Kisah sedih datang dari Sorong, Papua Barat. Sebanyak 292 buaya dibantai oleh sekelompok warga hingga tak bernyawa di sebuah penangkaran PT Mitra Lestari Abadi (MLA). Kabarnya, pembantaian terjadi karena ada buaya yang menerkam salah seorang warga hingga meninggal. Polisi pun nggak berkutik dengan kemarahan warga sekitar kawasan penangkaran. Mereka hanya bisa melihat hewan amfibi tersebut dibunuh satu per satu yang akhirnya meninggalkan bangkai di kawasan penangkaran tersebut.
Tanpa mengesampingkan betapa mengerikannya tragedi meninggalnya seorang warga karena serangan buaya, namun aksi ‘balas dendam’ dengan membantai ratusan buaya secara membabi buta itu bikin kita tambah mengelus dada. Kira-kira kenapa ya kok orang-orang bisa begitu kejamnya membunuh ratusan hewan itu? Polisi juga sudah mengupayakan mediasi. Ada juga undang-undang yang ternyata mengatur perihal kekerasan atau pembunuhan terhadap hewan. Mau tahu gimana kelanjutan kasus ini? Yuk simak bareng Hipwee News & Feature!
ADVERTISEMENTS
Pembantaian buaya di Sorong, Papua awalnya terjadi karena seorang warga mencari sayur di kawasan penangkaran. Kemudian buaya menyerangnya sehingga nyawanya pun melayang
Hari Rabu (13/7) menjadi hari yang tidak beruntung bagi Sugito, seorang warga yang tinggal di daerah sekitar penangkaran buaya PT MLA. Sang pembuat tahu itu sedang berada di daerah penangkaran untuk mencari rumput sebagai pakan ternaknya. Ternyata, disana Sugito tidak sendirian. Ada mata lain yang mengawasinya yaitu dari buaya yang memang tinggal di penangkaran tersebut.
Kejadiannya begitu cepat. Tiba-tiba buaya menyerang Sugito. Ia berusaha melawan dan berteriak namun buaya tersebut tanpa ampun menggigit tubuhnya. Warga yang mendengar suara teriakan segera menghampirinya. Tetapi, ketika warga datang, nyawanya sudah melayang dengan berbagai bekas gigitan di tubuhnya.
ADVERTISEMENTS
Meninggalnya Sugito menjadi awal kemarahan warga. Lokasi penangkaran yang berada di dekat pemukiman menjadi alasan untuk warga menggerakkan aksinya
Penangkaran buaya PT MLA ini terletak di dekat pemukiman warga dan hanya dibatasi dengan pagar seng. Warga mengaku bahwa mereka sering merasa ketakutan ketika melintas di dekat penangkaran tersebut. Bayangan akan adanya buaya yang lepas lalu menerkam mereka membuat mereka selalu merasa was-was.
Setelah jasad Sugito dimakamkan, warga berbondong-bondong datang ke penangkaran tersebut. Amarah mereka tumpahkan ke buaya-buaya disana. Akibatnya, pembantaian buaya besar-besaran terjadi. Totalnya, ada 292 buaya yang nyawanya terpaksa menghilang. Aparat keamanan tak berkutik. Mereka hanya bisa melihat satu per satu buaya dibantai hingga mati.
ADVERTISEMENTS
Apa sih salah buaya-buaya yang nyawanya dipaksa menghilang itu? Nggak seperti manusia, mereka nggak punya akal budi. Yang mereka tahu hanyalah tentang bertahan hidup dan mencari makan
Kemarahan warga yang meluap, tak seharusnya ditumpahkan pada buaya-buaya tersebut hingga menyebabkan ratusan buaya kehilangan nyawanya. Sebagai hewan, mereka mungkin hanya mencoba bertahan hidup dan mencari makan. Kalau pun ada masalah keamanan di sekitar penangkaran, warga seharusnya menuntut pengelola untuk melakukan perbaikan atau mencari solusi lainnya. Bukan dengan membantai hewan-hewan ini secara membabi buta.
ADVERTISEMENTS
Perbuatan menghilangkan nyawa hewan di penangkaran tersebut bisa mendapatkan sangsi hukum lho. Semua sudah ada peraturan hukum tertulisnya
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 302, penganiayaan hewan yang mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, cacat, menderita luka berat, atau mati, maka yang bersalah bisa terancam dengan pidana penjaga paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Menurut Jurnal Ilmiah tentang Eksistensi Pasal 302 KUHP Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Hewan di Indonesia, denda sebesar Rp300,00 itu adalah kurs pada masa Hindia Belanda sehingga perlu disesuaikan dengan melakukan konversi terhadap kurs saat ini. Dengan hukuman yang ringan seperti ini, pantas saja manusia nggak berhenti menyakiti hewan di sekitar kita.
ADVERTISEMENTS
Penegakan hukum dan revisi Pasal 302 KUHP tersebut perlu dilakukan agar pelaku penganiayaan hewan menjadi jera. Mereka juga bernyawa, berhak hidup, dan juga ciptaan Tuhan
Kejadian penganiayaan hewan bukan sekali ini terjadi di Indonesia. Sebelumnya. kasus lain pernah terjadi seperti pembunuhan orang utan di Kalimantan, pembunuhan gajah bunta di Aceh, dan sebagainya.
Perlindungan hukum terhadap hewan tampaknya masih lemah. Belum ada penegakan hukum yang benar-benar tegas sehingga membuat pelaku penganiayaan menjadi jera. Sebagai makhluk yang lebih pintar dan memiliki akal budi, seharusnya manusia melindungi hewan tersebut, bukan malah membunuhnya.