Ketika satwa liar jadi peliharaan, apa yang terjadi? | Illustration by Hipwee
Sepertinya ungkapan ‘cinta tak harus memiliki’ nggak cuma berlaku untuk relasi sesama manusia, ya. Ungkapan ini ternyata juga relevan jika diaplikasikan dalam relasi manusia dan hewan. Nggak bisa disangkal, rasa cinta sering kali mendorong seseorang untuk memelihara hewan kesayangan di rumah. Soalnya, timbul keinginan untuk merawat, melindungi, dan mengasihinya.
Umumnya sih, manusia memelihara kucing, anjing, hamster, kelinci, atau ikan. Namun, bagaimana jika manusia memelihara satwa liar yang biasanya hidup di belantara hutan seperti harimau, singa, dan orang utan?
Inilah fenomena yang memicu perdebatan. Maraknya influencer pemelihara satwa liar dikritik oleh warganet hingga pakar, salah satunya drh. Nur Purba Priambada (36 tahun). Purba, sapaan akrabnya, cukup vokal menyuarakan penolakannya terhadap tren memelihara satwa liar, bahkan walau si pemelihara sudah mengantongi izin penangkaran legal.
Bukannya bagus, ya, kalau makin banyak orang memelihara satwa liar? Kan, termasuk melestarikan.
Ternyata… nggak sesimpel itu, lo, persoalan memelihara satwa liar. Purba mengungkapkan ada beragam risiko buruk yang bakal mengancam, apalagi nggak sedikit kasus yang menunjukkan memelihara satwa liar dapat mendatangkan bahaya.
ADVERTISEMENTS
Ketika satwa liar ‘dipaksa’ hidup terbatas di kandang, inilah risiko yang akan menghantui
Bekerja selama 12 tahun di bidang konservasi satwa liar, menjadi pengurus Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar Akuatik dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN), sekaligus menjadi sukarelawan di Indonesia Herpetofauna Foundation (IHF), Purba memiliki pandangan yang berbeda terkait fenomena memelihara satwa liar.
Menurutnya, memelihara satwa liar, meski di penangkaran legal, sebaiknya tidak dilakukan. Ada banyak risiko yang akan merugikan, baik untuk manusia, satwa liar, maupun eksositem alam. Ketika satwa liar yang terbiasa hidup di alam bebas harus masuk kandang, ada prinsip kesejahteraan hewan yang telah dilanggar, yakni:
Hewan bebas dari rasa lapar dan haus
Hewan bebas dari rasa takut dan stres
Hewan bebas dari rasa tidak nyaman
Hewan bebas dari rasa sakit
Hewan bebas mengekspresikan perilaku alamiah
Nah, bila dipelihara dan hidup di kandang, ada kebutuhan satwa liar yang nggak terpenuhi. Misalnya, kebutuhan untuk bergerak bebas di alam, berperilaku sesuai habitatnya tanpa tekanan, dan bebas berinteraksi dengan satwa lain. Selain itu, tahu nggak kalau satwa liar juga punya fungsi ekologisnya?
Walaupun manusia belajar memelihara satwa liar sebaik mungkin, risiko hewan mengalami stres dan sakit masih cukup tinggi. Pada akhirnya, kita harus sadar bahwa habitat terbaik satwa liar adalah alam bebas, bukan di rumah. Manusia punya keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan satwa liar yang selama ini sebenarnya sudah tercukupi di alam.
ADVERTISEMENTS
Jika terus dinormalisasi, risiko buruk lainnya akan bermunculan. Yakin masih mau memelihara satwa liar?
Tak cuma itu saja, menormalisasi dan mengglorifikasi memelihara satwa liar justru berdampak negatif. Pasalnya, ada kemungkinan banyak orang akan ikut-ikutan. Bisa jadi motif memelihara juga bukan atas nama cinta lagi, tapi beralih ke motif ekonomi. Akibatnya, perburuan dan perdagangan satwa liar akan terus ada.
Nah, lingkaran ‘setan’ ini nggak berhenti. Perdagangan satwa liar akan menimbulkan kepunahan. Coba bayangkan, bagaimana kondisi alam kita nanti jika satwa liar punah? Padahal, alam dan satwa liar saling membutuhkan satu sama lain agar fungsi ekologisnya tetap terjaga.
Kalau fungsi ekologis terganggu, bukankah manusia ikut rugi juga? Kan, selama ini fungsi ekologis yang menopang hidup manusia. Lagipula, naluri satwa liar bisa muncul kapan saja. Mereka memiliki insting bertahan hidup di alam bebas. Walaupun dipelihara dengan penangkaran pribadi yang ketat, risiko akan tetap ada. Nggak sedikit kasus hewan liar yang jadi peliharaan menyerang pemiliknya bukan?
“Kerusakan alam dan perburuan satwa liar ini juga turut mendukung penyebaran penyakit zoonosis. Salah satu contoh nyatanya adalah pandemi COVID-19 ini,” ungkap Purba, ketika dihubungi Skuat Hipwee, Senin (9/5).
Inilah risiko memelihara satwa liar | Illustration by Hipwee
ADVERTISEMENTS
Walaupun memiliki izin penangkaran, sebaiknya memelihara satwa liar tidak dilakukan. Ini alasannya!
Masih banyak orang yang ‘ngeyel’ bahwa memelihara satwa liar bukan masalah besar, asalkan memiliki izin penangkaran dan pemelihara bisa menjamin kebutuhannya. Namun, menurut Purba, masalahnya tidak sesederhana itu. Izin penangkaran pun memliki konsekuensi dan tanggung jawab besar. Aktivitas penangkaran harus dilakukan sesuai peraturan yang berlaku dengan memprioritaskan aspek kesejahteraan hewan.
Selain itu, satwa liar berisiko membahayakan nyawa manusia jika merasa terancam. Jadi, risiko kecelakaan sangat besar meski pemelihara telah berusaha memastikan keselamatan dan perlindungan di sekitar penangkaran. Jarang diketahui nih, ternyata memelihara satwa liar merupakan salah satu bentuk kekejaman terhadap hewan menurut Social Media Animal Cruelty Coalition. Waduh, niatnya menyayangi, tapi sebenarnya menyakiti~
Jika melihat risiko buruk tersebut, mulai dari kesejahteraan satwa liar nggak terpenuhi sampai akhirnya stres, perubahan kondisi ekologis, sampai kemungkinan serangan pada manusia, masihkah kamu sepakat dengan fenomena memelihara satwa liar? Yuk, mulai belajar mempertimbangkan semua keputusan dalam hidup secara menyeluruh, ya! Bukan hanya tentang pertimbangan yang enak-enak saja, tapi risiko buruk yang akan terjadi juga.