Rasanya jadi pasangan yang memilih childfree | Illustration by Hipwee via www.hipwee.com
Mempunyai anak atau tidak sebenarnya pilihan masing-masing, sama seperti pilihan menikah atau tidak. Lalu, mengapa bahasan soal childfree jadi perdebatan sengit di dunia maya? Orang yang memilihnya pun diam-diam akan digunjingkan di dunia nyata. Anggapan akan keluarga yang ideal dan normal di masyarakat umumnya memang masih kaku; terdiri dari suami, istri, dan anak. Ketika pasangan suami-istri memilih tak punya anak, siap-siap stigma miring langsung membanjiri!
Di tengah masyarakat yang masih tabu melihat keluarga tanpa anak, tentu nggak mudah bagi pasangan yang memilih keputusan childfree. Hal tersebut membuat Hipwee Premium tertarik untuk mengupas cerita pasangan yang telah menikah dan memilih keputusan ini.
“Bagaimana, ya, rasanya jadi pasangan yang memilih childfree di Indonesia?”
Pertanyaan itulah yang membawa Hipwee Premium akhirnya bertemu dengan Mashita Pithaloka Fandia P. Setelah berkelana di dunia internet mencari-cari, Hipwee Premium menemukan akun media sosial Mashita. Melalui akun tersebut, Mashita membagikan potret-potret kecil kehidupannya yang membahagiakan.
Saat bertemu secara virtual, makin terlihat bahwa Mashita benar-benar bahagia dengan pernikahannya, meski tanpa momongan. Ia telah mematahkan dugaan orang: pasangan yang memilih childfree akan sulit bahagia. Padahal, kalau dipikir lagi, kebahagiaan sangat relatif dan tidak bisa disamaratakan ukurannya ke semua orang.
ADVERTISEMENTS
Ada beberapa alasan ‘masuk akal’ yang membuat Mashita dan suami memilih childfree
Ilustrasi pasangan yang memilih childfree | Photo by Yehor Milohrodskyi on Unsplash
Menikah sejak tahun 2019 lalu, Mashita Pithaloka dan Vidi Mahatma telah menjalani biduk rumah tangga selama sekitar dua tahun. Sehari-hari, Mashita mengajar sebagai dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada. Setelah menikah, Mashita dan Vidi memutuskan untuk nggak memiliki anak.
“Childfree kan banyak spektrumnya. Ada yang sejak awal memang memutuskan nggak punya anak selamanya. Ada yang memutuskan nggak punya anak saat ini, tapi mungkin nanti (nggak menutup kemungkinan) punya anak. Kalau aku, sebenarnya bisa dikatakan masuk yang kedua,” tutur Mashita saat ditemui Hipwee Premium, Selasa (13/9).
Usai menimbang-nimbang kondisi masing-masing, Mashita dan suami berencana untuk nggak memilik anak. Tapi, keputusan itu bisa berubah misal suatu hari nanti, Mashita dan suami memilih sebaliknya. Menurutnya, menjadi orang tua bukanlah tanggung jawab yang mudah. Banyak hal yang perlu disiapkan. Sementara itu, mereka masih ingin menikmati waktu berdua sebagai pasangan. Apalagi, ia dan suami masih punya rencana yang ingin dicapai. Alhasil, memiliki anak bukan prioritas bagi pasangan ini.
“Semua (pasangan) bisa melahirkan anak, kan? Itu mudah. Tapi, cara merawat anak itu yang nggak gampang. Melihat kondisiku dan suami, kami sepakat kalau memiliki anak saat ini adalah bentuk keegoisan. Soalnya kan, anak berhak memiliki kehidupan yang baik dan orang tua yang siap juga,” ungkap Mashita.
ADVERTISEMENTS
Menjalani pilihan yang dianggap aneh, Mashita dan suami menerima respons beragam. Desakan untuk lekas punya momongan juga tak jarang datang
Rasanya jadi pasangan yang memilih chidlfree, didesak oleh orang sekitar | Photo by Eldar Nazarov on Unsplash
Diakui Mashita, pilihannya untuk childfree masih dianggap aneh. Meskipun sebenarnya pilihan tersebut lazim-lazim saja, penolakan tetap ada. Ketika ditanya lebih lanjut soal respons orang terdekat, Mashita dan Vidi kompak tertawa. Keduanya membenarkan adanya desakan untuk memiliki anak masih terus datang, terutama dari keluarga Vidi.
“Kalau keluargaku sangat santai, ya. Bersyukurnya, keluargaku cukup terbuka dan memang nggak menuntut (punya anak). Bahkan, orang tuaku punya pandangan kalau nikah, ya nikmati aja dulu berdua. Nggak perlu buru-buru punya anak,” terang Mashita.
Saat disinggung soal respons mertua, kali ini Vidi yang menimpali. Sampai detik ini, keluarganya memang masih mendesak ia dan Mashita punya anak. Seperti lebaran tahun lalu, pertanyaan “Udah isi?” atau “Kapan punya anak?” masih terus diterimanya. Desakan itu cukup kuat dirasakan Mashita, mengingat selama ini fungsi-fungsi reproduksi masih dibebankan pada perempuan. Walaupun menurutnya, perempuan bukan cuma melahirkan saja.
