Berpindah dari satu keyakinan ke keyakinan lain bukan hal yang mudah diterima di Indonesia. Agama dipandang sebagai sesuatu yang diterima sejak lahir dan wajib dibawa sampai mati, tanpa pernah diganti. Tidak jarang orang yang memutuskan pindah agama mendapatkan stigma. “Duh, gampang banget pindah agama!”
Tapi jika menilik lebih jauh, bukankah fenomena pindah agama sebenarnya tidak asing? Pesohor seperti Dewi Lestari hingga Felix Siauw melakukannya. Barangkali salah satu teman dekat atau keluargamu juga memutuskan mengambil pilihan ini. Pernahkah kamu bertanya apa yang mereka rasakan dalam prosesnya?
Harap perhatikan: artikel ini sama sekali tidak bertujuan mengajak siapapun untuk berpindah keyakinan. Hipwee hanya ingin menyuarakan perasaan mereka yang pernah mengalami proses yang tidak ringan ini. Seperti yang pernah dibahas di artikel ini, bisakah kita sepakat dulu untuk tidak cepat memberikan label?
ADVERTISEMENTS
1. Semua diawali dari pertanyaan, “Kok begini?”
Keinginan berpindah keyakinan bisa dimulai dari kekecewaan pada keyakinan yang sudah kamu anut selama ini. Kamu mulai mempertanyakan hal-hal yang sebenarnya tercantum di aturan keyakinanmu, tapi tidak terwujud dalam kehidupan nyata.
“Katanya sangat menghargai kebersihan, kok tempat ibadahnya kotor?”
“Katanya penuh kedamaian, tapi kenapa umatnya mudah saling menuduh dan menyalahkan?”
“Katanya pembawa kebaikan, kenapa umatnya masih banyak yang miskin?”
ADVERTISEMENTS
2. Ritual keagamaan yang selama ini kamu jalankan mulai terasa “kosong”
Kamu tetap menjalani ritual keagamaan yang sudah kamu lakoni seumur hidup. Hanya saja, kamu tidak lagi merasa “terhubung” dengan ia yang kamu sembah. Ritual keagamaan hanya jadi sarana olahraga buatmu, tidak lagi bisa membuat hatimu nyaman. Ia tidak lagi bisa memberikan rasa “didengar” oleh sesuatu yang lebih besar darimu.
ADVERTISEMENTS
3. Kamu mempertanyakan esensi dari segala hal yang kamu lakoni selama ini
“Jika menjumpainya beberapa kali sehari tidak mengubahku jadi manusia yang lebih baik, lalu kenapa aku masih melakukan semua ini? Kenapa aku tidak pergi?”
ADVERTISEMENTS
4. Bahkan tidak jarang kamu bertanya, Dia ada di mana?
Bukankah janji-Nya Dia lebih dekat dari urat nadimu sendiri? Bukankah Ia akan selalu datang dengan berlari jika kamu mendatanginya dengan berjalan? Tapi kenapa kamu merasa sepi?
ADVERTISEMENTS
5. Bagi beberapa orang, perasaan “kosong” bisa jadi pendorong untuk makin giat mendalami ajaran agama. Bagi beberapa orang lainnya, rasa “kosong” itu menciptakan dampak yang sebaliknya.
Bagimu, rasa kosong itu kerap membuatmu menemukan diri tepekur sementara teman-temanmu mengobrol dengan riang. Saat mereka bisa melempar canda karena hal-hal remeh, otakmu rasanya penuh oleh berbagai pertanyaan soal hidup dan Tuhan.
ADVERTISEMENTS
6. Tanpa disadari perilakumu mulai berubah. Kamu mulai menarik diri dari orang-orang terdekat
Pergulatan batinmu makin memuncak. Dampaknya, perilakumu pun mulai berubah. Kamu mulai sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalamu. Kamu jadi menutup diri pada orang-orang terdekat, terlalu ingin mencari jawaban dari segala keingintahuan yang memenuhi otakmu.
