Kasus penyiksaan hewan di Indonesia | Illustration by Hipwee via www.hipwee.com
Selain manusia, tumbuhan dan hewan juga termasuk makhluk hidup yang harus diperlakukan dengan baik. Apalagi, saat kita sudah berkomitmen untuk merawat beberapa jenis hewan yang memang diizinkan untuk diperlihara. Namun, sayangnya ada segelintir manusia yang rasa kemanusiaannya hilang ditelan bumi dan memilih untuk melakukan penyiksaan hewan dengan motif dan tujuan yang beragam.
Mulai dari monyet, anjing, kucing, dan masih banyak lagi hewan lain yang mengalami penyiksaan, didokumentasikan dan diunggah sebagai konten animal abuse. Parahnya, konten tersebut paling banyak ditemukan di negara kita tercinta. Ya, Indonesia menjadi negara yang menyabet gelar sebagai negara dengan konten penyiksaan hewan terbanyak di dunia berdasarkan penelitian dari Asia of Animals Coalition.
Di tengah situasi pandemi yang menyebabkan para hewan di lingkungan konservasi mengalami kesulitan untuk menyuplai pakan, masyarakat kita justru menambah kepedihan dengan melakukan penyiksaan alih-alih membantu menyelamatkan nasib hewan di kebun binatang.
ADVERTISEMENTS
Organisasi kesejahteraan hewan mencatat bahwa Indonesia berada di peringkat nomor satu yang memproduksi konten penyiksaan hewan terbanyak di dunia
Sebaran unggahan konten penyiksaan hewan | Illustration by Hipwee
Organisasi yang menaungi kesejahteraan hewan, Asia for Animals Coalition mencatat bahwa sebanyak 1.626 konten dari total 5.480 konten penyiksaan hewan di dunia berlokasi di Indonesia. Tak hanya itu, sebanyak 1.569 dari total 5.480 konten juga diunggah dari Indonesia. Sebuah angka yang semestinya kita renungkan saat ini.
Hewan yang seharusnya hidup dengan baik di habitatnya dan mendapatkan pakan yang sesuai dengan kebutuhan, justru diperlakukan dengan cara yang tak etis. Menurut Asia for Animals Coalition, sejumlah hewan yang kerap dijadikan sebagai objek penyiksaan mulai dari anak kucing, anjing, monyet, dan bebek. Para pelaku mendokumentasikan penyiksaan mulai dari pemukulan, disiksa, dikubur secara hidup-hidup, diinjak, hingga dibakar.
Duh, membayangkannya saja sudah membuat hati miris, ngilu, sekaligus geram dengan para pelaku yang tega menyiksa hewan demi uang dan ketenaran di media sosial. Bagaimana bisa hewan yang tak bersalah diperlakukan dengan cara yang tak manusiawi?
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya ada nggak sih pasal tertentu yang bisa menjerat para pelaku penyiksaan hewan?
Angka kasus penyiksaan hewan yang tinggi di Indonesia kembali mengingatkan saya pada kasus penjagalan kucing yang beberapa waktu lalu menyita perhatian publik. Seorang pemilik kucing di Medan yang bernama Sonia Rizkika Rai kehilangan seekor kucing Persia yang ia beri nama ‘Tayo’. Lantaran tak kunjung kembali, Sonia pun mulai mencari keberadaan kucing, hingga terendus kabar bahwa peliharaannya diculik dan dijagal untuk dijadikan konsumsi. Betapa sakit hati Sonia mengetahui hal ini.
Sonia tak berhenti mencari para pelaku dan bekerja sama dengan komunitas Animal Defenders Indonesia untuk melaporkan hal ini ke pihak kepolisian. Selang beberapa waktu, pelaku yang belakangan diketahui bernama Rafeles pun berhasil ditangkap oleh polisi. Ia divonis kurungan penjara dan akan menjalani masa hukuman selama dua tahun enam bulan. Rafeles terbukti melakukan pencurian dan penjagalan hewan milik orang lain yang melanggar Pasal 363 Ayat 1 dan 2 KUHP.
