahakn untuk menolong sesama, memanfaatkan ‘netizen‘ adalah sebuah solusi cepat. Cepat menyebar dan luas banget sasarannya.
Tapi ada harga yang perlu dibayar dari kekuatan besar ini. Seperti kutipan dalam film Spiderman yang melegenda: With great power, comes great responsibility. Budaya komentar netizen pun kini justru dengan mudah menyakiti pihak tertentu. Bak lightsaber yang bisa memusnahkan Darth Vader sekaligus mengancam nyawa Luke Skywalker. Duh kenapa jadi ngebahas film!
Komentar netizen dan kesewenang-wenangannya tak terkontrol, bahkan bisa langsung menyakiti pihak tertentu. Mungkin kalian nggak mengalami, tapi bayangkan setiap harinya menjadi Mulan Jameela yang selalu disalahkan. Atau Ayu Tingting yang selalu dicurigai, hingga Raisa yang selalu diagung-agungkan dan harus selalu terlihat sempurna.
ADVERTISEMENTS
Sebagai penulis Hipwee, saya pernah dikatai kafir hingga dituding melakukan aksi propaganda LGBT. Tahukah kalian jempol kalian bisa sangat menyayat hati?
Bikin berita soal Ahok, dianggap “kafir”, bikin berita soal Annies dianggap anarki, bikin tulisan soal LGBT dibilang propaganda. Bahkan saya pernah membuat sebuah berita tanpa keberpihakan, murni seputar informasi dan suatu kejadian, netizen pun dengan bangga menyalahkan: Hipwee beritanya nggak berguna! Dengan tanda seru. Heyyy, kisanak, mungkin bagimu memang berita ini nggak berarti apa-apa, tapi bagi keluarga dan teman-temannya suatu kejadian tersebut mereka harapkan bisa jadi pelajaran sebagian orang lainnya. Kadang saya pun tertawa dengan keras ketika ada tuduhan soal penulis yang dibayar parpol tertentu. Duh kalau beneran pasti kami sedang foya-foya. 🙁
Tahukah kalian, kami sebagai penulis dan jurnalis di seluruh Indonesia setiap hari memikirkan tanggapan kalian? Kami berharap berita dan opini dari satu kepala ini bisa diterima semua kalangan dan tidak disalahpahami sebagai sesuatu yang lain.
Ah penulis baper!
Awalnya memang baper, tapi lama-lama ketika cacian dan hinaan sudah jadi cemilan, ya bisa kenyang dengan ini. Kita tercipta berbeda-beda, dengan jalan pikiran dan perspektif yang otomatis berbeda. Apakah sebuah keharusan untuk menyamakan semua pendapat dan pemikiran?
Sumpah, kalau saja netizen di seluruh negeri ini kompak, comment war mungkin bukanlah jadi kesibukan mereka yang hanya menatap layar ponsel lebih dari 5 jam sehari. Dan sumpah, kalau saja netizen seluruh negeri ini kompak, kita bisa melakukan banyak perubahan di banyak lini yang memang sudah seharusnya diperbaiki.
ADVERTISEMENTS
#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu
Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!