7. Saat ditanya orang-orang, “Kamu kenapa sih?” kamu tidak bisa memberikan jawaban
Orang tua: “Kamu kenapa sih? Ada masalah apa?”
Kamu: “Nggak pa-pa kok.” (karena bingung mau jelasin dari mana)
Orang tua: “Apa yang bisa Mama sama Papa bantu?”
Kamu: “Gak ada…..”
Karena memang tidak ada yang bisa mereka bantu. Tidak ada yang bisa orang lain bantu. Kamu perlu menuntaskan permasalahan ini sendiri.
8. Ada titik saat akhirnya kamu memutuskan untuk berhenti melakukan ritual keagamaan yang selama ini kamu jalani. Berusaha hidup tanpa terikat dengan aturan agama apapun
9. Kamu memilih untuk hidup tanpa terkukung dalam cangkang yang disebut agama. Kamu hanya ingin jadi orang baik, dengan atau tanpa keyakinan yang tertera di KTP-mu
10. Kadang harus kucing-kucingan juga agar tidak terlihat aneh di hadapan orang lain
X: “Kok gak sholat?”
Kamu: “Heheh iya lagi dapet…” (padahal emang gak niat sholat)
Y: “Ikut ibadah jam berapa?”
Kamu: “Udah kok kemarin Sabtu heheheheh” (padahal kemarin Sabtu gak ke Gereja)
11. Tapi kamu pun mulai menyadari, hatimu tetap rindu sesuatu yang bisa dipercaya. Sesungguhnya kamu tidak bisa hidup tanpa agama
Hidup tanpa agama seperti hidup di padang pasir panas tanpa oasis teduh. Kamu membutuhkan sesuatu yang mampu melindungimu dari panas.
Sementara keyakinan yang kamu bawa dari lahir sudah tidak lagi bisa memuaskan rasa haus dalam dirimu.
12. Kamu mulai mencari tahu tentang keyakinan lain yang selama ini belum pernah kamu dalami
Membaca kitab agama lain, ngobrol dengan teman yang memeluk agama tersebut, hingga bertemu langsung dengan pemuka agamanya rela kamu lakoni demi menjawab rasa penasaranmu.
13. Mencoba berdoa dengan beragam cara, menyembah Tuhan lewat sapaan yang berbeda. Hanya demi setitik rasa cukup di hatimu
Temanmu bertanya,
“Kenapa sih kamu repot-repot begini? Ribet tau!”
Jawabmu,
“Kalau disuruh memilih, aku juga gak mau punya keraguan macam ini sama agamaku sendiri.”
14. Hal yang paling menyakitkan adalah ketika kamu melihat orang-orang terdekatmu menyalahkan diri mereka sendiri karena pilihan yang kamu ambil
Ibumu: “Kamu kenapa sih? Mama kurang apa ngajarin kamu?”
Kamu: “Mama gak salah apa-apa kok. Ini hidupku ‘kan? Udah deh, gak pa-pa.”
Ibumu: “Ini kewajiban Mama sebagai orang tua buat menjaga imanmu. Nanti mama diminta tanggung jawabnya di akhirat.”
Kamu: (hilang kata) (tidak sanggup menjelaskan lebih jauh)
15. Kamu sering dianggap egois, mengecewakan, “tidak kuat” iman, dan menyakiti keluarga
Separuh hatimu ingin bilang, “Aku cuma sedang mencari hal yang paling cocok denganku! Udah deh biarin aja!” sementara separuh hatimu lainnya mengutuki dirimu sendiri. Kamu merasa brengsek karena menyakiti orang-orang yang menyayangimu sedalam itu.
16. Terkadang kamu dinasihati, “Hatimu membatu. Makanya kamu gak bisa menerima kebenaran Tuhan.”
Tapi bukankah iman seharusnya menyisakan ruang untuk pertanyaan?
