Resesi Seks Kian Parah, Pemerintah Jepang Jodohkan Warganya Lewat Kecerdasan Buatan

Persoalan resesi seks sedang jadi masalah serius di beberapa negara, salah satunya adalah Jepang. Resesi seks Jepang menjadikan angka kelahiran di Negeri Sakura itu terus menurun selama beberapa dekade terakhir telah membuat pemerintah Jepang khawatir tentang masa depan negaranya.

Pemerintah Jepang telah memperkenalkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan angka kelahiran di negaranya sebagai upaya untuk mengatasi masalah resesi seks tersebut, mulai dari memberikan subsidi untuk pasangan muda yang baru menikah hingga menjodohkan warganya.

Lantas metode  seperti apa yang dilakukan  pemerintah Jepang , simak informasinya, SoHip~

ADVERTISEMENTS

Pemerintah Jepang jodohkan warganya lewat sebuah aplikasi kecerdasan buatan demi atasi resesi seks Jepang

resesi seks Jepang

Jepang berupaya menjodohkan warganya | Credit: Yaroslav Shuraev on Pexels

Melansir dari CBS (23/02), berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah Jepang, salah satunya di perfektur Miyagi di timur laut Jepang, di mana warga bisa menemukan pasangan melalui layanan kecerdasan buatan yang disponsori oleh pemerintah. Program ini memanfaatkan tekhnologi untuk menganalisis preferensi dari kecocokan antara dua orang sehingga dapat merekomendasikan pasangan yang tepat.

Di Ehime, pemerintah daerah menawarkan sistem perjodohan berbasis big data yang dapat membantu warga menemukan pasangan hidup yang cocok berdasarkan preferensi pribadi mereka. Kemudian di Miyazaki caranya lebih tradisional, pemerintah memfasilitasi perjodohan di mana calon pasangan berkirim surat tulisan tangan terlebih dulu sebelum memutuskan untuk bertemu.

Program ini dirancang untuk membantu orang yang lebih memilih cara lebih konservatif untuk menemukan pasangan hidup mereka. Masih ada jenis usaha lain agar warga mau mencari pasangan hidup. Bahkan, di Tokyo ada pelatihan kencan dasar, misalnya bagaimana memulai obrolan dengan lawan jenis yang bertujuan untuk membantu orang yang merasa kesulitan untuk memulai percakapan dengan lawan jenis.

Belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah di mana pemerintah Jepang begitu bersemangat menjodohkan warganya. Memang pertaruhannya besar, yaitu masa depan dan kelangsungan negara karena resesi seks yang sedang terjadi.

Bulan lalu Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengatasi tingkat kesuburan Jepang yang kian merosot. Dalam sebuah pidato di parlemen, ia memperingatkan bahwa negaranya sedang berada di ambang disfungsi, meluncur ke arah kebangkrutan sistem pensiun dan layanan kesehatan, serta kemerosotan ekonomi karena tingkat kelahiran yang menurun.

“Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat,” kata Kishida kepada anggota Parlemen dikutip dari detikinet (23/02/2023)

Sebagai negara yang memiliki budaya yang sangat konservatif, langkah ini dianggap sebagai hal yang cukup radikal bagi pemerintah Jepang. Namun pemerintah Jepang telah menyadari pentingnya meningkatkan angka kelahiran di negaranya.

ADVERTISEMENTS

Hampir seperlima pria Jepang dan 15 persen wanita tidak tertarik menikah, angka tertinggi sejak 1982

Jumlah ketertarikan menikah menurun di Jepang

Jumlah ketertarikan menikah menurun di Jepang | Credit: Christiano Sinisterra on Pexels

Jepang memiliki populasi yang paling cepat menua dibandingkan negara pasca industri lainnya di dunia. Tingkat kelahirannya-jumlah rata-rata anak yang dimiliki seorang wanita-mulai menurun pada tahun 1970-an. Tingkat kesuburan total saat ini adalah 1,3 jauh di bawah tingkat penggantian, yaitu lebih dari dua anak per wanita untuk memastikan populasi yang stabil.

Survei dari National Institute of Population dan Social Security Research menemukan bahwa hampir seperlima pria Jepang dan 15 persen wanita tidak tertarik untuk menikah, angka tertinggi sejak 1982. Bahkan hampir sepertiga pria dan seperlima wanita Jepang di usia 50-an tidak pernah menikah. Oleh karena itu Badan Anak dan Keluarga Jepang yang baru akan diluncurkan pada bulan April.

“Mereka pada dasarnya akan menambah tenaga kerja untuk program-program lokal yang sudah ada dan memunculkan ide-ide baru untuk meningkatkan angka pernikahan,” kata Yuki Nomura, juru bicara Badan Kabinet.

Menurut sosiolog Harvard, Mary Brinton, usaha yang efektif misalnya adalah dengan menyeimbangkan antara waktu kerja dan keluarga sehingga tidak ada penurunan besar kelahiran. Mary Brinton mencatat bahwa wanita Jepang menghabiskan waktu lebih dari lima kali lebih lama daripada pria untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, yang membuat pasangan enggan untuk memiliki dua anak atau lebih.

Profesor Masahiro Yamada, seorang sosiolog dari Universitas Chuo, merasa skeptis bahwa Jepang akan keluar dari krisis eksistensial. Bahkan di kalangan pekerja tetap pendapatan relatif menurun, jadi lebih baik (bagi para lajang) untuk tetap tinggal dengan orang tua mereka daripada menikah.

“Ini bukan masalah perjodohan, ini adalah masalah lebih banyak pria dengan pendapatan yang tidak stabil,” kata Masahiro.

ADVERTISEMENTS

Upaya pemerintah Jepang mengatasi resesi seks

Upaya pemerintah Jepang mengatasi resesi seks

Upaya pemerintah Jepang mengatasi resesi seks | Credit: Ryutaro Tsukata on Pexels

Melansir dari Kompasiana (23/02), untuk mengatasi masalah resesi seks dan masalah demografi lainnya, pemerintah Jepang telah meluncurkan berbagai program untuk mendorong kelahiran dan dukungan bagi keluarga. Misalnya pemerintah Jepang memberikan tunjangan anak, menambah jumlah fasilitas penitipan anak, dan memberikan insentif bagi perusahaan yang membantu karyawan mereka memiliki anak.

Sementara itu, melansir dari The Japan Times (23/02), pemerintah Jepang menawarkan subsidi untuk pembelian rumah baru bagi keluarga yang mengasuh anak. Hal tersebut ditujukan untuk meringankan beban keuangan akuisisi rumah oleh pasangan menikah muda. Pasalnya pasangan muda biasanya menghadapi berbagai biaya termasuk pendidikan untuk anak-anak.

Tidak hanya itu subsidi keselamatan anak sebesar 1 juta yen atau sekitar Rp11,3 juta per unit rumah juga diberikan. Dana subsidi keselamatan ini untuk pemasangan barang-barang keselamatan, mulai dari pegangan tangan untuk mencegah jatuh, peralatan dapur dengan fungsi kunci anak, hingga pintu masuk dengan fitur keamanan tinggi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan sekedar hobi, melainkan memberi arti~

Editor

Penikmat buku dan perjalanan

CLOSE