Belum lama ini, kita dibuat miris dengan kisah yang dialami seorang guru honorer di Pandeglang, Banten. Ia dan suaminya harus tinggal di toilet sekolah lantaran tidak punya uang untuk merenovasi rumah. Banyak orang dibuat iba dengan kondisinya. Apalagi sebagai guru honorer, kabarnya ia hanya dibayar Rp350.000 per bulan, yang turun setiap 3 bulan sekali.
Kisah serupa ternyata juga dialami seorang penjaga sekolah di Karawang, yang terpaksa menempati ruang guru untuk tidur bersama istri dan anaknya. Setiap jam pelajaran selesai, mereka ‘menyulap’ ruang guru menjadi kamar dengan alas tidur dan bantal guling seadanya. Penjaga sekolah itu hanyalah 1 di antara sekian banyak pegawai honorer di Indonesia yang menanti keadilan dan perhatian dari pemerintah, mengingat, mereka punya keluarga yang harus dihidupi…
ADVERTISEMENTS
Sudah 14 tahun lamanya, Destria, sang penjaga sekolah, dan istrinya tinggal di ruang guru sebuah sekolah dasar di Karawang karena tidak punya pilihan lain
Destria Wibowo (42 tahun) dan istrinya, Iis Isnayanti (40 tahun), harus pasrah menerima kondisi yang mereka jalani sejak 14 tahun silam. Keduanya diketahui menempati ruang guru di SDN III Karawang Wetan, Kelurahan Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, untuk tidur di malam hari bersama anaknya lantaran tidak memiliki rumah, seperti dilansir Kompas. Rumahnya sudah lama rusak dan mereka tidak punya biaya untuk merenovasinya.
Bagaimana bisa renovasi rumah, gaji saja katanya hanya Rp500 ribu per bulan. Belum lagi bagi tenaga honorer kategori II, gaji kerap cair 3 bulan sekali.
ADVERTISEMENTS
Setiap hari selama 14 tahun, Destria dan Iis harus bangun setiap jam 4 subuh, lalu dilanjutkan dengan merapikan kembali ruang guru yang malamnya mereka gunakan untuk tidur
Karena paginya akan digunakan guru-guru untuk beraktivitas, Destria dan Iis harus bangun setiap pukul 4 subuh untuk merapikan kembali perlengkapan tidurnya. Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, barang-barangnya itu disimpan di warung tempat Iis berjualan. Warungnya masih berada di lingkungan sekolah.
Setelah murid-murid dan guru-guru pulang sore harinya, Destria kembali harus menggeser meja, menyisakan ruang untuk ia dan keluarganya tidur di malam hari. Rutinitas itu berlangsung setiap hari selama bertahun-tahun.
ADVERTISEMENTS
Sebelum tinggal di ruang guru, Destria dan keluarganya sempat menempati rumah dinas kepala sekolah hingga gudang sekolah yang penuh rongsokan, nyamuk, dan tikus
Dikatakan Destria, saat ayahnya masih menjabat sebagai kepala sekolah, ia beserta keluarganya sempat tinggal di rumah dinas kepala sekolah yang letaknya juga masih di lingkungan sekolah. Tapi setelah ayahnya pensiun, rumah tersebut dijadikan ruang kelas. Ia pun terpaksa pindah ke gudang sekolah yang penuh rongsokan. Tidak tahan hidup berdampingan dengan nyamuk dan tikus, ia pun minta izin pihak sekolah untuk menempati ruang guru.
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya ada rumah untuk penjaga sekolah, tapi saat 2004 lalu rumah itu malah ditempati PNS. Kalau sekarang rumahnya sudah kosong tapi kondisinya masih rusak
Lagi-lagi Destria harus terbentur masalah biaya. Diakuinya, ia tidak sanggup jika harus merenovasi rumah khusus untuk penjaga sekolah dengan pemasukan yang pas-pasan. Istrinya memang membantunya berjualan, namun tetap saja penghasilan mereka hanya bisa digunakan untuk hidup sehari-hari.
Beruntung, beberapa kali mereka mendapat bantuan dari pihak lain apalagi saat honornya belum turun. Bantuan itu bisa digunakan untuk membayar sekolah anaknya yang sudah SMA. Destria juga kerap mengumpulkan botol-botol plastik untuk tambah-tambah.
Destria berharap pihak sekolah bisa membantunya merenovasi rumah penjaga sekolah sehingga ia dan keluarganya tidak perlu lagi menempati ruang guru. Ia juga ingin pemerintah lebih memperhatikan nasib para penjaga sekolah dan tenaga honorer lainnya, supaya mendapat kehidupan yang lebih layak.