17. “Coba deh baca baik-baik, ini udah yang paling sempurna. Aku sudah membuktikannya,” kata orang-orang sambil menyodorkan kitab agama mereka
Sementara kamu hanya ingin menemukan keyakinan itu lewat pengalamanmu sendiri. Kamu sudah tidak lagi mau memeluk sesuatu hanya karena ikatan darah. Keyakinan yang tidak ditemukan sendiri tidak akan membuatmu merasa tenang.
18. Tidak jarang kamu ditampar oleh orang yang menyayangimu. Mereka takut kehilangan jika kamu memutuskan berpindah keyakinan
Siapapun Tuhanmu tidak akan mempengaruhi hubungan kalian bukan? Sepatutnya begitu, dan kamu pun meyakini hal ini. Namun kenyataannya membuat orang-orang di sekelilingmu paham tidaklah semudah yang kamu bayangkan.
19. Berkali-kali kamu mencoba ikut peribadahan yang berbeda
Demi menemukan di mana Tuhan yang paling bisa mengerti dirimu.
20. Kadang karena hal ini kamu merasa seperti orang gila, pergulatan batin sempat membuatmu depresi
Takut menyakiti orang-orang yang kamu sayang, takut tidak bisa mendapatkan tempat yang membuatmu paling nyaman, takut gagal dalam perjalanan mencari jati diri yang paling dalam.
21. Setelah perjalanan panjang mencari, kamu pun memutuskan untuk berhenti
Bukan karena kamu sudah menemukan Tuhan pengganti yang paling tepat. Anehnya, ia justru kamu temukan di tempat paling dekat. Setelah perjalanan panjang yang membuatmu hampir kehilangan kewarasan itu kamu kembali menemukan Tuhanmu di tempat yang tak terduga.
22. Kamu pun menyadari, agama dan kepercayaan tak selalu bisa diproses dengan akal manusia. Ada beberapa hal yang memang hanya bisa diterima
23. Pengalaman bimbang soal agama membuatmu sadar, betapa jemawanya dirimu sebagai manusia
Membanding-bandingkan Tuhan, sok tahu mempelajari semua ajaran. Mencari yang paling nyaman untuk dilakukan. Siapa sih dirimu sampai punya hak prerogatif macam itu?
Kamu tetap sepakat bahwa iman sepatutnya memang menyisakan ruang bagi pertanyaan. Namun tidak seharusnya kamu melihat ajaran dari umatnya saja, agar adil kamu harus tetap mendalami ajarannya sebelum memutuskan.
24. Pengalaman pernah ingin pindah agama memang berat, tapi kamu tidak ingin menyesalinya. Kamu pun tidak berkeinginan menghapusnya dari kenanganmu
Lewat pengalaman ini kamu tahu, agama bukan komoditas yang bisa kamu tukar-tambah sesuai kebutuhan. Sampai ke ujung dunia pun tidak akan ada keyakinan yang 100% bisa kamu terima sempurna. Toh mereka yang menjalankan ajaran agama juga sama sepertimu, manusia, yang punya banyak celah untuk berbuat dosa.
25. Satu yang paling penting, setelah pengalamanmu itu kini kamu yakin sepenuhnya. Dia adalah perwujudan dari prasangka hamba-Nya
Jika kamu merasa Dia dekat, Ia akan dekat.
Jika kamu meragukannya, Ia pun akan meragukan keyakinanmu.
Jika kamu merasa iaIberat menghampirimu, Ia pun akan memperberat langkahnya.
Lalu mengapa kini kamu tidak mencoba berbaik sangka dan percaya sepenuhnya?
26. Kini kamu hanya ingin berusaha untuk jadi hamba-Nya yang lebih baik lewat berbagai cara
Pengalaman ingin pindah agama memang jarang dibicarakan. Bukan berarti ia tak layak dibagikan agar kita bisa mengambil pelajaran ‘kan?
Semoga setelah membaca artikel ini kamu semakin menemukan cara untuk bermesraan dengan Penciptamu, ya!