Sudah sejak dulu masyarakat Indonesia bisa tinggal bersama dalam satu wilayah meski punya keyakinan berbeda-beda. Tidak peduli apapun keyakinannya, tiap orang sudah seharusnya tetap diterima dan punya hak yang sama sebagai warga negara. Sebenarnya, tak ada yang perlu dipermasalahkan dengan beragamnya agama di negara kita. Selama penganut di tiap agama bisa saling menghargai, menghormati, dan tak memaksakan kehendak satu sama lain, bukan tak mungkin kedamaian bisa menyelimuti.
Namun kini, sepertinya kita harus menyimpan dulu angan-angan itu. Semakin luasnya penggunaan media sosial ternyata nggak selalu digunakan untuk sesuatu yang baik. Ujaran kebencian saat ini sangat mudah ditemukan. Seperti yang baru-baru ini terjadi. Seorang pria ditangkap karena ketahuan menghina Islam di Facebook. Padahal kabarnya, ia pernah jadi ketua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Bagaimana kisahnya? Simak ulasan Hipwee News & Feature kali ini.
ADVERTISEMENTS
Pria bernama Abraham Ben Moses diketahui menyebarkan kebenciannya berbau SARA melalui akun Facebook pribadinya
Ujaran kebencian kini sudah jadi makanan sehari-hari pengguna media sosial. Fenomena ini rasanya bisa diwakili dengan ungkapan mati satu tumbuh seribu. Belum tuntas kasus terdahulu, sudah ada kasus baru serupa. Pria 52 tahun bernama Abraham Ben Moses alias Saifuddin Ibrahim telah jadi pusat perhatian karena unggahan-unggahannya di akun Facebook pribadinya. Bukan atas info berfaedah di dalamnya, melainkan karena mengandung ujaran kebencian. Abraham diketahui sering menghina SARA tertentu, seperti melecehkan Nabi Muhammad dengan kata-kata tak pantas, dan lain-lain. Bahkan dilansir Fajaronline, ia pernah menulis buku berjudul ‘Kesaksian Saifuddin Ibrahim’ yang disebut banyak ungkapan kebenciannya.
ADVERTISEMENTS
Abraham kini harus membayar perbuatannya dengan mendekam di sel tahanan setelah diamankan Bareskrim Polri
Beruntung, Selasa (5/12) kemarin Abraham sudah ditangkap jajaran penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bereskrim) Polri di Tangerang, Banten, sekitar pukul 22.00 WIB. Dilansir dari Viva, Abraham mengaku sebagai pendeta yang bermaksud menyebarkan keyakinannya melalui media sosial. Atas perbuatannya Abraham dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-undang No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang ITE. Beberapa barang bukti juga ikut diamankan, salah satunya 1 ponsel iPhone 6 Plus warna putih yang ia gunakan mengunggah konten-konten amoral.
ADVERTISEMENTS
Abraham dulunya adalah pemeluk agama Islam. Bahkan ia pernah menjadi ketua organisasi Islam
Meskipun mengaku sebagai pendeta, rupanya Abraham dulu adalah pemeluk agama Islam. Mungkin bisa dibilang taat karena menurut kabar, ia juga pernah menjabat sebagai ketua organisasi Islam terkenal di Indonesia. Di media sosial Abraham sudah dikenal sebagai penganut Islam yang berpindah agama. Dikutip dari Viva, salah satu videonya yang kontroversial adalah ketika ia naik sebuah taksi dan terlibat perbincangan tak biasa dengan sopirnya. Abraham mengajak sopir itu berpindah ke agamanya setelah sebelumnya bertanya apa agama si sopir. Tak sampai disitu. Ia juga mengutip salah satu ayat dalam agama sopir dan menyebut Nabi Muhammad tak konsisten.
ADVERTISEMENTS
Perbedaan tak seharusnya menciptakan perpecahan. Sebaliknya, lewat sanalah sejatinya kita belajar saling menghargai
Miris ketika sadar bahwa kehidupan zaman sekarang tak lagi sama seperti dulu. Sebelum media sosial jadi bagian dari aktivitas manusia, rasanya kehidupan jauh lebih aman, nyaman, dan tenteram. Perbedaan jadi lebih berharga. Lain halnya dengan sekarang ketika sontak jadi banyak orang berlaku provokatif. Merasa apa yang ada dalam dirinya paling benar, lantas berhak menghakimi dan menghina orang lain. Fenomena ini tak lepas dari makin terbukanya akses berbicara di depan publik.
Tak bisa dipungkiri, kalau Indonesia kini sedang darurat toleransi. Perbedaan kerap jadi alasan untuk saling angkat ‘senjata’. Banyak orang merasa dirinya paling benar, patut menindas yang lemah, dan berbuat sesukanya. Teman, perbedaan tercipta bukan untuk berebut kuasa. Sadarlah bahwa di situ justru ada kekuatan. Kamu tentu tak lupa ‘kan dengan semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’?