Jika prosesi pengibaran Sang Merah Putih di istana negara berlangsung meriah, tidak demikian dengan upacara 17 Agustus yang dilaksanakan di lapangan Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Prosesi upacara di sana berlangsung penuh haru lantaran puluhan Paskibraka bertugas sambil berderai air mata. Beberapa hadirin juga tampak hanyut dalam suasana haru tersebut.
Kabarnya para Paskibraka ini menangis karena harus bertugas tanpa mengenakan seragam khusus, melainkan hanya seragam SMA putih-abu biasa. Padahal katanya mereka dapat anggaran khusus dari kecamatan lo! Wah, kok bisa ya? Memangnya apa sih yang sebenarnya terjadi?
ADVERTISEMENTS
Pemandangan tak biasa tampak dari upacara perayaan HUT RI yang ke-74 kemarin di Seram Barat, Maluku. Jika biasanya Paskibraka mengenakan seragam serba putih, kali itu mereka cuma pakai seragam SMA. Sejumlah petugas juga tampak menangis
Isak tangis puluhan petugas pengibar bendera mewarnai upacara kemerdekaan yang berlangsung di lapangan Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Sabtu, tanggal 17 Agustus kemarin. Seperti diberitakan Kompas, mereka menangis lantaran harus berbesar hati bertugas tanpa mengenakan seragam Paskibraka.
Jika biasanya Paskibraka mengenakan pakaian serba putih, kemarin Paskibraka di Seram Barat itu hanya memakai seragam sekolah putih-abu saat menjalankan tugas mulia itu. Meski kecewa, tapi mereka tetap menampilkan performa terbaiknya sampai prosesi upacara selesai.
ADVERTISEMENTS
Kalau kata salah satu anggota Paskibraka, mereka sebenarnya sudah dijanjikan akan mendapat seragam, tapi kenyataannya tak sesuai ekspektasi. Mimpi mengibarkan Sang Merah Putih dengah berbalut seragam khas Paskibraka harus pupus…
Kekecewaan para anggota Paskibraka ini tertuju pada panitia penyelenggara upacara yang notabene merupakan pihak kecamatan. Padahal menurut salah satu anggota Paskibraka, dalam sesi latihan mereka dijanjikan akan diberi seragam. Tapi, hingga H-1 pelaksanaan, seragam tak kunjung datang. Alhasil, mereka terpaksa menggunakan seragam SMA saat bertugas mengibarkan bendera.
“Kami hanya malu dengan kecamatan lain, mereka menggunakan seragam paskibra, dan kami hanya menggunakan seragam sekolah.” ujar anggota Paskibraka, dalam Kompas.
ADVERTISEMENTS
Masalah ini tentu membuat mata publik tertuju pada camat setempat. Meski mungkin upacara itu hanya skala kecamatan, tapi beban yang diemban Paskibraka juga tak kalah besar dengan petugas di skala nasional
Tokoh masyarakat Kecamatan Amalatu, Hery Patty, menyatakan kejadian seperti di atas tak ubahnya karena kegagalan camat setempat. Ia menyayangkan kinerja camat yang nggak bisa memberikan fasilitas seragam untuk para petugas upacara. Padahal anggaran untuk kegiatan HUT RI di kecamatan tentu sudah disiapkan oleh pemerintah kabupaten.
Dalam keterangan lain dari warga setempat, Ebhil Pattimura, katanya kejadian semacam ini bukan baru sekali terjadi melainkan sudah sejak 2011. Ia juga mengaku kecewa karena harusnya fasilitas itu diberikan oleh pihak kecamatan bukan dibebankan ke anggota.
ADVERTISEMENTS
Tapi, setelah dikonfirmasi, camat setempat malah menjelaskan kondisi sebaliknya, bahwa pihaknya nggak memiliki anggaran buat menyediakan seragam Paskibraka. Lah?
Adaweya Wakano, Camat Amalatu, justru menjelaskan kalau pihaknya nggak punya anggaran untuk membiayai seragam Paskibraka. Katanya, saat pihak sekolah minta pembiayaan seragam ke kecamatan, waktunya juga sudah terlalu mepet. Sempat ada kesepakatan kalau anggota Paskibraka akan menyewa seragam dan nanti biayanya akan ditanggung kecamatan. Namun karena waktunya tinggal beberapa hari dan yang terjadi hanya tarik ulur, akhirnya disepakati kalau hanya 8 orang anggota Paskibraka yang memakai seragam, sedangkan sisanya pakai seragam SMA.
Menurut informasi yang beredar, setiap tahunnya kecamatan mendapat dana Rp17 juta untuk kegiatan HUT RI, padahal kalau dari pengakuan Adaweya, hal tersebut nggak benar.
Terlepas dari mana informasi yang benar, semoga tahun depan persiapan upacara kemerdekaan di sana bisa jauh lebih matang ya!