Baik Vidi maupun Mashita sudah menjelaskan keputusan mereka. Namun, keluarga besar Vidi punya pandangan berbeda. Bagi mereka, keluarga sudah seharusnya terdiri dari suami, istri, dan anak.
“Sebenarnya suamiku yang lebih banyak ngomong. Berusaha menjelaskannya, ya. Aku lebih banyak diam. Sudah berkali-kali dijelaskan dengan alasan yang rasional, tapi ya tetap saja.”
Beruntungnya, lanjut Mashita, ia tinggal jauh dari keluarga suami, sehingga desakan dan tuntutan tak mengalir terus-menerus. Biasanya tuntutan muncul ketika mereka datang ke momen atau acara tertentu saja yang mengharuskan mereka bertemu keluarga besar.
ADVERTISEMENTS
Pro dan kontra dari lingkungan pertemanan atas pilihan Mashita dan suami untuk childfree juga silih berganti
Setelah diingat-ingat, rekan kerja atau teman Mashita tak pernah menyinggung soal keputusannya. Sebaliknya, teman-teman Mashita mengingatkannya untuk menjalani hidup tanpa menuruti apa kata orang. Berdasarkan pengalaman temannya yang lebih dulu menikah, Mashita paham kalau dalam setiap fase kehidupan, orang lain akan selalu ikut campur.
“Ketika belum punya anak, kita ditanya ‘kapan punya anak?’. Kalau udah punya anak, pasti ditanya ‘kapan nambah lagi?’ Udah punya anak tiga misalnya, kalau semuanya cewek, kadang ditanya juga ‘nggak mau nambah lagi apa? Kan belum punya anak cowok’. Omongan orang itu pasti ada terus, tinggal gimana kita menyikapinya,” ungkapnya.
Sementara, Vidi mengaku pernah mendapatkan tanggapan miring. Ketika mengungkapkan nggak punya anak, temannya pernah sontak mengatakan, “Gila ya, masa nggak punya anak.” Pilihan childfree memang masih ganjil di mata sebagian besar orang, makanya Vidi pun lebih bijak menyikapi. Bila memang lawan bicaranya tak bisa diajak ngobrol dengan sehat dan kekeh dengan opininya, Vidi memilih untuk tak terlalu menanggapi. Cara itu juga diterapkannya saat berinteraksi dengan keluarga inti maupun keluarga besar, saat desakan punya buah hati semakin tak terbendung.
Tips biar kuat menghadapi nyinyiran orang soal keputusanmu untuk childfree | Illustration by Hipwee
ADVERTISEMENTS
Childfree masih berlawanan dengan nilai-nilai yang terlanjur melekat di masyarakat, Mashita dan Vidi membangun kesadaran diri untuk menanggapi dengan bijak
Anggapan negatif soal childfree, menurut Mashita, nggak lepas dari nilai-nilai yang ada di masyarakat, misalnya nilai agama. Anak yang dimaknai sebagai pembawa rezeki diyakini harus ada dalam satu keluarga. Jika tidak, pasangan tersebut dinilai menolak rezeki. Salah kaprah kebanyakan orang memaknai nilai agama dan nilai adat jadi biangnya. Jadi, keputusan tidak punya anak diartikan menyalahi nilai-nilai tersebut. Padahal, di balik keputusan childfree, terdapat alasan dan pertimbangan yang rasional. Pilihan tersebut bisa jadi lebih bijaksana ketimbang punya anak, tapi berujung jadi orang tua yang tak bertanggung jawab.
“Self awareness tadi sih yang penting. Ketika menanggapi orang lain, karena tak semua omongan perlu direspons. Kita yang harus lebih sadar mana omongan yang perlu ditanggapi atau tidak,” ungkap Vidi saat menjelaskan cara menghadapi orang sekitar.
Daripada menguras energi, Mashita dan Vidi biasanya memilih untuk menyudahi dengan senyuman. Apalagi, bila orang lain tetap enggan menerima pilihannya atau bahkan terus berusaha menasihati sampai mendesak mereka. Jalan satu-satunya adalah sadar kapan harus menimpali dan kapan saat berhenti menanggapi perkataan orang lain.
Selain itu, Mashita menekankan soal pentingnya kesepakatan dengan pasangan. Ketika memang memilih untuk menikah dan tak punya anak, komunikasikan dengan jujur dan terbuka dengan pasangan. Pastikan juga bahwa nilai-nilai memang tidak berseberangan, sehingga pasangan yang memilih childfree bisa saling menguatkan di tengah masyarakat yang masih melihat hal ini sebagai keganjilan sekaligus kekeliruan.
“Percayalah, apa pun masalahnya, kalau dihadapi berdua itu jauh lebih ringan ketimbang dihadapi sendiriaan. Jadi, pastikan kamu dan pasangan memang sudah sepemikiran,” pungkas Mashita.
Dari cerita Mashita dan Vidi, kita belajar bahwa setiap pilihan selalu mengandung risiko. Tidak ada pilihan yang bebas dari konsekuensi tersebut. Punya anak atau tidak, kedua pilihan itu tetap punya risiko masing-masing. Nah, yang penting adalah bertanggung jawab dengan pilihan yang diambil dan sadar dengan risiko yang bakal dihadapi.