Kasus baru Covid-19 di Indonesia semakin meningkat per harinya. Bahkan dalam beberapa hari terakhir penambahan kasus positif harian menjadi rekor baru selama pandemi, di mana lonjakan harian tertinggi pada 27 Juni silam mencapai 21.342 orang. Sebelumnya kenaikkan tajam diyakini usai libur panjang Idul Fitri lalu. Rumah sakit penuh hingga banyaknya tenaga medis yang kewalahan menanggulangi masifnya penyebaran virus.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo secara resmi memutuskan kebijakan pengetatan aktivitas masyarakat terutama di wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan ini dinamakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat. Lantas apa yang lebih ditekankan pada peraturan kali ini dan apa bedanya dengan PSSB? Simak ulasannya di bawah ini.
ADVERTISEMENTS
PPKM Darurat mulai diberlakukan 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khususnya Jawa dan Bali. Diungkapkan bahwa peraturan ini jauh lebih ketat dari sebelumnya
Melalui pernyataan pers YouTube Sekretariat Presiden, Presiden Jokowi menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mendapat masukkan dari para menteri maupun ahli kesehatan terkait perkembangan Covid-19 di Indonesia. Mengingat lonjakannya sangat cepat seiring dengan munculnya berbagai varian baru yang menjadi persoalan serius banyak negara.
“Situasi ini mengharuskan kita mengambil langkah-langkah yang lebih tegas agar kita sama-sama bisa membendung Covid-19,” papar Jokowi, Kamis (1/7/2021).
Disebut peraturan kali ini lebih ketat, karena difokuskan per daerah yang mengalami lonjakan tinggi kasus Covid-19. Artinya tingkat penyebaran ditelusuri dari tingkat RT/RW. Rencananya pembatasan ini diperluas di zona oranye atau berisiko sedang, dari sebelumnya hanya zona merah saja. Dilansir dari detikcom, berikut 14 poin aturan PPKM darurat:
1. 100% Work from Home untuk sektor non essential
2. Seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online/daring
3. Untuk sektor essential diberlakukan 50% maksimum staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100% maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan.
4. Pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup.
5. Pelaksanaan kegiatan makan/minum ditempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mall hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat (dine-in).
6. Pelaksanaan kegiatan konstruksi (tempat konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100% (seratus persen) dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;
7. Tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura, Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup sementara.
8. Fasilitas umum (area publik, taman umum, tempat wisata umum dan area publik lainnya) ditutup sementara;
9. Kegiatan seni/budaya, olahraga dan sosial kemasyarakatan (lokasi seni, budaya, sarana olahraga, dan kegiatan sosial yang dapat menimbulkan keramaian dan kerumunan) ditutup sementara;
10. Transportasi umum (kendaraan umum, angkutan masal, taksi (konvensional dan online) dan kendaraan sewa/rental) diberlakukan dengan pengaturan kapasitas maksimal 70% (tujuh puluh persen) dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;
11. Resepsi pernikahan dihadiri maksimal 30 (tiga puluh) orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat dan tidak menerapkan makan di tempat resepsi; Penyediaan makanan hanya diperbolehkan dalam tempat tertutup dan untuk dibawa pulang.
12. Pelaku perjalanan domestik yang menggunakan moda transportasi jarak jauh (pesawat, bis dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksin dosis I) dan PCR H-2 untuk pesawat serta Antigen (H-1) untuk moda transportasi jarak jauh lainnya.
13. Masker tetap dipakai saat melaksanakan kegiatan di luar rumah. Tidak diizinkan penggunaan face shield tanpa penggunaan masker.
14. Pelaksanaan PPKM Mikro di RT/RW zona merah tetap diberlakukan.
ADVERTISEMENTS
Salah satu pembeda antara PPKM dan PSBB terletak pada cakupan wilayahnya. Termasuk melibatkan berbagai elemen masyarakat di tingkat bawah
Pemerintah sempat melakukan PSBB tahun lalu sebagai bentuk pembatasan kegiatan penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus corona. Mekanisme kebijakannya dimulai dari gubernur, bupati, atau walikota. Pembatasan PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan moda transportasi, hingga pembatasan di tempat atau fasilitas umum.
Sedangkan PPKM cakupannya lebih spesifik demi menekan penyebaran virus corona. Sederet elemen di masyarakat mulai dari RT/RW, kepala desa/lurah, Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), Bintara Pembina Desa, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat hingga karang taruna ikut serta.
ADVERTISEMENTS
Sebelumnya PSBB dinilai tak efektif menurunkan lonjakan Covid-19 di Indonesia. Lantas mengapa kebijakan lockdown tak diterapkan?
Tak sedikit yang mengkritik soal PSBB tahun lalu yang dianggap kurang efektif. Pasalnya lonjakan Covid-19 masih terjadi hingga masyarakat yang kurang patuh untuk ketatkan kembali protokol kesehatan. Maka dari itu, banyak yang penasaran mengapa Indonesia tak terapkan lockdown layaknya negara lain?
Mengutip dari Kompas, Deputi V Staf Kepresiden, Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan bahwa kebijakan tersebut tak diambil menyesuaikan banyak aspek di masyarakat dari segi ekonomi dan sosial. Menurutnya mengambil keputusan dengan apa yang populer di negara lain bukanlah kebijakan yang tepat.
Sebagai contoh, India yang dianggap belum berhasil menerapkan lockdown sebagai strategi terbaik mengatasi wabah Covid-19. Indonesia juga memperhitungkan kondisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah, di mana tak sedikit yang hidupnya bergantung pada pekerjaaan harian. Sisi lain, melihat dari kondisi sosial masyarakat yang dinilai masih rendah. Sebagai contoh pada Juni lalu ratusan warga Madura demo tolak penyekatan di jembatan Suramadu, Surabaya. Padahal pandemi Covid-19 sedang gencarnya menginfeksi.
PPKM Mikro sempat diutarakan pemerintah pada awal 2021, tetapi pengawasannya tak ketat yang membuat lonjakan Covid-19 masih kecolongan. PPKM darurat ini diharapkan bisa menekan penyebaran Covid-19 sembari vaksinasi dilakukan. Semoga penerapannya dapat pengawasan yang maksimal.