Belakangan ini, kamu mungkin sering banget mendengar polemik soal Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan. Apalagi setelah drummer band legendaris Superman Is Dead (SID), Jerinx, yang kontra terhadap RUU Permusikan, mengkritik Anang Hermansyah dengan menyebutnya musisi palsu. Seperti kita ketahui, selain sebagai musisi, Anang adalah salah satu anggota Komisi X DPR yang turut memperjuangkan disahkannya RUU Permusikan. Nggak terima suaminya dimaki-maki, Ashanty pun angkat bicara lewat Instagramnya.
Sejauh ini, kita tampaknya cuma fokus dengan cara Jerinx mengkritik Anang secara kasar dan bahkan bersifat personal. Salah sih memang kalau sampai ada serangan personal, tapi apa yang ingin disampaikan Jerinx tentang penolakan RUU Permusikan sendiri sebenarnya cukup masuk akal dan mungkin butuh dukungan masyarakat luas. Banyak pasal-pasal kontroversial dalam RUU Permusikan yang dikhawatirkan bakal berpotensi merepresi para musisi. Bahkan katanya ada pasal yang mengharuskan musisi punya sertifikat kompetensi lo.
Kebayang nggak tuh kalau penyanyi harus ujian dulu sebelum ngeluarin album?! Yuk deh cus lihat seperti apa sih pasal-pasal kontroversial dalam RUU Permusikan, nih Hipwee News & Feature sudah buat rangkumannya buat kamu!
ADVERTISEMENTS
Pertama, PASAL 5. Dalam pasal ini musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan, melawan hukum, menodai agama, dan lain-lain
Obrolan Para Napi :
?: “Kenapa lu masuk penjara?”
?: “Karena nyanyi Bang”*diketawain tukang bajak lagu*#RUUPermusikan
— Yudha Iqbal Maulana (@yudha_khan) January 30, 2019
Bunyi pasal 5: “Musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum, membuat konten pornografi, memprovokasi pertentangan antarkelompok, menodai agama, membawa pengaruh negatif budaya asing dan merendahkan harkat serta martabat manusia.”
Pasal ini justru dinilai bisa membatasi kebebasan berekspresi para musisi. Soalnya selama ini banyak musisi yang menggunakan musik sebagai alat mengkritik pemerintah atau hukum-hukum yang dianggap ‘melenceng’. Lagian, kalau dipikir-pikir, pasal ini malah jadi tumpang tindih sama pasal 28 UUD 1945 yang mengatur kebebasan berekspresi di negara demokrasi lo. Hmm, syulit juga~
ADVERTISEMENTS
Kedua, adalah PASAL 18 yang menyebut pihak promotor atau penyelenggara acara musik harus punya lisensi dan izin usaha
Bunyi pasal 18: “Pertunjukan musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Jadi kalau menurut pasal ini, pertunjukan musik harus dibuat oleh mereka yang sudah punya lisensi atau semacam izin usaha sesuai dengan aturan yang berlaku. Wah, susah juga kalau beneran diatur sedemikian rupa, konser-konser indie atau bahkan pensi-pensi sekolah jadi nggak bisa sembarangan digelar.
ADVERTISEMENTS
Ketiga, PASAL 19 yang berisi aturan lain yang harus dipenuhi pihak promotor atau penyelenggara acara musik
Bunyi pasal 19: “Promotor musik atau penyelenggara acara musik yang menyelenggarakan pertunjukan musik yang menampilkan pelaku musik dari luar negeri wajib mengikutsertakan pelaku musik Indonesia sebagai pendamping.”
Mungkin maksudnya biar orang-orang Indonesia nggak cuma kenal musisi internasional aja, tapi juga bisa menghargai musisi tanah air. Tapi masalahnya, nggak semua musisi luar negeri mau berdampingan dengan musisi lokal. Menurut pihak kontra, pasal ini bersifat terlalu memaksa.
ADVERTISEMENTS
Keempat, PASAL 32 berbicara soal uji kompetensi yang harus diikuti seluruh pelaku musik, jika ingin pekerjaannya diakui sebagai profesi
– Selamat siang pak.. bapak musisi? bisa saya lihat sertifikat kompetensi musiknya?
Tidak ada?
Anda Musisi liar.
Tiada tempat bagimu disini.
.#RUUPermusikan = #RUUkampungan@JRX_SID @aparatmati pic.twitter.com/9zKFOcDLFd— Beza Simamora (@beza_simamora) February 1, 2019
Bunyi pasal 32: “Untuk diakui sebagai profesi, pelaku musik yang berasal dari jalur pendidikan atau autodidak harus mengikuti uji kompetensi.”
Bagi banyak pelaku musik, pasal ini dianggap berlebihan. Memangnya nanti siapa yang mau menguji musisi? Anang Hermansyah? Atau Om David Foster? Hehehe…
ADVERTISEMENTS
Kelima, PASAL 42, yang mewajibkan pelaku usaha di bidang perhotelan, restoran, atau tempat hiburan untuk memutar musik tradisional di tempat usahanya
Bunyi pasal 42: “Pelaku usaha di bidang perhotelan, restoran, atau tempat hiburan lainnya wajib memainkan musik tradisional di tempat usahanya.”
Selain terlalu memaksa, pasal ini juga terlalu menggeneralisir semua tempat usaha. Soalnya ada lo tempat hiburan yang nggak cocok memutar musik tradisional. Bayangin aja kalau di bar atau klub malam diputar lagu Cublak Cublak Suweng…
ADVERTISEMENTS
Keenam, PASAL 50 yang mengatur adanya ancaman hukuman penjara dan denda bagi musisi yang melanggar pasal 5
Bunyi pasal 50: “Mengatur hukuman penjara dan denda bagi yang melanggar pasal 5.”
Di pasal ini, perancang RUU seolah semakin ingin menegaskan kalau kebebasan berekspresi musisi benar-benar dibatasi. Intinya kalau macam-macam, ya bakal dipenjara.
Sebenarnya RUU Permusikan ini juga banyak berbenturan dengan UU lain yang sudah lebih dulu ada lo. Kalau memang mau memperjuangkan hak cipta karya musisi Indonesia, bukannya sudah ada UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ya? Kini ada banyak banget musisi menghimpun kekuatan bareng untuk menolak RUU Permusikkan, salah satunya lewat Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikkan. Kembali lagi ke Jerinx, ya mungkin maksudnya menolak RUU Permusikan itu baik, demi melindungi kebebasan para musisi. Cuma caranya aja yang terlampau kasar, sehingga nggak bisa diterima seluruh elemen masyarakat, alhasil malah pada jadi salfok menyerang Jerinx deh…