Sejak dulu, rokok menjadi persoalan tersendiri yang tampaknya tak kunjung ada solusinya. Meskipun jelas berdampak buruk terhadap kesehatan, banyak orang yang tidak bisa menghentikan kebiasaan buruk menghisap berbatang-batang rokok tiap harinya. Masalah ini dapat ditemui di hampir semua tempat di dunia, termasuk Indonesia. Bahkan Indonesia sempat disoroti karena tingginya angka perokok yang masih di bawah umur. Miris sih…
Berbagai kampanye anti-merokok, ketentuan tentang iklan rokok, sampai program rehabilitasi, secara umum masih kurang efektif mengurangi dampak negatif dari merokok. Bukan cuma buat perokok aktif aja, tapi juga tentunya untuk perokok pasif yang seringkali jadi korban karena menghirup asap rokok. Meskipun sering jadi korban, perlindungan terhadap perokok pasif selama ini tampaknya masih sangat minimal. Paling ya hanya penyediaan ruang khusus merokok.
Nah baru-baru ini ada cara baru yang cukup unik dan revolusioner untuk memperjuangkan hak non-smoker atau orang yang tidak merokok. Dilansir dari Telegraph, sebuah perusahaan marketing di Tokyo, Jepang, bernama Piala Inc. memberikan hak cuti lebih bagi karyawannya yang tidak merokok. Lumayan lho, karyawan yang tidak merokok mendapat ekstra 6 hari cuti! Ada apa gerangan ya guys sampai-sampai perusahaan tersebut mengeluarkan kebijakan seperti itu? Yuk simak info selengkapnya bareng Hipwee News & Feature!
ADVERTISEMENTS
Peraturan ini berangkat dari keluhan bahwa ‘smoke break‘ menyita terlalu banyak waktu. Nggak adil karena karyawan yang tidak merokok tiap hari akhirnya jadi bekerja lebih lama
Jepang sebenarnya termasuk negara yang sangat tertib mematuhi peraturan. Jadi ya tidak ada orang yang merokok sembarangan. Semuanya sudah merokok di tempat atau area khusus rokok yang disediakan di berbagai tempat publik. Namun walaupun telah mematuhi peraturan sekalipun, ternyata karyawan-karyawan Piala Inc. yang tidak merokok tetap merasa keberatan dengan kebiasaan merokok rekan-rekan kerjanya.
Pasalnya area khusus rokok terletak di basement, sementara perusahaan ini terletak di lantai 29. Jadi untuk naik-turun lift dan menghisap sebatang-dua batang rokok untuk melepas kepenatan, para karyawan butuh waktu kurang lebih 15 menit. Bayangkan jika ada karyawan yang sehari-harinya butuh dua sampai tiga kali ‘smoke break‘ atau ‘istirahat rokok’, waktu kerjanya sudah berkurang 45 menit dibandingkan karyawan yang tidak merokok.
ADVERTISEMENTS
Berbeda dengan pandangan umum yang masih menganggap lumrah ‘smoke break‘, CEO perusahaan ini justru setuju dengan keluhan para non-smoker dan memberi mereka kompensasi waktu dengan hak cuti lebih banyak
Kebijakan CEO Piala Inc., Takao Asuka, ini terbilang unik karena di banyak tempat lain, ‘smoke break‘ masih dianggap lumrah-lumrah aja. Banyak perokok mengaku butuh waktu khusus untuk merokok tiap harinya. Kebanyakan berargumen mereka bisa sulit fokus dan tidak produktif jika sama sekali tidak menghisap rokok di siang hari. Ya tidak masalah juga sih jika ‘smoke break‘ sekalian dilakukan waktu jam istirahat makan siang, tapi nyatanya nggak sedikit perokok yang butuh lebih dari satu ‘smoke break‘ di jam kantor. Makanya jadi banyak orang yang menganggap lumrah kebiasaan ini.
Namun tidak begitu adanya dengan Asuka, ia akhirnya memberikan kompensasi 6 hari ekstra untuk cuti bagi karyawan yang tidak merokok. Menurut Asuka, karyawan-karyawan yang tidak merokok memang berhak mendapatkan cuti lebih karena mereka tidak pernah memakain jam kantornya untuk ‘smoke break‘. Kebijakan ini bukan cuma bertujuan sebagai kompensasi waktu, tapi juga harapannya bisa jadi motivasi atau dorongan bagi karyawannya yang merokok untuk berhenti. Daripada mengeluarkan larangan, kebijakan yang seperti ini dinilai Asuka bakal lebih efektif.
ADVERTISEMENTS
Ini jelas bukan masalah perusahaan Piala Inc atau Jepang aja, tapi pastinya terjadi di mana-mana. Tapi menurut kalian, kebijakan kompensasi waktu ini adil nggak guys?!
Orang-orang Jepang yang tertib merokok di tempat-tempat yang sudah disediakan aja, ternyata masih bisa didorong lagi untuk berhenti sepenuhnya. Cara baru yang cukup revolusioner ini mungkin juga bisa dicoba di tempat-tempat lain. Apalagi negara yang punya masalah rokok cukup kronis seperti Indonesia. Pastinya bakal menimbulkan pro-kontra karena jumlah perokok di Indonesia cukup banyak, bahkan mungkin justru termasuk golongan mayoritas di banyak lingkungan perkantoran. Tapi ya kalau perusahaan atau CEO-nya punya komitmen kuat seperti halnya CEO Piala Inc., cara ini jelas bisa dicoba.