Momen pergantian tahun sudah di depan mata, beragam perayaan untuk menyemarakkannya pun sudah banyak tersedia. Salah satunya adalah selebrasi di kawasan Candi Borobudur yang bertajuk “Borobudur Nite 2016 Music & Lantern” pada malam tahun baru ini. Yang terus menerus didengungkan dari acara ini ialah adanya pelepasan 5000 lampion. Tentu saja hal ini seakan jadi magnet yang mampu menarik datangnya wisatawan.
Kalau selama ini tahun baru begitu identik dengan kembang api dan terompet, kini lampion pun turut andil dalam kemeriahan tersebut. Bahkan beberapa tahun belakangan, benda yang diterbangkan setelah nyala api di dalamnya dihadirkan ini hampir selalu ada dalam setiap festival kebudayaan. Tapi apa kamu tahu kalau sejatinya lampion terbang ini justru membahayakan? Buktinya, banyak negara yang sudah melarang lho.
ADVERTISEMENTS
Lampion seringkali hadir di beragam perayaan. Sebut saja dalam setiap perayaan Waisak di Borobudur misalnya. Tak cuma di Indonesia, di negara-negara Asia lain juga populer
Lampion terbang atau yang juga disebut sky lantern, adalah highlight yang ditunggu-tunggu pengunjung dalam pesta Waisak di Candi Borobudur setiap tahunnya. Tak jarang, menerbangkan lampion juga jadi tujuan utama para wisatawan yang hadir dalam Dieng Culture Festival, Solo Imlek Festival, Menoreh Night Spectacular (MNS), dan beberapa festival lainnya. Di negara-negara Asia seperti halnya Indonesia, penerbangan lampion memang seringkali dijadikan simbol untuk mengusir peruntungan buruk ataupun melayangkan doa dan harapan.
Namun berbeda dari Indonesia yang belum memiliki peraturan khusus terkait hal ini, negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam telah melarang penerbangan massal lampion yang tidak disupervisi. Di Thailand, sejak tahun 2014 lampion hanya boleh diterbangkan pada acara yang murni ritual keagamaan. Bukan acara tak jelas yang menjadikan lampion sebagai simbol keromantisan. Sedang di Vietnam, ada 20 kasus kebakaran hutan yang dipicu oleh lampion terbang selama tahun 2009 dan Hanoi pernah gelap total karena pusat tenaga listriknya terbakar terkena lampion terbang.
ADVERTISEMENTS
Terutama jika diterbangkan dekat area bandara, penerbangan lampion bisa menyebabkan gangguan yang cukup serius bagi pesawat yang sedang terbang. Seperti kasus-kasus di Thailand ini
Dikutip dari Metrotvnews, pesawat Bangkok Airways terpaksa membatalkan penerbangannya hanya karena masalah yang nampak sepele macam lampion terbang. Ketika pesawat tengah berada di landasan, saat itu pula ada lampion terbang di sekitar bandara. Salah satu dari lampion itu ternyata terhisap ke dalam mesin pesawat. Dan tak ada pilihan lain selain membatalkan penerbangan. Penerbangan lampion jelas bisa mengganggu jadwal penerbangan sampai berisiko menyebabkan kecelakaan fatal. Bahkan menurut The Guardian, selama festival Loy Krathong di Thailand dilaporkan sebanyak 2000 penerbangan harus ditunda atau dibatalkan.
ADVERTISEMENTS
Disamping negara Asia seperti Thailand yang telah melarang penerbangan lampion secara massal, ternyata larangan itu juga telah berlaku di banyak negara di benua lain
Austria, Australia, Brazil, Selandia Baru, Spanyol, Jerman, sebagian Kanada, dan 13 negara bagian Amerika Serikat juga telah melarang penerbangan lampion ini. Kebakaran gedung, rumah, dan lapangan pernah terjadi. Belum lagi kalau si lampion tak sengaja menyangkut pada pohon atau tiang listrik. Bisa pula berdampak pada luka bakar jika terkena orang atau hewan. Kalau sisa lampion itu jatuh, bisa pula termakan hewan dan menyebabkan kematian. Dampak-dampak negatif inilah yang kemudian melatarbelakangi banyak negara tadi membuat kebijakan pelarangan penerbangan lampion.
ADVERTISEMENTS
Melihat preseden di negara-negara lain, Indonesia sepatutnya juga harus segera menetapkan aturan baku mengenai penerbangan lampion yang tiap tahun makin populer
Apa Indonesia harus menunggu kejadian seperti yang terjadi di negara-negara lain tersebut, sebelum akhirnya diatur demi ketertiban bersama. Terlebih lagi popularitas ‘ritual’ penerbangan lampion di Indonesia makin populer. Dari memang yang berlandaskan budaya atau kepercayaan sampai pernikahan atau acara ulang tahun biasa. Kalau tidak diatur sedemikian rupa, berita kecelakaan sebagai dampak ‘limbah’ lampion tersebut hanya tinggal menunggu waktu saja.
Lampion, sama halnya seperti balon, mereka memang akan terbang dan kembali lagi ke bumi sebagai sampah. Meski bahannya biodegradable atau ramah lingkungan sekalipun, tetap saja akan berakhir sebagai sampah. Lampion terbang terbuat dari kertas, kawat, dan rangka bambu. Mereka bisa terbang bermil-mil jauhnya, dan tetap akan jatuh sebagai sampah yang berbahaya.
Bahan kertas biodegradable bisa hancur dalam kurun waktu 6-8 minggu, sementara kawat rangka minimal sembilan bulan. Sisa kawat dan rangka lampionlah yang justru lebih sering dipermasalahkan. Kawat yang jatuh dan mencuat punya potensi besar untuk melukai. Belum lagi kalau terkubur cukup lama, bukankah bisa menyebabkan tetanus pada siapapun yang terkena tanpa sengaja? Maka dari itu jangan cuma asal ikutan saja, pikirkan juga apa harga yang kamu atau lingkunganmu harus bayar demi keindahan sesaat.