Berita soal razia kucing dan anjing liar di Jakarta jadi topik hangat yang masih jadi perbincangan hingga sekarang. Meskipun Pemprov DKI akhirnya menunda razia itu setelah mendapat kecaman dari kelompok aktivis hewan, tapi masalah penanganan hewan terlantar ini memang sangat penting untuk didiskusikan dan segera dicari solusinya bersama. Realitanya, jumlah kucing dan anjing liar yang terlantar di jalanan tercatat semakin banyak. Selain bisa menganggu, kelebihan populasi atau over-populasi hewan terlantar juga dikhawatirkan bisa membawa banyak penyakit berbahaya seperti rabies.
Tapi operasi razia juga dianggap kurang tepat untuk dijadikan solusi atas masalah di atas. Apalagi jika dilakukan secara paksa dan sampai menyakiti hewan-hewan ini. Jadi, bagaimana sebaiknya pemerintah kita menangani kasus ini? Dan apa sih sebenarnya pertimbangan para pecinta hewan mengecam keras adanya razia hewan liar? Hipwee News & Feature sudah merangkum informasinya buat kamu. Mari disimak!
ADVERTISEMENTS
Berangkat dari laporan warga, Pemprov DKI Jakarta dikabarkan akan menggelar razia kucing dan anjing liar di sejumlah lokasi. Katanya buat memberantas rabies juga
Operasi razia yang sebelumnya dikabarkan bakal dilakukan tanggal 7-9 Januari itu, bermula dari banyaknya laporan warga terkait keberadaan anjing dan kucing liar di Jakarta. Katanya hewan-hewan itu sering meninggalkan kotoran di halaman dan mengganggu ketenteraman. Seperti dikabarkan BBC, sepanjang tahun 2018, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP) Jakarta menerima sekitar 100 laporan. Warga juga takut kalau hewan-hewan itu menulari rabies atau penyakit berbahaya lainnya.
ADVERTISEMENTS
Akhirnya razia pun dilakukan. Tapi operasi ini malah mengundang kecaman dari kelompok aktivis hewan karena cara razia yang dinilai kejam, pakai jaring gitu…
Dua hari lalu di Twitter beredar foto-foto razia kucing dan anjing liar yang ditangkap pakai jaring dan dimasukkan ke kandang. Banyak induk-induk binatang yang kemudian dipisahkan sama anak-anaknya. Menurut sejumlah kelompok aktivis hewan seperti Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan Gerakan Anti Kekerasan Hewan Domestik Indonesia (GAKHDI), razia dengan cara itu justru bisa menyakiti hewan. Akhirnya, Gubernur DKI Anies Baswedan memutuskan untuk menunda pelaksanaan razia ini dan meminta dinas terkait untuk mengajak bicara organisasi atau kelompok pengelola binatang.
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya mengontrol populasi hewan liar itu memang perlu dilakukan, apalagi mengingat mereka bisa menularkan penyakit pada manusia. Tapi caranya tetap harus memperhatikan kesejahteraan hewan, bukan asal-asalan
Selain razia, sebenarnya ada cara lain yang mungkin lebih bijak yang bisa dilakukan buat mengontrol populasi hewan liar, khususnya kucing dan anjing. Misalnya dengan menggelar sosialisasi soal Hewan Penular Rabies (HPR) kepada masyarakat, seperti yang sekarang lagi dilakukan Pemprov DKI menanggapi protes razia kemarin. Dilansir Kompas, Pemprov juga bekerjasama dengan kelompok aktivis hewan –Asosiasi Gerakan Anti Kekerasan Hewan Domestik Indonesia (Gakhdi)– untuk mengawal jalannya sosialisasi dan pengamanan HPR. Buat memastikan jalannya operasi sudah sesuai dengan beberapa regulasi yang mengatur kesehatan serta kesejahteraan hewan.
Selain itu, mungkin pemerintah juga perlu menambah tempat penampungan hewan-hewan liar dan mempromosikan adopsi ketimbang membeli. Soalnya kebanyakan orang lebih memilih beli hewan yang rasnya lucu-lucu aja, jadi hewan dengan ras campuran yang mungkin kurang menarik dibiarkan gitu aja, terus mereka berkembang biak dan membentuk populasi sendiri di jalanan. Dan daripada asal dirazia yang ujung-ujungnya juga nggak jelas nasibnya gimana, mending disterilisasi aja nggak sih, untuk mengontrol populasinya?
Hmm… kalau menurutmu solusi apa lagi yang bisa dilakukan pemerintah nih, guys?