Polemik pelajar yang dilarang ikut ujian karena menunggak bayar SPP sebetulnya sudah cukup sering terjadi. Tahun 2014 lalu pernah terjadi di Bandung. Saat itu Dinas Pendidikan Kota Bandung menerima laporan dari beberapa wali murid yang mengeluh anaknya tidak bisa ikut ujian karena belum membayar SPP. Sebelumnya, kejadian serupa juga pernah dikabarkan terjadi di Jakarta. Malah katanya si anak ini sampai nggak boleh masuk sekolah karena SPP-nya nunggak. Itu baru di 2 kota ya, faktanya masih banyak kasus semacam itu yang bahkan sampai memengaruhi psikologis anak.
Belum lama ini, giliran SMKN 6 Surakarta yang disorot. Kabarnya, mereka ketahuan melarang salah satu pelajarnya ikut ujian gara-gara nunggak SPP. Nggak main-main, Walikota Solo, F.X Hadi Rudyatmo, sampai turun tangan menangani kasus ini lho. Ia juga yang akhirnya membantu melunasi tunggakan siswi tersebut. Harusnya itu ‘kan jadi tanggung jawab ortu, tapi kenapa kok mesti para murid yang kena imbasnya? Emang gimana sih aturan sebenarnya soal siswa yang menunggak SPP? Daripada berdebat, mending simak ulasan Hipwee News & Feature berikut ini yuk!
ADVERTISEMENTS
Siswi SMKN 6 bernama Niwara Hayu Nindya, dilaporkan mendatangi kantor walikota sambil menangis karena sekolah melarangnya ikut ujian akibat tunggakan SPP
Niwara Hayu Nindya, siswi SMKN 6 Surakarta, hampir terancam nggak bisa ikut ujian lantaran ada tunggakan SPP selama 6 bulan yang belum dibayar. Mengetahui hal itu, Niwara kabarnya mendatangi kantor walikota sambil menangis. Ia bercerita langsung ke walikota Solo, F.X Hadi Rudyatmo dan melapor kalau ia sampai dimarahi pihak guru. Akhirnya pada Jumat (21/9), Hadi meluncur ke SMKN 6 dan menegur pihak sekolah karena siswi itu termasuk kategori keluarga miskin. Ia pun juga langsung melunasi SPP yang jumlahnya mencapai Rp1.250.000. Menurut Hadi, siswi seperti Niwara nggak seharusnya mendapat perlakuan berbeda. Meski SPP-nya nunggak tapi ia tetap berhak mendapat fasilitas akademik seperti teman-teman lainnya.
ADVERTISEMENTS
Pihak SMKN 6 yang diwakili kepala sekolahnya, Ties Setyaningsih, menjelaskan kalau masalah di atas cuma sebatas miskomunikasi
Kalau kata kepala sekolah SMKN 6, Ties Setyaningsih, masalah ini cuma karena miskomunikasi. Jadi tahun 2017 lalu, saat masa transisi pengelolaan SMA/SMK dari Pemkot ke Pemprov, seluruh siswa sempat disamaratakan statusnya jadi siswa reguler, nggak ada yang namanya siswa keluarga miskin (gakin). Baru pada awal 2018 kemarin, status siswa gakin mulai diterapkan kembali. Nah, SPP Niwara yang nunggak itu saat dia ditetapkan jadi siswa reguler.
ADVERTISEMENTS
Terlepas dari bagaimana fakta sebenarnya, tapi siswa-siswi yang menunggak SPP ini seharusnya nggak begitu aja dilarang ikut ujian. Karena hal tersebut bisa berdampak ke kondisi mentalnya
Siswa yang tercatat di kategori keluarga miskin memang rawan menunggak biaya sekolah. Namun yang perlu dipahami bersama, hal itu seharusnya jadi tanggung jawab orang tua, bukan anak. Jadi agak kurang tepat saja kalau justru siswa yang dipanggil dan ditagih biaya sekolah. Pasalnya, cara tersebut bisa berpengaruh ke kondisi mental siswa. Siapa yang nggak malu ditegur masalah SPP, apalagi menegurnya di depan banyak orang. Ditambah ia harus menerima kenyataan kalau nggak bisa mengikuti ujian seperti teman-teman lainnya. Beban mentalnya makin menumpuk. Mereka malah jadi nggak bisa fokus belajar.
Sebaiknya sih pihak sekolah langsung menghubungi wali murid saja. Kalau siswa masih dilarang ikut ujian, sebenarnya ortu bisa melapor ke Dinas Pendidikan. Nanti dari dinas yang akan melobi pihak sekolah dan bersama-sama memutuskan bagaimana solusi terbaiknya.
ADVERTISEMENTS
Kalau bicara soal SPP, sebenarnya sejak awal tahun 2018 kemarin, para pelajar dari keluarga miskin bisa sekolah gratis. Ya asal mau mengurus surat keterangan miskin aja
Jadi, pengelolaan SMA/SMK di Indonesia ini sempat mengalami transisi. Awalnya dikelola oleh Pemerintah Kota. Saat dipegang Pemkot ini katanya beberapa sekolah negeri bisa gratis. Tapi saat dikelola Pemerintah Provinsi, status siswa jadi sama rata, nggak ada yang namanya siswa kurang mampu. Jadinya semua dibebankan SPP. Tapi awal tahun lalu siswa gakin ini diadakan lagi. Mereka bisa tetap bersekolah tanpa biaya. Lagipula sekolah yang memang sudah bisa berjalan dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, boleh kok menetapkan sekolah gratis. Tapi kenyataannya mereka sulit bertahan hanya dengan memanfaatkan BOS. Jadinya ada yang tetap menetapkan SPP, ada yang meminta dana bantuan dari donatur yang biasanya statusnya alumni.
Sistem pendidikan di Indonesia memang masih belum sempurna. Harapannya sih, di masa depan pendidikan sudah bukan jadi barang mahal lagi. Soalnya suka iri gitu kalau lihat negara yang menggratiskan pendidikan warganya bahkan sampai jenjang perguruan tinggi, kayak Jerman.