ADVERTISEMENTS
Pandangan ahli mengenai kondisi psikologis hewan yang mengalami tindakan kekerasan dan penyiksaan, mereka juga terluka secara emosi
Photo by Rachel Claire from Pexels
Dilansir dari laman Tempo, bulan Januari lalu ada tiga ekor monyet yang muncul dalam akun YouTube Abang Satwa. Ketiga hewan tersebut mengalami eksploitasi satwa berupa tindak kekerasan dan penyiksaan. Setelah pemilik akun YouTube ditangkap, ketiga monyet tersebut dipindahkan ke pusat penyelamatan satwa liar Jakarta Animal Aid Network (JAAN) untuk menjalani masa perawatan dan rehabilitasi.
Menurut pendiri JAAN, Femke mengatakan bahwa ketiga monyet tersebut mengalami kehilangan rasa percaya diri saat bertemu dengan sesama jenisnya karena mengalami tindak kekerasan selama setengah masa hidupnya. Perlakuan yang tak etis tersebut membuat hewan merasa takut dan tak nyaman saat bertemu dengan orang lain karena berpikir ia akan kembali disiksa. Jadi, selain terluka secara fisik, para hewan yang mengalami penyiksaan pun mengalami masalah psikis.
ADVERTISEMENTS
Secara kemanusiaan, perbuatan seperti ini sangat tak etis karena hewan juga termasuk makhluk hidup yang perlu diperlakukan dengan baik
Photo by Japheth Mast from Pexels
Perbuatan menyiksa hewan merupakan sesuatu yang tak bisa dibenarkan untuk alasan apa pun. Pasalnya, hewan juga memiliki hak hidup seperti makhluk hidup lainnya. Perbuatan menyiksa hewan ini jelas telah melanggar hak asasi hewan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 yang berisi lima hak asasi, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari ketidaknyamanan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit; bebas dari rasa takut dan tertekan; serta bebas mengekspresikan perilaku alami.
Hal ini juga perlu menjadi perhatian untuk para orang tua agar menanamkan nilai kasih sayang kepada sang anak untuk semua makhluk hidup. Penting untuk mengajari anak bahwa alam sangat penting bagi manusia sehingga penting juga untuk kita menjaga kelestariannya. Selain itu, beri anak pemahaman bahwa hewan juga termasuk makhluk hidup yang perlu diperlakukan dengan baik.
ADVERTISEMENTS
Berkaca dari kasus penyiksaan kucing Tayo beberapa waktu lalu, apakah Indonesia bisa bebas dari predikat konten penyiksaan hewan terbanyak di dunia?
Jangan beri ruang pelaku penyiksaan hewan | illustration by Hipwee
Tertangkapnya pelaku pencurian dan penyiksaan kucing di Medan merupakan satu dari banyaknya kasus penyiksaan hewan yang berhasil terungkap. Kejadian ini bisa menjadi awalan yang baik untuk Indonesia bisa selamat dari predikat yang sangat jauh dari kata membanggakan. Selain aktif melaporkan kasus penyiksaan kepada pihak yang berwajib, kita sebagai pengguna media sosial juga bisa turut berkontribusi agar konten penyiksaan hewan tak terus-menerus eksis dan melukai hak asasi hewan lo.
Beberapa cara yang bisa kita lakukan yaitu dengan menjauhi konten yang berbau penyiksaan dan tak menontonnya agar konten tersebut tak muncul sebagai konten yang direkomendasikan dan mendapatkan ‘tempat’ di media sosial. Kita juga bisa melakukan report as spam terhadap konten yang merujuk ke arah konten penyiksaan hewan. Terakhir, semoga pemerintah kita bisa menemukan cara yang efektif untuk menghentikan eksploitasi satwa ini demi kesejahteraan individu hewan.