Sejak dilaporkan erupsi dan menimbulkan tsunami kemarin, rasanya kita tidak bisa tidak membicarakan Anak Gunung Krakatau sampai sekarang. Apalagi belum lama ini beredar kabar kalau gunung yang terletak di perairan Selat Sunda itu hilang dua pertiga bagiannya karena erupsi terus-menerus. Kabar ini disampaikan juga oleh Pak Sutopo, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, lewat akun Twitternya.
Perubahan tubuh Gunung Anak Krakatau. PVMBG memperkirakan yang semula tinggi 338 meter, saat ini 110 meter. Volume Anak Krakatau hilang 150-170 juta m3. Volume saat ini 40-70 juta m3. Berkurangnya volume tubuh GAK disebabkan proses rayapan tubuh & erosi selama 24-27/12/2018. pic.twitter.com/bDish7O0Ms
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 28, 2018
Padahal sebelum dikabarkan kehilangan sebagian “tubuh”nya, Anak Gunung Krakatau ini terus mengalami pertumbuhan dari saat pertama kali muncul tahun 1927 lo. Dulu tingginya katanya cuma 9 meter, lalu semakin lama semakin tumbuh sampai mencapai 300-an meter. Kali ini Hipwee News & Feature sudah merangkum pertumbuhan Anak Gunung Krakatau dari waktu ke waktu. Simak bersama, yuk!
ADVERTISEMENTS
Anak Gunung Krakatau muncul ke permukaan tahun 1927. Kemunculannya ini katanya merupakan buah akibat meletusnya sang ‘ibu’ tahun 1883
Letusan Gunung Krakatau tahun 1883 jadi salah satu letusan terdahsyat gunung api dalam sejarah peradaban manusia. Karena selain menimbulkan tsunami setinggi 40 meter dan menewaskan puluhan ribu jiwa, ledakan itu sampai “menelan” dua gunung yang berada dalam satu pulau dengannya; Gunung Perbuatan dan Gunung Danan.
Sekitar 43 tahun setelah (tahun 1927), akibat kegiatan vulkanik bawah laut yang terus berlangsung, sebuah dinding kawah mulai muncul ke permukaan. Ini adalah awal mula kemunculan Anak Gunung Krakatau, yang tinggi awalnya dilaporkan cuma 9 meter.
Karena aktivitas di dalamnya terus berlangsung, setiap tahunnya Anak Gunung Krakatau ini juga terus tumbuh meninggi
Anak Gunung Krakatau termasuk gunung api yang aktif di Indonesia. Sejak kemunculannya dulu, ia sudah mengalami erupsi sebanyak 46 kali. Lava yang keluar dari 22kantong magmanya membeku dan terus tertimbun. Ia juga bertambah tinggi akibat material yang keluar dari dalam perutnya. Dikutip dari CNN, tipe pertumbuhan gunung seperti ini dinamakan ekstrusi. Jadi ia dibentuk dari lava dan abu gitu…
Rata-rata pertumbuhan Anak Gunung Krakatau mencapai 8,9 meter per tahun. Tahun 2005, tingginya sudah mencapai 300 meter.
Tapi sekarang Anak Gunung Krakatau dilaporkan hilang dua pertiga bagiannya. Katanya sih karena adanya proses rayapan tubuh gunung dan laju erupsi yang tinggi
Semenjak dilaporkan erupsi dan menyebabkan tsunami 22 Desember lalu, aktivitas dan perubahan Anak Gunung Krakatau terus jadi perhatian. Hasil analisis peneliti dari citra satelit, menunjukkan kalau ternyata gunung ini sudah kehilangan lebih dari dua pertiga bagiannya, akibat erupsi yang terjadi sejak berbulan-bulan lalu. Sebagian besar massa gunung diperkirakan longsor ke laut. Bisa dilihat di gambar kalau ada perbedaan signifikan pada bentuk Anak Krakatau bulan Agustus 2018 dan Desember 2018, yang semula tingginya 338 meter, sekarang jadi cuma 110 meter aja.
Selain tingginya yang berkurang, ternyata volume Anak Gunung Krakatau ini juga menyusut lo. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebut ada 150-170 juta meter kubik yang hilang sehingga volumenya sekarang cuma 40-70 meter kubik.
Pertumbuhan Anak Gunung Krakatau ini katanya terbilang cepat lo, dan ternyata berpengaruh pada aktivitas vulkanik gunung berapi lain
Seperti dikutip dari CNN, pergerakan Anak Krakatau ini sebenarnya terjadi akibat pengaruh dari pergerakan lempeng Indo-Australia yang menjauh dari lempeng Benua Eurasia. Pergerakan ini membuka jalur magma di dalam Anak Krakatau yang akhirnya memengaruhi deretan aktivitas vulkanik gunung berapi lain di sepanjang utara-selatan Selat Sunda, seperti Sukadana, Rajabasa, Sabesi, dan Sebuku. Dan di antara deretan gunung itu, Krakatau yang paling cepat tumbuhnya.
Mengingat masih aktifnya Anak Gunung Krakatau sampai saat ini, mungkin yang bisa kita lakukan cuma selalu waspada pada setiap kemungkinan yang terjadi. Terutama buat kalian yang tinggal di sekitar Selat Sunda, ada baiknya untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan soal aktivitas gunung berapi. Intinya jangan malas mencari tahu ya, yuk lebih peka!