Miris. Seorang warga Kampung Sukagalih, Desa Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung ini seolah terusir dari rumahnya sendiri. Menurut Kompas, rumah itu sudah ditinggali Eko Purnomo dengan istrinya sejak tahun 2008, namun terpaksa ditinggalkan sejak tahun 2016 silam karena tidak punya akses keluar masuk. Tetangganya membangun rumah tepat di sekitar rumah Eko tanpa memberi jalan untuk Eko dan keluarganya bisa berlalu lalang. Kejadian itu membuat Eko dan keluarganya tinggal di sebuah rumah kontrakan di kawasan Cikoret, Pasangrahan, Ujungberung, Kota Bandung.
Kejadian yang dialami oleh Eko terhadap rumahnya itu memang bikin heran. Kok bisa sih hal seperti itu terjadi tanpa adanya musyawarah antar warga dan disaksikan oleh pejabat wilayah setempat? Atau sebenarnya sudah dilakukan tapi nggak ada yang mau mengalah? Nah, Hipwee News & Feature akan menjelaskan kronologinya dan aturan hukum yang bisa melindungi nasib orang-orang seperti Eko ini.
ADVERTISEMENTS
Awalnya, rumah itu punya akses jalan layaknya rumah lainnya tetapi tiba-tiba tanah di depan dan samping kiri rumah tersebut dibangun bersamaan
Dilansir dari Kompas, tanah di Kampung Sukagalih, Desa Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung ini dibeli orang tua Eko Purnomo pada tahun 1982 dan sertifikat rumah didapat pada tahun 1998. Setahun kemudian, rumah berukuran 76 meter persegi dibangun di atas tanah tersebut. Baru pada tahun 2008, Eko dan istrinya tinggal disana.
Dulunya, akses menuju rumahnya sangat luas sampai pada akhirnya tanah di depan dan samping kiri rumahnya dibeli dan pada awal tahun 2016 dibangun secara hampir bersamaan sehingga Eko tak lagi punya akses keluar masuk dari rumah tersebut.
ADVERTISEMENTS
Pernah sih dilakukan pertemuan untuk membahas akses rumah itu, sayangnya hasilnya nihil. Katanya sih tetangganya ada yang memberi akses tapi kurang komunikasi
Sebelumnya, sudah pernah dilakukan pertemuan untuk membahas hal tersebut, sayangnya nggak ada solusi yang berhasil dihasilkan. Eko pernah menawarkan untuk membeli tanah sebagai akses jalan dengan harga Rp10 juta per meter persegi tapi pemilik tanah menolaknya. Bahkan Eko juga berusaha menjual rumahnya tapi harga yang ditawarkan nggak cocok dengan tetangganya. Dilansir dari Kompas, Eko pernah juga mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Bandung dan BPN mengeluarkan berita acara bahwa rumah itu harus diberi akses jalan.
Lurah Pasirjati, Omi Rusmiati, mengungkapkan bahwa sebenarnya tetangga kiri rumah Eko berbaik hati memberi akses jalan untuk Eko. Namun, katanya, Eko nggak pernah datang untuk bermediasi lagi. Kayaknya sih ada masalah personal juga antara Eko dengan tetangganya tersebut
ADVERTISEMENTS
Menurut KUH Perdata, sebenarnya Eko berhak menuntut ke tetangganya untuk diberi akses jalan dengan kewajiban membayar ganti rugi lho
Pasal 667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah mengatur mengenai penutupan akses jalan bagi sebuah rumah lho. Disitu dinyatakan bahwa Eko bisa menuntut ke tetangga yang menutup akses tapi, Eko harus membayar ganti rugi atas permintaannya tersebut
Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya.
ADVERTISEMENTS
Sebelumnya, kasus begini sudah pernah terjadi di Aceh dan bisa teratasi setelah menempuh jalur hukum
Kasus serupa pernah terjadi di tahun 2013 dan sebenarnya kurang populer di masa itu. Menurut informasi dari situs Putusan Mahkamah Agung, kejadiannya berlangsung di Sigli, Aceh, akibat seorang warga menutup jalan kecil akses menuju kebun warga yang lain. Kasus ini berhasil diselesaikan dengan jalan hukum yang memberikan keputusan bahwa warga yang menutup akses jalan dan menguasai jalan tersebut dinyatakan bersalah.