Mengabadikan momen lewat sebuah foto sudah jadi kebiasaan kaum urban masa kini, entah pakai HP atau kamera mahal. Cara mengoperasikannya pun udah nggak sesulit dulu. Kalau di ponsel cuma tinggal cari fitur kamera dan pencet tombol ‘capture‘. Hasilnya juga bisa langsung dilihat, tanpa perlu nunggu dicuci cetak dulu. Kalau mau langsung dipublikasikan atau dikirim ke orang lain juga bisa, toh media dan jejaring sosial udah melimpah ruah. Beda sama zaman dulu yang kebanyakan ya cuma berakhir di album foto.
Tapi ternyata nggak sedikit orang mencemooh kebiasaan memotret people zaman now ini, yang katanya narsis lah, terlalu update lah, kurang menikmati momen lah, dan banyak kalimat miring lainnya. Padahal berdasarkan penelitian terbaru, kebiasaan memotret bisa membantu meningkatkan kesejahteraan mental lho. Wah, dilihat dari apanya ya itu? Daripada penasaran yuk simak dulu ulasan spesial Hipwee News & Feature berikut ini~
ADVERTISEMENTS
Riset ini dilakukan di Inggris dengan melibatkan 8 responden. Para peneliti mengamati foto, teks, dan interaksi di unggahan-unggahan subjek risetnya
Dr. Liz Brewster dari University of Lancaster dan Dr. Andrew Cox dari Sheffield University, berkolaborasi melakukan penelitian terkait fotografi dan kaitannya dengan kesehatan mental. Mereka mengirim undangan kepada beberapa orang untuk menjadi subjek penelitiannya. Dari 33 orang yang setuju, ternyata cuma 8 orang yang memenuhi kriteria penelitian. Selama 2 bulan mereka mengamati aktivitas online para subjeknya, mulai dari foto apa yang mereka unggah, teks atau caption apa yang dipakai, sampai bagaimana mereka berinteraksi dengan pengguna lain di kolom komentar. Setelah 2 bulan, responden akan melalui tahap wawancara dan disodorkan berbagai pertanyaan terkait riset.
ADVERTISEMENTS
Hasilnya, memotret ternyata dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan mental seseorang. Wah, kabar baik nih buat yang hobi fotografi
“Memotret berkaitan dengan aktivitas offline lainnya, seperti berjalan kaki dan mengamati. Itu membuat kita lebih terhubung dengan dunia,” – Liz Brewster dan Andrew Cox, dilansir Natgeo.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kegiatan memotret ternyata bermanfaat buat kesehatan mental seseorang. Manfaat ini dirasakan dari interaksi yang dilakukan dengan orang lain saat ia mengunggah fotonya ke media sosial. Keterampilan merawat diri dan kemungkinan untuk membuat kenangan juga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan mental.
Momen saat memotret juga dirasakan berguna bagi orang untuk mengambil waktu sejenak beralih dari rutinitas membosankan sehari-hari, seperti yang dirasakan salah satu responden dalam penelitian itu.
“Sangat bagus untuk dapat mengambil waktu lima menit setiap hari untuk melakukan sesuatu yang sedikit kreatif, yang saya gemari dan menurut saya bagus untuk kesejahteraan.” – salah satu responden, dilansir Daily Mail.
ADVERTISEMENTS
Tapi di sisi lain, ada juga penelitian yang bilang kalau kebiasaan selfie lebih dari 6 kali sehari itu termasuk gangguan mental. Lho?
Kebiasaan foto, khususnya selfie ini juga pernah jadi bahan riset sekelompok peneliti di Nottingham Trent University di Inggris dan the Thiagarajar School of Management di India. Sebanyak 400 orang dipilih buat jadi responden dan diberi sederet pertanyaan terkait topik penelitian. Hasilnya, mereka menyimpulkan ‘selfitis‘ – istilah yang dipakai buat merujuk kebiasaan selfie setiap hari – termasuk gangguan kesehatan jiwa.
ADVERTISEMENTS
Kalau dari penelitian itu, selfitis ini bisa dilihat dari enam faktor, sedangkan tingkat keparahannya sendiri ada tiga level
Ada beberapa faktor yang dilihat sama peneliti waktu menentukan apakah si A ‘mengidap’ selfitis atau nggak. Faktor-faktor tersebut adalah:
- Saat selfie bisa membuat percaya diri
- Saat selfie bisa menjawab kebutuhan akan perhatian
- Saat selfie bisa memperbaiki mood
- Saat selfie bisa membantumu menyesuaikan diri di lingkungan
- Saat selfie bisa menyelaraskan subjektivitas, dan
- Saat selfie menciptakan kompetisi sosial
Nggak semua orang yang pernah selfie juga tergolong selfitis, karena selfitis sendiri ada level-levelnya. Berikut adalah tingkatannya:
- Borderline – Selfie setidaknya 3 kali sehari dan nggak tentu diunggah di media sosial
- Acute – Selfie minimal 3 kali sehari dan mengunggah semuanya ke media sosial
- Chronic – Selfie lebih dari 6 kali sehari dan mengunggah semuanya ke media sosial
Pada akhirnya mungkin kita memang cuma harus percaya kalau segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik ya. Dalam kasus ini memotret, yang mana udah jadi kebiasaan manusia modern yang sulit diubah, kalau dilakukan dengan wajar mungkin nggak akan jadi masalah. Yang bikin runyam itu kalau dilakukan berlebihan, apalagi sampai mengganggu orang lain.