Takhta kerajaan Inggris nggak pernah kosong. Maka dari itu, begitu Ratu Elizabeth II wafat pada Kamis (8/9), putra sulungnya, Pangeran Charles otomatis menduduki singgasana kerajaan.
Istana Buckingham juga merilis pernyataan resmi Pangeran Charles terkait wafatnya sang ratu dengan menggunakan gelar “His Majesty The King.” Dalam pernyataannya, Charles mengutarakan duka mendalam atas berpulangnya sang ratu sekaligus ibunya itu.
“Kematian ibunda tercinta, Yang Mulia Ratu, adalah momen kesedihan yang luar biasa bagi saya dan seluruh anggota keluarga saya. Kami sangat berduka atas meninggalnya seorang Penguasa yang disayangi dan seorang ibu yang sangat kami cintai,” tulis Instagram @buckinghampalaceroyal.
Dalam kehilangan besar itu, keluarga besar kerajaan akan mendapat penghiburan dari kenangan indah dan rasa hormat mereka terhadap sang ratu.
“Saya tahu kehilangannya akan sangat terasa di seluruh negeri, alam, dan persemakmuran, dan oleh banyak orang di seluruh dunia. Selama masa berkabung dan perubahan ini, saya dan keluarga saya akan dihibur dan ditopang oleh pengetahuan kami tentang rasa hormat dan kasih sayang yang mendalam di mana Ratu memegang hal tersebut,” sambungnya.
Namun, walaupun Charles diangkat secara langsung menjadi raja, ia harus melalui beberapa tahapan seremonial untuk mengukuhkan jabatan terbarunya.
ADVERTISEMENTS
Pangeran Charles menjadi raja dengan gelar Raja Charles III
Hal pertama yang harus diputuskan Charles setelah otomatis menjadi raja adalah gelar yang akan digunakannya.Ia bisa menggunakan nama lain atau mengikuti silsilah raja Inggris yang sudah lebih dulu memakai nama Charles dan menambahkan urutannya.
Perubahan gelar lumrah terjadi di kerajaan Inggris. Misalnya, kakek dari Charles yang punya nama asli Albert, mengubah gelar kerajaannya menjadi George VI. Jika Charles tetap mempertahankan namanya, ia akan mendapat gelar kerajaan Raja Charles III.
ADVERTISEMENTS
Raja Charles III diangkat sebagai raja oleh Dewan Aksesi
Dilansir dari BBC, Charles akan secara resmi diproklamirkan sebagai raja pada Sabtu, (10/10) di Istana St. James, London. Acara pengangkatan itu dihadiri oleh Dewan Aksesi atau Penobatan (Accession Council).
Dewan Aksesi terdiri dari anggota Dewan Penasihat yang merupakan sejumlah anggota parlemen senior, pegawai negeri senior, komisaris tinggi Persemakmuran, dan Walikota London. Biasanya, undangan akan disebar untuk 700 orang terpilih. Namun, jumlah yang hadir kemungkinan jauh lebih sedikit. Seperti yang terjadi saat pengangkatan Ratu Elizabeth II pada 1952, saat itu hanya 200 tamu undangan yang hadir.
Rangkaian acara akan diawali dengan pengumuman kematian Ratu Elizabeth II oleh presiden Dewan Privy, yaitu Penny Mordaunt MP. Setelahnya, proklamasi pengangkatan sang raja akan dibacakan.
Secara umum, teks proklamasi berisi serangkaian doa dan janji untuk pemegang takhta, memuji pemimpin sebelumnya, dan janji dukungan untuk pemegang takhta yang baru. Kemudian, teks tersebut akan ditandatangani oleh sejumlah toko senior perdana menteri, Uskup Agung Canterbury, dan Lord Chancellor.
ADVERTISEMENTS
Deklarasi resmi kepada publik akan dibuat setelah acara Dewan Aksesi
Acara pertama yang diselenggarakan Dewan Aksesi tadi nggak dihadiri langsung oleh sang raja. Raja baru akan hadir bersama Dewan Privy sehari setelah proklamasi. Pada saat itu pula ia melakukan deklarasi Raja baru sesuai tradisi yang telah dilakukan sejak abad ke-18.
Berdasarkan tradisi kerajaan, Raja baru akan membuat sumpah untuk melestarikan Gereja Skotlandia. Usai prosesi trompet, akan ada upacara resmi yang menjadikan Charles sebagai raja baru. Upacara tersebut dibuat di balkon di atas Friary Court, Istana St. James, dan dipandu oleh pejabat yang dikenal dengan Garter King of Arms.
Lalu, lagu kebangsaan Inggris akan dikumandangkan disertai dengan tembakan meriam dari Hyde Park, Menara London. Pertama kali sejak 1952, lagu kebangsaan tersebut diganti dengan kata-kata “God Save the King.”
ADVERTISEMENTS
Penobatan Raja Charles III nggak langsung diadakan karena masih dalam masa berkabung wafatnya sang ratu
Puncak dari rangkaian seremonial pengangkatan raja baru adalah penobatan. Dalam prosesi ini, Raja Charles III akan disematkan mahkota raja. Namun, berbeda dari acara sebelumnya yang bisa dilakukan beberapa hari setelah kematian sang ratu, penobatan nggak bisa begitu.
Ada dua alasannya. Pertama, acara ini butuh persiapan yang banyak. Lebih dari itu, penobatan nggak bisa dilakukan secepatnya karena Inggris dan negara-negara persemakmurannya masih dalam masa berkabung. Penobatan Ratu Elizabeth II sendiri baru dinobatkan pada Juni 1953. Itu memakan waktu 16 bulan sejak ia naik takhta pada Februari 1952.
Berdasarkan prosesi penobatan yang sudah ada, upacara dilakukan dalam kebaktian Kristen Anglikan dan dipimpin oleh Uskup Agung Canterbury. Puncaknya, Charles akan disematkan mahkota St. Edward, mahkota emas murni yang sudah ada sejak 1661 dengan berat sekitar 2,23 kilogram.
Namun, beberapa tahun terakhir ada perdebatan yang terjadi di Inggris soal prosesi penobatan Charles. Sejauh ini, prosesi tersebut dilaksanakan dengan nuansa keagamaan yang kental, lengkap dengan pengurapan minyak suci dan pengambilan komuni. Hal itu dimaksudkan sebagai tanda pencurahan anugerah Tuhan kepada raja baru.
Di sisi lain, pada tahun 2018, Unit Konstitusi, sebuah lembaga dari University College London merilis laporan yang menyatakan bahwa seharusnya penobatan raja atau ratu Inggris dilakukan secara sekuler. Mereka beralasan bahwa lebih dari setengah populasi Inggris nggak memiliki agama. Juga, dua pertiga dari tamu undangan penobatan bukan orang Kristen Anglikan.
ADVERTISEMENTS
Setelah resmi dinobatkan, Raja Charles III akan menjadi kepala negara bagi 14 negara persemakmuran Inggris
Begitu Raja Charles III dimahkotai, akan ada prosesi terompet dan bel yang berbunyi diikuti 62 meriam salut. Ia pun secara resmi memulai pengabdian seumur hidupnya bagi Inggris dan 14 negara persemakmuran. Selain itu, ia sekaligus menjadi kepala gereja di Inggris.